MasukRuni yang baru datang dari luar segera menghampiri Yanto dan Viana.
"Apa tadi Abang bilang? Abang kerja di perusahaannya Kak Feyla?" ulang Runi seraya menjatuhkan bobot tubuhnya di samping Yanto.
"Benar, Run," jawab Yanto.
"Wow, beruntung banget Abang bisa kerja di sana karena yang aku dengar untuk bisa masuk ke sana, seleksinya lumayan ketat dan gak bisa sembarang orang yang diterima. Wah, benar-benar hoki abang aku ini," ucap Runi dengan wajah berseri-seri.
Yanto hanya tersenyum tipis mendengar perkataan Runi, berbanding terbalik dengan Viana yang moodnya kembali memburuk setelah mendengar perkataan Runi.
"Eh, tapi ngomong-ngomong gimana ceritanya Abang bisa keterima di sana. Apa sebelumnya Abang tahu kalau kak Feyla itu punya perusahaan? Karena rasanya aku belum pernah cerita ke Abang soal ini," tanya Runi penasaran.
Lalu dengan singkat Yanto menceritakan bagaimana dia bisa diterima kerja di perusahaan Feyla.
"Oh, jadi begitu cerit
"Tadi sore itu, mas sebenarnya sudah bersiap-siap untuk pulang, tetapi mendadak Pak Rangga, atasan mas menginstruksikan anak-anak di divisi pemasaran untuk meeting guna mengevaluasi hasil pemasaran produk yang baru saja diluncurkan. Meetingnya berjalan cukup lama, makanya mas jadi terlambat pulang," ujar Yanto sembari berusaha untuk tetap terlihat tenang sewaktu dia memaparkan cerita bohongnya itu agar Viana tidak menjadi curiga.Sedangkan Viana sendiri tidak langsung merespon penjelasan Yanto itu. Dia hanya terdiam sembari terus menatap Yanto dengan tatapan menyelidik.Yanto yang ditatap demikian menjadi salah tingkah. Hal itu bisa ditangkap oleh penglihatan Viana.Viana menghela napas pelan. Hatinya mengatakan bahwa Yanto tengah berbohong padanya. Lima tahun hidup bersama, Viana bisa mengetahui apakah suaminya itu berkata jujur atau berbohong."Kamu nggak bohong kan, Mas?" cecar Viana ingin memancing reaksi Yanto lebih lanjut."Ti-tidak kok. Mas
"Ma, Om Yanto!" panggil Randy, membuat Yanto tersadar dari pikiran liarnya. Lelaki itu menggelengkan kepalanya kuat-kuat untuk menetralisir diri dan pikirannya.Perlahan, dia mendorong tubuh Feyla yang masih melekat pada tubuhnya."Maaf, Fey. Aku tidak sengaja. Tadi itu hanya spontanitas saja," ucapnya lirih."Tidak apa-apa, Mas. Aku tahu kok. Aku yang harusnya minta maaf karena tidak hati-hati saat berjalan hingga terjadi hal seperti ini."Feyla berusaha menampakkan rasa bersalahnya padahal di dalam hatinya dia merasa bahagia karena mendapat kesempatan untuk bisa memeluk pria yang dicintainya itu meski harus sedikit bersandiwara.Keduanya segera duduk di tempat masing-masing dengan posisi Yanto berada di samping Randy dan Feyla duduk berhadapan dengan Randy.Randy kelihatannya tidak terlalu ambil pusing dengan kejadian tadi. Buktinya dia tidak lagi banyak bertanya tentang hal yang barusan terjadi dan langsung makan dengan lahap ketika Yanto
Setelah memperhatikan beberapa saat, orang misterius itu segera pergi berlalu dari sana dengan langkah lebarnya.Sementara itu, ketiga orang yang tidak menyadari bahwa tadi mereka sedang diawasi tampak masih sibuk keluar masuk toko mencari barang yang diinginkan.Setengah jam berlalu dan akhirnya Randy berhasil menemukan hadiah yang disukainya. Wajah Randy tampak sumringah, sebelah tangannya menenteng sebuah paper bag yang berisikan hadiah yang sudah dibungkus kertas kado yang cantik.Di sisi lain, Yanto pun merasa lega karena ini berarti dia bisa segera pulang ke rumah. Hatinya sedikit was-was karena dia tidak memberitahukan kepergiannya kali ini kepada Viana.Hal ini lantaran baterai ponselnya mendadak lowbat dan dia tidak membawa charger ke kantor sehingga dia tidak bisa menghubungi Viana.Oleh karena itu Yanto merasa yakin bahwa pada saat ini Viana pasti sedang cemas menunggu kepulangannya karena tidak biasanya dia pulang terlambat tanpa member
"A-Apa? Om ikut sama Randy?" tanya Yanto balik untuk meyakinkan pendengarannya"Iya, Om. Adek, om dan mama. Kita bertiga pergi bersama-sama. Om mau ya?" Randy bertanya dengan penuh harap.Yanto menjadi bingung dan serba salah untuk menjawabnya. Di satu sisi dia ingin menolaknya, tapi di sisi lain dia merasa tak tega untuk mengabaikan permintaan Randy, apalagi dia juga segan kepada Feyla kalau sampai menolak."Om, mau ya Om? Kalau Om gak mau, aku gak mau makan lagi," rajuk Randy memasang wajah cemberutnya.'Waduh, bagaimana ini. Apa yang harus aku lakukan? Ikut atau tidak...ikut atau tidak...' Yanto menimbang-nimbang dalam hati.Kesempatan ini langsung dimanfaatkan oleh Feyla untuk memaksa Yanto dengan cara halus."Maafkan Randy, Mas. Dia memang kayak gitu. Kalau sudah nyaman sama seseorang, dia susah lepas dari orang itu. Mau nya orang itu selalu ada di sampingnya dan jika dia merasa nyaman dengan Mas, mungkin karena dia melihat sosok ayahny
Sejak saat itulah, sekarang setiap pulang sekolah, Randy tidak langsung pulang ke rumah, tetapi dia datang ke kantornya Feyla untuk bertemu dengan Yanto.Yanto tidak merasa keberatan akan hal ini. Dia justru senang karena dalam hatinya telah tumbuh kasih sayang untuk Randy. Kerinduan Yanto yang begitu menginginkan kehadiran seorang anak dalam pernikahannya kini terobati dengan kehadiran Randy.Rekan-rekan satu divisinya yang melihat hal tersebut mulai sibuk berspekulasi atas kedekatan keduanya."Eh, Dik, Lo ngerasa ada yang aneh gak tentang hubungan Yanto dengan Randy?" cetus Joni di kala Yanto dan Randy sedang keluar pada jam istirahat siang itu."Aneh gimana?" Dika malah balik bertanya."Yaelah... payah Lo, Dik. Masak Lo gak bisa ngeliat keakraban antara Yanto dan Randy, anaknya Bu Feyla. Chemistry mereka itu lho, seperti ayah dan anak," ungkap Yanto.Dika terlihat berpikir sebentar."Oh, itu. Iya, gue ngerasa juga, sih. Tapi untuk
"Sudahlah, Dek, Runi. Jangan berdebat lagi. Tidak enak didengar oleh Randy," lerai Yanto sambil menunjuk ke arah Randy yang tengah bergantian menatap Viana dan ibunya dengan ekspresi bingung.Viana melirik ke arah Randy dan kemudian memutuskan untuk mengambil sikap diam guna menjaga perasaan Randy.Akan tetapi, Runi yang masih belum puas mengeluarkan unek-uneknya terus berbicara dengan ngegas."Cih, sok selangit banget gayanya. Kalau suami sampai berpaling, harusnya istri instrospeksi diri dong, apa kurangnya dia. Jangan sedikit-sedikit nyalahin orang. Nggak fair banget, sih. Dia yang salah, orang lain yang kena getahnya.""Runi, CUKUP! Jangan banyak bicara lagi!" bentak Yanto tanpa sadar. Bagaimanapun juga, dalam hatinya dia tidak terima istrinya dijelekkan di depan orang apalagi menurutnya topik pembicaraan makin ngawur dan melenceng kemana-mana.Bentakan Yanto spontan membuat Randy terkejut. Bocah itu melongo dan menatap Randy sedikit takut. Per







