Home / Romansa / Madu untuk (Mantan) Tunanganku / Bab 6A B*jingan Kau, Bang!

Share

Bab 6A B*jingan Kau, Bang!

Author: Herlina Teddy
last update Last Updated: 2023-03-10 13:18:29

Bab 6A

Ponsel yang diletakkan di meja balkon berdering saat ia belum puas menyaksikan keindahan malam yang dilihat dari balkon lantai lima belas. Wanita yang sudah siap dengan pakaian dinas malam nan hitam itu meraih benda yang minta disahuti. Nama Jihan tertera di sana.

Ponsel yang diletakkan di meja balkon berdering saat ia belum puas mengenang kisah lalu tentang pria brengsek tersebut. Gara-gara hal itu pula, mood untuk menyaksikan keindahan malam yang dilihat dari balkon lantai lima belas, pun lenyap. Wanita yang sudah siap dengan pakaian dinas malam nan hitam itu meraih benda yang minta disahuti. Nama Jihan tertera di sana.

Sebisa mungkin Gian tampak biasa, meski dadanya sempat berdebar karena dikira Emma yang menelepon atau Darren yang sudah berdiri di depan pintu unitnya.

"Kamu, kok, belum tidur, Han?"

"Ini baru selesai belajar, Kak. Tadi pagi sampai siang bantu Ibu bikin kue pesanan Emak Ijah. Lumayan, buat hajatan besok katanya."

Bibir Gian melengkung mendengar suara lembut Jihan. Rasa kangen menghampiri dada, sudah satu bulan lebih tidak pulang ke Karawang karena salah satu syarat dari perjanjian tersebut. Ia tak boleh sembarangan pulang ke kotanya dan Gian harus mematuhinya.

"Ibu tidak boleh kecapean, kamu tahu, kan?" timpal Gian mengingatkan.

"Iya, aku tahu, Kak. Makanya nih, aku bantuin. Sekarang Ibu sudah tidur. Aku juga nggak mau kejadian yang lalu terjadi lagi."

"Masih muntah-muntah?"

"Seminggu ini terpantau aman. Kata bidan, Ibu hanya masuk angin dan kelelahan."

Di kampung, mereka memang terbiasa menggunakan jasa bidan setempat untuk berobat. Selain murah, jarak rumah ke rumah sakit sangatlah jauh. Mereka tak punya kendaraan. Menurutnya, sewa mobil merupakan beban biaya tambahan buat mereka.

"Kontrol diabet ibu juga, Han. Obatnya masih ada, kan? Jangan bolong-bolong minumnya. Aku tak mau dengar karena mau hemat, ibu jadi tak mau rutin minum obat itu. Bilang sama ibu, masalah biaya obat, Kakak sudah siapin. Jadi, ibu tetap harus konsumsi sesuai anjuran dokter. Jangan dikorting hanya setengah dosis minumnya. Paham, Han?"

"Ya, Kak."

Meski tak melihat wajahnya, Gian tahu Jihan sedang mengangguk pelan. Gadis itu memang lembut hati dan penurut. Itu sebabnya dia menyayanginya meski mereka bukan saudara kandung.

"Kemarin ada dua orang datang ke rumah menanyakan tentang Kakak."

"Siapa?"

"Aku sulit menandai wajahnya karena mereka mengenakan masker. Alasannya flu, jadi mereka takut kita ketularan." Jihan menjelaskan.

"Laki-laki atau perempuan?"

"Dua laki-laki, Kak. Mereka menanyakan keberadaan Kakak. Mereka juga tanya, apa Kakak keluarga kandung kami?"

"Terus?"

"Ya, Ibu bilang Kakak anak kandung Ibu. Terus, ibu tidak memberitahu mereka keberadaan Kakak. Ibu hanya bilang kalau Kakak tidak ada di rumah. Itu saja. Karena saat mereka mau bertanya lebih, Ibu sudah menyudahi karena mau sibuk mengerjakan pesanan."

Giandra bergeming sekaligus penasaran apa motif mereka mencari tahu tentang dirinya. Selama delapan tahun tinggal bersama keluarga baru itu, belum ada yang mengusik hidup selain masalah Hardi. Ah, jika ingat pria itu, kepalanya kembali berdenyut nyeri lantaran kekesalan muncul lagi mencapai ke ubun-ubun.

Hardi.

Ke mana dia melarikan diri? Tahukah Abang itu jika dirinya kini sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang oleh aparat kepolisian sebagai pelaku kriminal.

Dia harus bertanggungjawab dengan apa yang sudah dia lakukan malam itu.

"Dasar bajin*an kau, Bang. Apa yang kau lakukan sudah kelewat batas. Aku tak mau membantumu. Biar saja kau membusuk di penjara."

Malam itu, habis sudah kesabaran Gian melihat kelakuan abangnya yang tak bisa diampuni. Dia terkena kasus pembunuhan tak berencana bersama kedua temannya saat selesai bersenang-senang malam itu. Suami dari wanita yang menemaninya datang dan menghajarnya sebab dikira Hardi adalah pebinor. Perseteruan mereka diakhiri dengan adu otot dan tak sengaja Hardi mengambil pecahan kaca dan membunuh lelaki tersebut.

"Bu, tolong aku, Bu! Aku tidak sengaja. Aku khilaf."

"Kau bukan khilaf, kau mabuk waktu itu, kan? Itulah karma yang harus kau terima. Jangan usik ibu dan kami. Pergilah menyerah diri, polisi sudah mengejar dan pasti akan mendapatkanmu sekalipun kau berniat melarikan diri."

"Tidak, Bu. Tolong aku! Bantu aku. Bayar saja dendanya, aku akan keluar dari penjara lebih cepat. Aku tak mau di penjara, Bu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
D'naya
Abangnya bikin geregetan nih
goodnovel comment avatar
D Lista
kasian gian
goodnovel comment avatar
Silver Girl
Abang tak punya hati
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Madu untuk (Mantan) Tunanganku   Bab 42D I Promise You

    Gian menghentakkan tangan Darren yang menggenggam tangannya saat mereka sudah menginjak lantai kantor."Kenapa?" Tanpa melepasnya, dia menoleh ke arah Gian sambil terus berjalan menuju lift."Nggak enak dilihat anak-anak. Aku jadi grogi."Tersenyum lebar, Darren malah mengganti posisi tangan, merangkul bahu wanita yang jalan bersisian dengannya."Mas!" Mata Gian semakin melotot."Kamu istri sah sekarang. Kenapa malu? Ini kamu lihat apa yang aku bawa?"Gian menggeserkan bola mata menuju ke arah tangan yang memegang setumpuk kartu undangan. Dia mengerutkan kening lalu mendongak kepala mencari jawaban."Karyawan di sini harus kenal dengan nyonya Lesmana yang baru dan aku akan mengundang mereka semua.""What?"Tanpa memberi kesempatan Gian melayangkan protes, Darren membawanya masuk ke dalam lift bersama karyawan lain yang menyembunyikan rasa ingin tahu. Darren tampak tak peduli sedangkan Gian ber

  • Madu untuk (Mantan) Tunanganku   Bab 42C Keputusan Emma

    Pria itu Agung Wirawan yang kebetulan bertemu dengan Lidya di London dan berkenalan. Sudah lama dia tak pulang ke Indonesia sampai akhirnya dia menemukan flash disk rekaman CCTV. Entah siapa yang memindahkan rekaman itu ke dalam flash disk yang tak sengaja dia temukan di meja kerja sang papa.Di sana terlihat jelas Puspa memasukkan sesuatu ke dalam minuman si suami di dapur. Lalu, tak lama pria itu mendatangi meja makan dan meminumnya setelah disuguhkan Puspa. Hanya butuh sepuluh detik, papa Agung kejang dan mengeluarkan buih dari mulutnya. Sementara Puspa melipat tangan ke depan dada dan tak terlihat panik sama sekali. Sampai akhirnya, tubuh suaminya lemas dan melosot ke lantai."Mama membunuh papa?"Setelah menyaksikan sepotong cuplikan di layar laptop, mulut Emma membeo dengan pelan."Jangan panggil dia Mama. Dia bukan mama kita. Mama kita sudah tenang di surga. Wanita keji itu tak lain adalah seekor binatang yang kejam. Demi menguasai semua ha

  • Madu untuk (Mantan) Tunanganku   Bab 42B Kakak Emma

    "Jangan bunuh anakku! Pergi kalian! Pergi!"Suara keras memenuhi ruangan 3x3 meter. Dengan tangan yang terikat, terselip di baju khusus rumah sakit jiwa, Puspa meronta. Terkadang dia tertawa tak jelas ketika melihat sesuatu yang lucu baginya."Apa lihat-lihat? Belum pernah lihat wanita kaya dan cantik seperti aku?" Tawa di akhir kalimat itu membuat bulu kuduk Gian dan Emma merinding. Mereka tak diperbolehkan masuk karena khawatir Puspa akan melukai dan bertindak kasar. Mereka berdiri di depan pintu dengan jendela kaca di tengahnya. Hanya dengan cara ini, mereka bisa melihat wanita yang sudah divonis menderita gangguan jiwa oleh dokter.Seminggu lalu, saat melihat darah mengalir keluar dari perut Irvan, Puspa merasa sangat menyesal. Tidak sengaja telah menghilangkan nyawa darah dagingnya sendiri. Tak lama kejadian itu, beberapa polisi serta Darren masuk ke dalam ruang yang beraroma amis dan tak menemukan Gian.Emma. Wanita itu duduk sambi

  • Madu untuk (Mantan) Tunanganku   Bab 42A Ajukan Banding

    Mendengar kabar duka itu, Gian sangat terpukul. Dia tak menyangka bayi dalam perutnya tidak bisa bertahan sampai dia dilahirkan. Namun, dia tahu rasa nyeri di perut semalaman itu sudah memberi isyarat bahwa kondisi si janin sedang tidak baik-baik saja. Tidak ada yang bisa disesali, bukan kesalahan Darren karena terlambat datang menolongnya. Keesokkan harinya, Gian terpaksa menjalankan tindakan kuret yang ditemani Darren. Dokter mengizinkan lantaran wanita itu butuh pendamping yang menguatkannya. Dia bisa tiba-tiba menangis jika mengingat sesuatu hal sedih yang baru terjadi. Suasana hatinya tak menentu dan belum stabil.***"Bagaimana akhirnya Mas bisa menemukan aku di kota itu?"Setelah seminggu keadaannya sudah stabil, Gian memberanikan diri untuk bertanya hal yang ingin diketahui. Dia sudah bisa menerima apapun yang telah menimpa pada calon bayinya. Ikhlas dan pasrah."Selama ini diam-diam aku menautkan GPS di ponselmu dan aku bisa lel

  • Madu untuk (Mantan) Tunanganku   Bab 41C Sadarkan Diri

    Namun jika dipikir kembali, Gian bisa mengambil semua hikmah yang terjadi. Dengan semua rangkaian permasalahan yang rumit itu, dia bisa kembali ke kehidupan masa lalunya. Bertemu Darren dan menjadi istrinya yang memang tak disengaja. Benar kata orang, skenario Tuhan tidak ada yang tahu bagaimana ending-nya. Akan tetapi dia percaya, semua akan indah pada waktunya.Entah apa yang dijawab Hardi, Gian tak bisa mendengarkannya. Nyeri menjalar di seluruh kepala ketika dia berhasil mengingat kejadian demi kejadian. Menutup mata, dia larut dalam mimpi. Lelah hati dan fisik membuatnya hanya bisa pasrah apa yang akan terjadi selanjutnya. Haus, lapar, sakit di sekujur tubuhnya bergabung menjadi satu paket. Deru napasnya terlihat berirama dan kesadaran itu menghilang.***"Sayang, kamu bisa mendengarkan aku? Bagaimana kabarmu? Apakah kamu membaik?"Perlahan, orang yang dipanggil membuka mata dengan mengerjapkan berkali-kali. Aroma obat khas rumah sakit menero

  • Madu untuk (Mantan) Tunanganku   Bab 41B Makasih, Bang

    Kebetulan tadi di jam saat Puspa, Irvan dan Emma mau mengunjungi Gian, Hardi dan Jaka yang bertugas. Di dalam sana, dia melihat Gian terikat tali dan berniat melepaskannya jika ada kesempatan yang tepat. Tak lama, dia merasa alam telah merestui hajatnya. Aksi rebutan senjata tadi benar-benar memuluskan niatnya."Gian, ayo turun!"Pandangan Gian mengedar sekeliling dan tak tahu ada di mana. Tadi sepanjang perjalanan, dia menumpang tidur di punggung pria yang sudah lama dia cari. Akhirnya ketemu di tempat dan waktu yang sangat menegangkan. Hardi kembali menuntunnya masuk ke sebuah rumah kosong. Entah rumah siapa, dia tak tahu. Sedikit kotor dan gelap."Aku haus, Bang. Aku mau minum."Hardi meneliti wajah Gian yang semakin pucat, lalu mengedar sekililing ruangan."Abang nggak punya makanan dan minuman, Gi. Kamu sabar, ya. Setidaknya kamu di sini sudah aman. Kita tunggu sampe subuh. Kalau memungkinkan, Abang akan cari warung terdek

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status