Share

Bab 4. Pergi Tanpa Pamit

La Rossa menatap lekat kedalam retina pria bertopeng itu, sorot matanya mengingatkan kepada seseorang yang La Rossa kenal tapi entah siapa?. Ia berusaha mengingat orang itu tapi La Rossa sama sekali tidak menemukan dalam memorinya.

La Rossa ingat jika sorot mata itu juga sama persis dengan milik Gilbert sang target yang gagal ia bunuh. Taoi Gilbert hanya memiliki satu bola mata, sementara pria bertopeng yaang ada dihadapannya memiliki dua bola mata. '

Apa mereka satu orang yang sama atau mereka dua orang yang berbeda namun memiliki sorot mata yang sama? Tapi rasanya tidak mungkin dua orang yang berbeda memiliki sorot mata yang begitu sama persis.' batin La Rossa dalam hatinya.

Tatapan mata La Rossa bertemu dengan pria bertopeng, ia menampakkan sorot mata yang teduh dan menenangkan. Tapi sedetik kemudian ia merubah tampilannya dengan menampakan sorot mata yang dingin dan kejam. La Rossa merasa bingung dengan keadaan ini, bagaimana bisa ia merubah tampilan hanya dalam hitungan detik saja.

La Rossa yang sudah berkecimpung didunia gelap baru menemui situasi seperti ini. Selama ia menjadi pembunuh bayaran belum pernah melihat seseorang yang seperti pria bertopeng, yang memiliki akting yang luar biasa bagus. La Rossa kembali membatin dalam hatinya, 'apa ia Gilbert? Tapi rasanya tak mungkin, Gilbert tak memiliki bola mata disebelah kanannya, sedangkan ia memiliki dua bola mata yang begitu sempurna.'

Lucas yang melihat interaksi keduanya memutuskan untuk pergi dari kamar itu, ia merasa seperti hantu yang tak terlihat, karena diabaikan oleh kedua orang yang ada dihadapannya.

"Ehmm ...," Lucas berdehem "aku akan pergi sekarang, jika kamu membutuhkan sesuatu atau ada sesuatu hubungi saja Dokter Harun, aku juga mengutus Suster Rita untuk menjaga dan merawatmu," ucap Lucas pada La Rossa yang dijawab dengan anggukan kepala.

Pria bertopeng itu membalikan badannya menghadap ke arah Lucas, ia menatap Lucas dan menganggukan kepalanya. Lucas hanya tersenyum kecut menanggapi sikap pria bertopeng itu.

"Tidak bisakah kamu mengucapkan terimakasih padaku karena sudah menyelamatkan orang yang ada didalam hatimu?" bisik Lucas didekat telinga pria bertopeng itu.

Pria bertopeng itu tidak mengatakan apa pun, ia menampakan sorot mata yang dingin dan datar, ekspresi wajahnya tidak dapat Lucas lihat karena tertutup oleh topeng.

"Ya ... ya ... ya ..., aku tahu kamu enggan untuk mengatakan itu, tapi aku tahu kamu ," ucap Lucas lalu ia pun pergi meninggalkan pria bertopeng dan La Rossa berdua saja didalam kamar VVIP itu.

"Kemana ia akan pergi? Kenapa ia menitipkanku pada Dokter yang lain?" tanya La Rossa.

"Ia akan ke Amerika menemui keluarganya," jawab pria bertopeng singkat.

Pria bertopeng itu menggeser kursi yang ada disamping ranjang, ia kemudian mendaratkan pantannya dikursi itu. Pria bertopeng itu menatap La Rossa tanpa bersuara.

"Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya La Rosa.

"Tidak apa-apa," jawab pria bertopeng.

"Apa kamu yang sudah menyelamatkanku?" kembali La Rossa bertanya pada pria bertopeng itu.

Pria bertopeng itu tidak mengatakan apa pun, ia malah mengalihkan pembicaraan.

"Apa lukamu masih terasa sakit?" tanya pria bertopeng dengan menampilkan sorot mata yang datar dan dingin, begitu pun nada suaranya.

"Huum, sedikit," jawab La Rossa.

"Apa yang terjadi? Kenapa ada racun dalam aliran darahmu?" tanya pria bertopeng.

"Aku juga tidak tahu, mungkin orang itu mengolesi pisau itu dengan racun sebelum menusukannya padaku," jawab La Rossa yang hanya menerka-nerka saja apa yang terjadi padanya.

"Jika itu orang lain mungkin ia sudah meninggal saat itu juga, tapi berbeda denganmu apa yang membuatmu bisa bertahan dari racun itu?" kembali pria bertopeng menanyakan prihal racun yang ada didalam tunuh La Rossa.

"Aku juga tidak tahu," jawab La Rossa jujur apa adanya.

Ia sendiri juga merasa heran bagaimana bisa ia mampu melawan racun yang ada dalam tubuhnya dan hampir memenuhi aliran darahnya. La Rossa terus berpikir kedua alisnya saling bertautan.

"Apa karena itu?" lirih La Rossa ragu.

"Karena apa?" tanya pria bertopeng penasaran.

La Rossa kaget ternyata pendengaran pria bertopeng itu begitu tajam. Padahal ia hanya berkata dengan sangat lirih saja, namun sanggup didengar oleh pria bertopeng itu.

"Tidak ada," jawab La Rossa.

"Katakan saja," desak pria bertopeng itu.

"Sungguh aku tidak tahu, itu hanya pradugaku saja," jawab La Rossa.

Pria bertopeng itu nampak kecewa dengan jawaban yang La Rossa berikan, ia berharap La Rossa akan menceritakan semua padanya, tapi La Rossa masih berusaha menutupi semua darinya.

Pria bertopeng itu ingin La Rossa menaruh rasa percaya padanya, ia ingin menjadi orang yang terus berada dekat dengannya. Tapi rupanya La Rossa masih butuh waktu untuk itu.

Melihat La Rossa memejamkan matanya, pria bertopeng itu menarik selimut La Rossa dan membenahinya. Ia menatap lekat wajah La Rossa lalu tersenyum samar. Ia menemani La Rossa hingga tertidur pulas lalu beranjak pergi meninggalkan La Rossa sendirian dalam kamar VVIP itu.

Keesokan harinya, La Rossa terbangun ia mengucek kedua matanya dan mengedarkan pandangannya kesegala arah, ia mencari pria bertopeng tapi tidak menemukan dalam ruangan itu, yang ia temukan justru sosok seorang perawat yang tengah meringkuk diatas sofa yang ada dalam kamar VVIP itu.

La Rossa berusaha bangun dan turun dari ranjang brangkar, karena tubuhnya yang masih sangat lemah ia pun terjatuh dan suara gedebum itu telah membangunkan perawat yang sedang tidur.

"Nona! Maafkan saya yang telah lalai menjaga Nona," ucap perawat yang memiliki nama Rita Permata Sari yang namanya ia sematkan didada atas sebelah kanan. Ia berlari ke arah La Rossa dan membantunya untuk berdiri.

"Bantu aku ke kamar mandi," pinta La Rossa.

Rita memapah La Rossa menuju ke kamar mandi, dan La Rossa memintanya untuk menunggunya diluar. Lalu La Rossa keluar setelah ia menunaikan panggilan alamnya.

Rita kembali memapah La Rossa dan membantunya naik keatas brangkar, La Rossa tidak mau berbaring ia ingin duduk saja. Rita pun membantu La Rossa duduk dengan memberikan sandaran bantal yang ia tumpuk dibelakang punggungnya agar La Rossa merasa nyaman.

"Apa sudah merasa nyaman Nona?" tanya Rita pada La Rossa.

"Ya cukup," jawab La Rossa.

"Sudah berapa lama kamu menjadi perawat?" tanya La Rossa.

"Baru lima tahun Nona," jawab Rita.

Suara perut La Rossa berbunyi kerucuk sebagai tanda kalau cacing-cacing yang ada didalam perutnya sudah bernyanyi minta diisi.

"Apa Nona lapar?" tanya Rita. La Rossa menganggukan kepalanya.

Rita pergi keluar meninggalkan La Rossa sendirian untuk mengambil makanan, saat itulah La Rossa mencabut jarum infus yang tersemat dipunggung tangannya dan darah segar pun muncrat menodai sprai putih. Darah segar mengucur dari punggung tangan La Rossa, ia merobek selimut yang sedang ia kenakan dan menggunakannya untuk membalut lukanya.

La Rossa turun dari ranjang, ia berjalan keluar meninggalkan kamar VVIP Rumah Sakit.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status