Share

Madu Dari Suamiku
Madu Dari Suamiku
Penulis: Fatmah Ain

Bab 1 Menikah lagi

Ting!

  Bunyi suara Hp, petanda ada pesan masuk. Bergegas aku melangkah besar menuju ruang tengah, tempat di mana HPku tergeletak.

Aku mengernyitkan dahi, setelah membuka aplikasi berwarna hijau tersebut. Pesan dari Sandra? Tumben sekali nih anak W*. Biasanya langsung telpon. Aku berpikir sejenak, sebelum membuka pesan tersebut.

    "Wi, ini Bagas 'kan? Ini suamimu 'kan ?" tanya sandra lewat pesan WhatsAppnya.

   Ku buka foto yang dikirim Sandra. Ku amati dengan teliti dan benar itu memang foto Mas Bagas, tapi kenapa Mas Bagas memakai kemeja putih polos dilengkapi dengan songkok hitam menghiasi kepalanya. Seperti sedang melakukan  proses ijab qobul.

   "Iya Ra … iya itu Mas Bagas. Dapat darimana kamu foto ini, dan kenapa Mas Bagas berpakaian kayak orang yang sedang melangsungkan ijab qobul," tanyaku pada Sandra. Hatiku mulai resah, tapi berusaha tetap tenang.

   Tanpa membalas tiba-tiba gawaiku langsung berbunyi tanda panggilan masuk. Ternyata Sandra yang menelpon. Tanpa berpikir langsung kutekan tombol hijau pada layar ponselku, lalu menempelkan benda pipih itu di daun telinga.

   "Hallo, Ra.  Dapat darimana kamu foto Mas Bagas?" Aku langsung bertanya tanpa mengucap salam saat telepon diangkat oleh Sandra.

   "Sabar, Wi ... pelan-pelan,"  ucap sahabatku itu. Menenangkan aku yang memberondongnya dengan bermacam pertanyaan 

   "Ra, ayo cepat katakan, darimana kamu dapat foto Mas Bagas. Kenapa pakaian yang suamiku pakai seperti mau melakukan akad nikah," desakku dengan nggak sabaran. Hati rasanya dag dig dug menunggu jawaban dari Sandra.

   " Wi, suamimu memang lagi melangsungkan akad nikah sekarang. Akadnya dilakukan di rumah Ibunya." Ucapan Sandra seperti belati tajam yang menembus langsung ke ulu hati. Seketika kurasa tubuhku melemas, kaki rasanya sudah tidak bisa menahan berat badan. Hingga serta merta tubuh ini merosot ke lantai. 

   Tak kusangka, suami yang begitu kupuja selama ini dengan teganya mengkhianati pernikahan kami. Padahal kami baru menikah 2 tahun, seharusnya saat ini adalah momen yang indah  bagi kami. Memang bukan pengantin baru, tapi pernikahan kami tidaklah terlalu lama sehingga madunya habis, dan ia segera mencari madu baru. Air mataku turun dengan begitu deras tanpa bisa kucegah.

   Hari ini adalah hari bahagia bagi Mas Bagas, suamiku. Dia bahagia di atas derasnya air mata yang mengalir dari mata istrinya. Dengan begitu teganya dia membagi kasih. Padahal selama ini kami baik-baik saja, tak ada pertengkaran berarti antara kami, tadi pagi bahkan ketika dia pamit ke kantor, pria itu masih mengecup keningku mesra.

   "Ra … ini  bohong 'kan? Kamu  lagi ngeprank aku 'kan? Mas Bagas loh lagi di kantor. Tadi pagi dia pamit ke aku kok." Aku masih berharap kalau Sandra sedang mencandaiku.

   "Wi, ini beneran. Aku nggak mungkin bercanda masalah ini. Suamiku lagi di sana menghadiri acaranya. Aku dapat foto ini dari suamiku." Ucapan Sandra memang benar. Mas Diki, suami sahabatku itu memang sedang menjalin kerjasama dengan  kantor Mas Bagas.  Tapi Mas Bagas tidak mengetahui kalau Mas Diki adalah suami Sandra. Karena waktu itu, Sandra menikah di lain kota, dan kami tidak menghadiri pernikahan Sandra.

   Pupuslah sudah harapanku. Bisa dipastikan 99 persen yang ada dalam foto itu adalah Mas Bagas.

   "Tega kamu Mas. Kapal pernikahan ini baru saja berlayar, tapi kamu merusaknya dengan tanganmu sendiri, sehingga karam di tengah lautan." Batinku bicara sendiri. Perih, yah! sangat perih sekali.

   "Wi, kamu baik-baik aja 'kan?" Di tengah tangisku, suara Sandra dari ujung telepon menyadarkan.

   "Ra, kenapa Mas Bagas tega sama aku? Aku salah apa, Ra?" tanyaku dengar suara parau. Sungguh aku tak menyangka, Mas Bagas Setega ini padaku. Lelaki itu menodai pernikahan suci kami.

   "Sabar Wi, kamu gak salah, tapi dasar memang Bagas yang bajingan!" Walau tak dapat kulihat, tapi aku yakin saat ini Sandra sedang menahan marah.

   "Aku harus bagaimana sekarang, Ra? Aku gak mau dimadu … aku nggak terima Mas Bagas menikah lagi." ucapku pelan. 

   "Dengar, Wi, sekarang kamu pura-pura nggak tahu dulu. Sampai kamu yang memegang kendali permainan. Sekarang amankan apa yang bisa kamu amankan. Karena besar kemungkinan, Bagas akan membawa istri mudanya pulang ke rumahmu." Panjang lebar sandra menjelaskan. 

   Sandra memang tidak pernah setuju waktu aku mengatakan akan menikah dengan Mas Bagas. Entah apa alasannya, aku nggak pernah tau, tapi menurut Sandra Mas Bagas bukanlah lelaki yang baik dan tidak pantas untukku. Waktu itu, aku meyakinkan sahabatku itu, bahwa Mas Bagas mampu membuat sahabatnya ini bahagia. Namun, Sandra tetap tidak menyukai mas Bagas. Walaupun dia setuju, tapi itu semata hanya ingin melihat sahabatnya bahagia . Sejak saat itu, Sandra jarang sekali menemuiku. Apa lagi disaat ada Mas Bagas.

   Ucapan Sandra langsung menyadarkan ku. Gagas aku berdiri dan melangkah ke kamar dengan ponsel masih ku genggam. Setelah berada dalam kamar, aku menghampiri brankas, di mana tempat kami menyimpan semua aset dan juga uang cash. Ku tekan satu per satu angka yang tertera di bagian luar, dan brankas terbuka setelah ku masukan nomer kodenya.

  Satu per satu isi brankas kuperiksa, dan ternyata masih utuh. Alhamdulillah aku sangat bersyukur,  karena mengetahui duluan jika suamiku telah berbuat curang. Sehingga bisa bertindak lebih dulu. Sertifikat rumah memang atas namaku, karena rumah ini dibeli  hasil dari patungan antara aku dan Mas Bagas. Waktu itu dia sama sekali gak keberatan saat ku minta atas namaku. 

   Kuambil tas ransel yang tersusun di dalam lemari tempat aku biasa menyimpan koleksi tas, lalu memindahkan isi brankas ke dalam tas. Uang cash 50 juta, sertifikat rumah dan sebidang tanah serta buku tabungan dan bpkb mobil Mas Bagas dan juga mobilku. Semua yang kami miliki bukanlah hasil Mas Bagas sendiri, tapi juga ada uangku, uang tabunganku semasa masih bekerja dulu. Tak lupa memasukkan juga semua perhiasanku yang sebagiannya kubeli pakai uangku sendiri.

   Sadar masih memegang telepon dan masih tersambung. Aku kembali meletakkan benda pipih itu ke telinga, dan di seberang sana sahabatku itu masih setia menunggu, tak beranjak sedikitpun.

   "Halo, Ra. Semua sudah ku amankan, tapi mau ku simpan dimana semua ini," tanyaku bingung.

   "Ok. Kamu tunggu di sana, aku akan menjemputmu." Lalu Sandra memutuskan sambungan secara sepihak. 

   Dan saat sambungan terputus, air mata ini tumpah kembali. Pengkhianatan yang mas Bagas lakukan menorehkan luka mendalam di hati.

Cinta tulusku tak ada arti baginya. Laki-laki yang kucintai itu, dengan mudahnya mengobral cinta.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status