LOGINAtensi Yanto pun teralih kepada suara itu. Dia menoleh ke arah sumber suara dan pandangannya menangkap sesosok orang yang dikenalnya.
"Mbak Feyla?" gumamnya sedikit kaget karena tidak menyangka bisa bertemu Feyla di sana.
Rupanya orang itu adalah Feyla. Dia berdiri di samping meja Yanto, sebelah tangannya menggenggam tangan seorang bocah laki-laki yang mengenakan seragam sekolah. Dari logo sekolah yang disulam pada bagian saku baju, Yanto bisa mengetahui bahwa anak laki-laki itu bersekolah di sekolah internasional yang cukup terkenal di kota itu.
"Iya, Mas. Mas kenapa ada di sini? Mas tidak kerja?"
Yanto terlihat kikuk mendapat pertanyaan demikian.
"Mmm...saya nggak kerja lagi, Mbak. Saya... dipecat," ucap Yanto dengan suara lirih seraya mengusap tengkuknya.
"Apa? Mas dipecat? Kenapa?" cecar Feyla.
Tanpa sadar, wanita berpakaian kantor warna maroon itu menarik kursi di depan Yanto lalu segera duduk di sana.
Belum sempat menjawa
"A-Apa? Om ikut sama Randy?" tanya Yanto balik untuk meyakinkan pendengarannya"Iya, Om. Adek, om dan mama. Kita bertiga pergi bersama-sama. Om mau ya?" Randy bertanya dengan penuh harap.Yanto menjadi bingung dan serba salah untuk menjawabnya. Di satu sisi dia ingin menolaknya, tapi di sisi lain dia merasa tak tega untuk mengabaikan permintaan Randy, apalagi dia juga segan kepada Feyla kalau sampai menolak."Om, mau ya Om? Kalau Om gak mau, aku gak mau makan lagi," rajuk Randy memasang wajah cemberutnya.'Waduh, bagaimana ini. Apa yang harus aku lakukan? Ikut atau tidak...ikut atau tidak...' Yanto menimbang-nimbang dalam hati.Kesempatan ini langsung dimanfaatkan oleh Feyla untuk memaksa Yanto dengan cara halus."Maafkan Randy, Mas. Dia memang kayak gitu. Kalau sudah nyaman sama seseorang, dia susah lepas dari orang itu. Mau nya orang itu selalu ada di sampingnya dan jika dia merasa nyaman dengan Mas, mungkin karena dia melihat sosok ayahny
Sejak saat itulah, sekarang setiap pulang sekolah, Randy tidak langsung pulang ke rumah, tetapi dia datang ke kantornya Feyla untuk bertemu dengan Yanto.Yanto tidak merasa keberatan akan hal ini. Dia justru senang karena dalam hatinya telah tumbuh kasih sayang untuk Randy. Kerinduan Yanto yang begitu menginginkan kehadiran seorang anak dalam pernikahannya kini terobati dengan kehadiran Randy.Rekan-rekan satu divisinya yang melihat hal tersebut mulai sibuk berspekulasi atas kedekatan keduanya."Eh, Dik, Lo ngerasa ada yang aneh gak tentang hubungan Yanto dengan Randy?" cetus Joni di kala Yanto dan Randy sedang keluar pada jam istirahat siang itu."Aneh gimana?" Dika malah balik bertanya."Yaelah... payah Lo, Dik. Masak Lo gak bisa ngeliat keakraban antara Yanto dan Randy, anaknya Bu Feyla. Chemistry mereka itu lho, seperti ayah dan anak," ungkap Yanto.Dika terlihat berpikir sebentar."Oh, itu. Iya, gue ngerasa juga, sih. Tapi untuk
"Sudahlah, Dek, Runi. Jangan berdebat lagi. Tidak enak didengar oleh Randy," lerai Yanto sambil menunjuk ke arah Randy yang tengah bergantian menatap Viana dan ibunya dengan ekspresi bingung.Viana melirik ke arah Randy dan kemudian memutuskan untuk mengambil sikap diam guna menjaga perasaan Randy.Akan tetapi, Runi yang masih belum puas mengeluarkan unek-uneknya terus berbicara dengan ngegas."Cih, sok selangit banget gayanya. Kalau suami sampai berpaling, harusnya istri instrospeksi diri dong, apa kurangnya dia. Jangan sedikit-sedikit nyalahin orang. Nggak fair banget, sih. Dia yang salah, orang lain yang kena getahnya.""Runi, CUKUP! Jangan banyak bicara lagi!" bentak Yanto tanpa sadar. Bagaimanapun juga, dalam hatinya dia tidak terima istrinya dijelekkan di depan orang apalagi menurutnya topik pembicaraan makin ngawur dan melenceng kemana-mana.Bentakan Yanto spontan membuat Randy terkejut. Bocah itu melongo dan menatap Randy sedikit takut. Per
"Ayo, Randy! Kita pulang sekarang!" ketus Feyla dengan raut wajah setengah masam saat dia sudah berada di teras rumah dimana Yanto dan Randy sedang asyik bermain mobil-mobilan di lantai teras. Sikap ketus yang Feyla tunjukkan itu bukan lagi settingan tetapi sungguhan. Perasaan dongkolnya menyebabkan Feyla untuk sesaat lupa bahwa dia dan Runi tengah menjalankan sebuah sandiwara saat ini.Mendengar suara Feyla, dua lelaki berbeda usia itu serentak mendongakkan kepala menatap ke arah Feyla."Yah...kok cepat kali pulangnya, Ma. Randy kan lagi asyik main sama om Yanto," protes Randy.Mendengar nama Yanto disebut, seketika itu juga Feyla tersadar akan sikap ketusnya dan dalam hati dia merasa was-was dan berharap Yanto tidak sampai menyadari hal tersebut. Bagaimanapun juga, saat ini dia ingin membangun image sebagai perempuan baik yang lemah lembut di hadapan Yanto.Oleh karena itu, dengan cepat dia segera memasang senyum manisnya walau terkesan dipaksakan.
Feyla yang memahami makna kedipan mata tersebut mengangguk kecil."Mmm...ini, aku ke sini mau ngasih ini ke kamu," ucap Feyla seraya menyodorkan sebuah paper bag ke arah Runi."Wah, apa ini, Kak?" tanya Runi dengan wajah berseri.Memang hal inilah yang Runi harapkan dari sandiwara ini. Dia sengaja memilih hari ulang tahunnya untuk dijadikan momen mereka melaksanakan rencana mereka itu dengan tujuan agar Feyla datang ke rumahnya dengan membawa hadiah karena Runi sudah memperkirakan bahwa tidak mungkin Feyla datang ke sana dengan alasan memberi selamat ulang tahun kepada Runi tanpa membawa hadiah apa pun."Ini hadiah untuk kamu. Kamu ulang tahun kan hari ini? Selamat ulang tahun ya," ucap Feyla tersenyum manis sambil melirik sekilas ke arah Yanto yang masih setia menjadi penonton interaksi mereka berdua."OMG, ternyata Kakak ingat juga hari ulang tahunku. Wah, aku sungguh terharu sekali, Kak. Aku kira Kakak bakalan lupa karena kita sudah lama lost co
Beberapa hari kemudian tiba lah hari yang dinantikan oleh Feyla dan Runi untuk menjalankan rencana mereka.Kebetulan hari itu jatuh pada hari Sabtu dimana Yanto hanya kerja setengah hari saja. Seharian itu Runi hanya berdiam saja di rumah, tetapi ekspresi wajahnya memancarkan kegembiraan. Hal tersebut membuat Yanto merasa heran."Kamu kenapa, Run? Abang lihat seharian ini kamu nampak happy terus. Kamu habis menang lotre, ya?" tebak Yanto di sore hari itu."Ini lebih dari sekedar menang lotre, Bang. Pokoknya aku gembira sekali hari ini," ujar Runi tersenyum lebar.'Gimana aku gak gembira, hari ini adalah langkah awalku untuk menjadi bagian dari keluarga orang kaya. Moga-moga kamu bisa diajak kerja sama, bang,' gumam Runi dalam hati."Ada apa, sih? Bilangin abang, dong. Kok main rahasia rahasiaan gitu," tukas Yanto penasaran."Aku gak mau kasih tau. Abang tebak saja sendiri."Yanto terdiam, tampak sibuk menerka-nerka dalam hatinya. Bebe







