Share

Bab 6B Tawaran Emma

Penulis: Herlina Teddy
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-10 14:06:05

Kata orang, kasih ibu sepanjang masa. Cinta seorang ibu kepada anak melebihi segala sesuatu yang ada di dunia. Kasih sayang ibu sangat sempurna dan sejahat apa pun anak menyakitinya, beliau tak akan pernah bisa membencinya. Seorang ibu rela melakukan apa aja meskipun nyawa taruhannya. Semua petuah itu berlaku untuk ibu.

Diam-diam, ibu menggadaikan sertifikat rumah dan uangnya dipakai untuk menebus denda agar putranya bisa bebas dari hukuman penjara. Setidaknya itulah yang dikatakan Hardi pada perempuan renta tersebut . Namun, karena keluguan yang dimiliki ibu, lagi-lagi Hardi membohonginya. Pria jahat itu kabur dari penjara setelah mengambil semua uang. Entah bagaimana caranya, seusai ibu mengunjungi dan menyerah uang puluhan juta, Hardi menarik langkah seribu dari penjara. Kini, Hardi menjadi buronan polisi.

Ah, miris sekali kehidupan wanita yang melahirkan anak seperti Hardi. Sebulan kemudian dua pria yang berprofesi sebagai kreditur mendatangi rumah dan menemui ibu. Mereka menagih cicilan di bulan keenam yang harus dibayar.

"Maaf, Pak. Bukannya saya tidak mau bayar, tetapi saat ini saya belum punya uang. Apa bisa diberi keringanan lagi?"

"Maaf, Bu. Sejak cicilan pertama kami sudah memberi keringanan untuk dibayar di bulan kedua. Tapi nyatanya belum ada itikad baik dari ibu untuk membayar sepersen pun kepada pihak kami. Ini sudah bulan keenam, Bu. Apa yang harus kami katakan kepada pimpinan jika kami memberi keringanan lagi kepada Ibu?"

"Tapi, Pak. Bulan ini saya janji akan membayarnya. Karena Minggu ini saya lagi ada banyak orderan kue. Jadi saya rasa sanggup membayar cicilan itu."

"Maaf, Bu. Kami hanya menjalankan tugas saja. Jika siang ini kami tidak mendapatkan uang, kami terpaksa segel rumah ini dan silakan Ibu meninggalkan rumah hari ini juga."

"Saya mohon jangan usir kami, Pak. Mau tinggal di mana kita jika kami pergi dari sini? Saya mohon belas kasihan kalian."

"Ibu?"

Giandra yang baru pulang dari pasar, sedikit terkejut melihat ibu yang sedang berlutut di hadapan kedua pria yang berseragam rapi.

"Maaf, ada apa, ya?" tanyanya dengan sopan setelah meletakkan barang belanjaan di meja teras, lalu mendekati dan membantu ibu untuk berdiri.

"Rumah ini akan kami sita karena sejak pinjaman itu kami belum mendapatkan uang cicilan dari kalian."

"Sita? Pinjaman?" tanya Giandra lirih dengan rona bingung dan tak mendapat sahutan apa pun dari mereka.

Dia sama sekali tak tahu akar permasalahan. Kepalanya menoleh menatap ibu dan meminta jawaban tetapi wanita berambut putih tersebut menuduk, menyembunyikan air matanya.

"Baiklah, kami kasih keringanan satu hari lagi. Besok kami akan datang kembali menagihnya. Jika belum ada pembayaran dari kalian, dengan sangat maaf, kami terpaksa menyita rumah dan mohon kalian kosongkan tempat ini. Permisi."

Kedua pria tersebut menjauh meninggalkan seribu tanya di dada Giandra. Setelah punggung kedua orang itu menghilang dari pandangan, Giandra memapah ibu ke dalam rumah. Dia harus tahu apa yang terjadi sebenarnya.

"Apa? Ibu gadai sertifikat untuk membebaskan Bang Hardi?"

Lemas sudah seluruh otot beserta sendi dalam tubuh, Giandra tak sanggup berdiri dan terduduk di lantai dengan jantung yang seolah berhenti berdetak.

"Maafkan, Ibu, Gi. Hardi juga anak Ibu. Ibu tak tega melihat dia mendekap di penjara seumur hidupnya. Dia harus mendapat kebebasan selayaknya orang pada umumnya. Lagipula kata Hardi, dia khilaf." Suara ibu bergetar bercampur rasa ketakutan dan kesedihan.

Meski dunia Giandra serasa runtuh, dia masih bisa menjelaskan kepada wanita yang sudah dianggap sebagai ibunya sendiri.

"Semua orang yang sudah dijatuhkan hukuman pasti akan berdalih menyatakan dirinya khilaf. Perbuatannya itu bisa dihindarkan jika tadi dia tidak berzina. Bermain dengan wanita yang sudah bersuami, lalu membunuh sengaja atau tidak sengaja, tentu harus mendapatkan hukuman yang setimpal."

Wanita renta itu tahu kesalahan yang tak bisa dimaafkan begitu saja. Hanya saja, slogan kasih ibu sepanjang masa masih melekat kuat di dada. Dia tak sanggup menolak permohonan saat putranya mengiba meminta uang. Terpaksa, harta satu-satunya peninggalan nenek pun dikorbankan.

***

Malam semakin larut, jarum jam dinding sudah menunjukkan angka sebelas kurang. Mata Giandra belum bisa terpejam, hati dilanda kegundahan yang amat terdalam. Ke mana uang lima puluh juta akan dia dapatkan dalam semalam? Tabungan yang sudah terkumpul di bank tidak cukup untuk membayar cicilan enam bulan beserta bunganya.

"Besok kami akan datang kembali menagihnya. Jika belum ada pembayaran dari kalian, dengan sangat maaf, kami terpaksa menyita rumah dan mohon kalian kosongkan tempat ini."

Deretan aksara itu kembali terngiang, mengusik dan mendebarkan jantungnya. Apa yang harus dilakukan jika benar besok orang itu datang kembali? Di mana akan dibawa ibu dan Jihan, adik perempuannya? Mereka sama sekali tidak punya saudara atau teman yang bisa dimintai bantuan. Rumah itu harus dipertahankan, entah bagaimana caranya. Kendatipun jauh dari kata mewah, setidaknya rumah yang sekarang ditempati dapat melindungi dari terik matahari dan hujan.

Belum lagi biaya daftar tes masuk kuliah Jihan bulan depan? Impian gadis delapan belas tahun itu adalah ingin menjadi arsitek terkenal. Kemampuan otak dan keterampilan menggambarnya bisa diacungkan jempol. Sayang rasanya jika Giandra menepis harapan gadis tersebut. Sang kakak sudah berjanji akan berusaha mencari dana untuk mewujudkan mimpinya.

"Urusan biaya biarkan Kakak yang pikirkan. Tetapi urusan ujian masuknya, Jihan harus rajin belajar agar lulus di jurusan itu."

Senyuman Jihan seolah mengisi semangat, Giandra sudah menyiapkan baterai tenaga yang penuh, berusaha bekerja dan menabung. Beruntung, dia bergabung dengan Event Organizer milik Jacky yang selalu menggunakan jasanya menjadi pembawa acara di event apa pun. Pernikahan, ulang tahun, dan reunian.

Terkadang jika tidak ada kerjaan dari pria itu, Gian pun rela mengambil posisi sebagai SPG produk di salah satu mall terbesar di Jakarta. Lumayan, seharian berdiri bisa mendapat ratusan ribu. Kemolekan wajah dan tubuh yang ramping menjadi modal utamanya bisa mendapatkan pekerjaan sampingan itu. Apa pun akan dilakukan, asalkan pekerjaan itu halal.

Saat menatap benda langit berwarna jingga di balik jendela, hatinya terasa sejuk seketika. Seolah benda itu mentransfer hawa dingin yang menentramkan pikiran. Sel saraf dalam otaknya pun mengingat kartu nama Emma yang dia simpan dalam laci meja belajar Jihan.

"Aku hanya pinjam rahimmu sampai anak itu lahir. Setelah itu, kamu bebas."

"Maaf, aku tidak bisa menerima tawaranmu."

"Bawa kartu ini dan hubungi aku kembali jika kamu berubah pikiran."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Intan Resa
seru sekali
goodnovel comment avatar
D Lista
semangat gian
goodnovel comment avatar
Ardhya Rahma
Gian jd korban Hardi
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Madu untuk (Mantan) Tunanganku   Bab 42D I Promise You

    Gian menghentakkan tangan Darren yang menggenggam tangannya saat mereka sudah menginjak lantai kantor."Kenapa?" Tanpa melepasnya, dia menoleh ke arah Gian sambil terus berjalan menuju lift."Nggak enak dilihat anak-anak. Aku jadi grogi."Tersenyum lebar, Darren malah mengganti posisi tangan, merangkul bahu wanita yang jalan bersisian dengannya."Mas!" Mata Gian semakin melotot."Kamu istri sah sekarang. Kenapa malu? Ini kamu lihat apa yang aku bawa?"Gian menggeserkan bola mata menuju ke arah tangan yang memegang setumpuk kartu undangan. Dia mengerutkan kening lalu mendongak kepala mencari jawaban."Karyawan di sini harus kenal dengan nyonya Lesmana yang baru dan aku akan mengundang mereka semua.""What?"Tanpa memberi kesempatan Gian melayangkan protes, Darren membawanya masuk ke dalam lift bersama karyawan lain yang menyembunyikan rasa ingin tahu. Darren tampak tak peduli sedangkan Gian ber

  • Madu untuk (Mantan) Tunanganku   Bab 42C Keputusan Emma

    Pria itu Agung Wirawan yang kebetulan bertemu dengan Lidya di London dan berkenalan. Sudah lama dia tak pulang ke Indonesia sampai akhirnya dia menemukan flash disk rekaman CCTV. Entah siapa yang memindahkan rekaman itu ke dalam flash disk yang tak sengaja dia temukan di meja kerja sang papa.Di sana terlihat jelas Puspa memasukkan sesuatu ke dalam minuman si suami di dapur. Lalu, tak lama pria itu mendatangi meja makan dan meminumnya setelah disuguhkan Puspa. Hanya butuh sepuluh detik, papa Agung kejang dan mengeluarkan buih dari mulutnya. Sementara Puspa melipat tangan ke depan dada dan tak terlihat panik sama sekali. Sampai akhirnya, tubuh suaminya lemas dan melosot ke lantai."Mama membunuh papa?"Setelah menyaksikan sepotong cuplikan di layar laptop, mulut Emma membeo dengan pelan."Jangan panggil dia Mama. Dia bukan mama kita. Mama kita sudah tenang di surga. Wanita keji itu tak lain adalah seekor binatang yang kejam. Demi menguasai semua ha

  • Madu untuk (Mantan) Tunanganku   Bab 42B Kakak Emma

    "Jangan bunuh anakku! Pergi kalian! Pergi!"Suara keras memenuhi ruangan 3x3 meter. Dengan tangan yang terikat, terselip di baju khusus rumah sakit jiwa, Puspa meronta. Terkadang dia tertawa tak jelas ketika melihat sesuatu yang lucu baginya."Apa lihat-lihat? Belum pernah lihat wanita kaya dan cantik seperti aku?" Tawa di akhir kalimat itu membuat bulu kuduk Gian dan Emma merinding. Mereka tak diperbolehkan masuk karena khawatir Puspa akan melukai dan bertindak kasar. Mereka berdiri di depan pintu dengan jendela kaca di tengahnya. Hanya dengan cara ini, mereka bisa melihat wanita yang sudah divonis menderita gangguan jiwa oleh dokter.Seminggu lalu, saat melihat darah mengalir keluar dari perut Irvan, Puspa merasa sangat menyesal. Tidak sengaja telah menghilangkan nyawa darah dagingnya sendiri. Tak lama kejadian itu, beberapa polisi serta Darren masuk ke dalam ruang yang beraroma amis dan tak menemukan Gian.Emma. Wanita itu duduk sambi

  • Madu untuk (Mantan) Tunanganku   Bab 42A Ajukan Banding

    Mendengar kabar duka itu, Gian sangat terpukul. Dia tak menyangka bayi dalam perutnya tidak bisa bertahan sampai dia dilahirkan. Namun, dia tahu rasa nyeri di perut semalaman itu sudah memberi isyarat bahwa kondisi si janin sedang tidak baik-baik saja. Tidak ada yang bisa disesali, bukan kesalahan Darren karena terlambat datang menolongnya. Keesokkan harinya, Gian terpaksa menjalankan tindakan kuret yang ditemani Darren. Dokter mengizinkan lantaran wanita itu butuh pendamping yang menguatkannya. Dia bisa tiba-tiba menangis jika mengingat sesuatu hal sedih yang baru terjadi. Suasana hatinya tak menentu dan belum stabil.***"Bagaimana akhirnya Mas bisa menemukan aku di kota itu?"Setelah seminggu keadaannya sudah stabil, Gian memberanikan diri untuk bertanya hal yang ingin diketahui. Dia sudah bisa menerima apapun yang telah menimpa pada calon bayinya. Ikhlas dan pasrah."Selama ini diam-diam aku menautkan GPS di ponselmu dan aku bisa lel

  • Madu untuk (Mantan) Tunanganku   Bab 41C Sadarkan Diri

    Namun jika dipikir kembali, Gian bisa mengambil semua hikmah yang terjadi. Dengan semua rangkaian permasalahan yang rumit itu, dia bisa kembali ke kehidupan masa lalunya. Bertemu Darren dan menjadi istrinya yang memang tak disengaja. Benar kata orang, skenario Tuhan tidak ada yang tahu bagaimana ending-nya. Akan tetapi dia percaya, semua akan indah pada waktunya.Entah apa yang dijawab Hardi, Gian tak bisa mendengarkannya. Nyeri menjalar di seluruh kepala ketika dia berhasil mengingat kejadian demi kejadian. Menutup mata, dia larut dalam mimpi. Lelah hati dan fisik membuatnya hanya bisa pasrah apa yang akan terjadi selanjutnya. Haus, lapar, sakit di sekujur tubuhnya bergabung menjadi satu paket. Deru napasnya terlihat berirama dan kesadaran itu menghilang.***"Sayang, kamu bisa mendengarkan aku? Bagaimana kabarmu? Apakah kamu membaik?"Perlahan, orang yang dipanggil membuka mata dengan mengerjapkan berkali-kali. Aroma obat khas rumah sakit menero

  • Madu untuk (Mantan) Tunanganku   Bab 41B Makasih, Bang

    Kebetulan tadi di jam saat Puspa, Irvan dan Emma mau mengunjungi Gian, Hardi dan Jaka yang bertugas. Di dalam sana, dia melihat Gian terikat tali dan berniat melepaskannya jika ada kesempatan yang tepat. Tak lama, dia merasa alam telah merestui hajatnya. Aksi rebutan senjata tadi benar-benar memuluskan niatnya."Gian, ayo turun!"Pandangan Gian mengedar sekeliling dan tak tahu ada di mana. Tadi sepanjang perjalanan, dia menumpang tidur di punggung pria yang sudah lama dia cari. Akhirnya ketemu di tempat dan waktu yang sangat menegangkan. Hardi kembali menuntunnya masuk ke sebuah rumah kosong. Entah rumah siapa, dia tak tahu. Sedikit kotor dan gelap."Aku haus, Bang. Aku mau minum."Hardi meneliti wajah Gian yang semakin pucat, lalu mengedar sekililing ruangan."Abang nggak punya makanan dan minuman, Gi. Kamu sabar, ya. Setidaknya kamu di sini sudah aman. Kita tunggu sampe subuh. Kalau memungkinkan, Abang akan cari warung terdek

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status