Share

Provokasi Greta

Author: Erna Azura
last update Last Updated: 2025-07-15 19:49:46

Pantri di ujung koridor R&D sunyi. Hanya suara gemercik air dari dispenser dan aroma kopi bubuk yang baru dibuka.

Aurelie berdiri membelakangi pintu. Kedua tangannya sibuk mengaduk susu ke dalam cangkir. Ia butuh sesuatu yang manis. Butuh apapun yang bisa menahan detak jantungnya yang kacau. Tapi tangan kanannya bergetar. Sendok logam di jarinya berderak pelan pada dinding keramik.

Lalu suara langkah itu datang seperti denting jam kematian.

Greta.

Masuk dengan napas tenang, seolah tadi tidak baru saja meledakkan sebuah granat di tengah tim R&D.

Aurelie yang terkejut dengan kehadiran Greta tanpa sengaja menjatuhkan sendok ke lantai.

“Sendoknya jatuh,” ujar Greta santai, menyenggol pintu pantri dengan bahunya agar menutup sempurna. “Sepertinya kamu butuh ganti yang baru.”

Aurelie mengembalikan tatapannya ke depan, tidak menimpali.

“Cari apa di sini? Shaquelle ada di ruang meeting.” Aurelie menghadapkan tubuhnya menatap Greta setelah memungut puing-puing keberaniannya yang bercec
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Magang Di Pelukan CEO   Bukan Dipaksa Untuk Sempurna

    Siang itu langit Frankfurt mendung, tapi tidak menurunkan hujan. Awan bergelantung seperti luka yang tak lekas reda, menyimpan sesuatu yang berat dan belum selesai.Aurelie menapaki lorong terminal kedatangan dengan koper besar di tangan kirinya dan tas ransel di bahu. Sweater putih gading membalut tubuhnya yang tampak lebih kurus dari sebulan lalu. Tak ada senyum, tak ada semangat. Tapi ada kelegaan yang samar. Seperti seorang yang berhasil keluar dari gedung terbakar meski membawa luka bakar di dada.Pandangan matanya menyapu ke sekeliling. Ia mencari wajah yang dikenalnya—Oma, Opa, atau siapa pun yang bisa memeluknya dan berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja.Tapi yang mendekat malah sosok pria jangkung dengan coat camel yang elegan, sepatu kulit bersih, dan rambut cokelat tua yang sedikit berantakan karena angin musim semi. Senyumnya langsung terlihat saat melihat Aurel.“Hallo… Aurelie, kan?”Aurel berhenti. Alisnya bertaut.“Iya… kamu siapa ya?”Pria itu mengulurkan t

  • Magang Di Pelukan CEO   Layak Diberi Kesempatan

    Pukul 21.03 malam.Jakarta masih sibuk, lampu-lampu gedung belum redup. Tapi di Penthouse lantai 59 milik Shaquelle Folke, suasananya seperti reruntuhan setelah badai.Shaquelle baru saja pulang kerja. Dasi dilepas, jas dilempar ke sofa dan laptop masih menyala di meja makan. Tapi tidak ada kopi, tidak ada musik. Hanya keheningan dan satu kalimat yang terus berputar di kepalanya: “Aurel sudah pergi karena kamu.”Dia berjalan pelan ke balkon, memandangi langit malam yang berawan, lalu kembali masuk dengan langkah lesu. Baru saja ia duduk di sofa, ponselnya bergetar.MAMA KEJORAVideo Call IncomingShaquelle menatap layar itu sejenak. Hatinya langsung menghangat.Dia memang sedang membutuhkan mama Kejora saat ini.Tanpa tahu maksud dan tujuan sang mama sebenarnya menghubungi dalam panggilan video.Tanpa pikir panjang, Shaquelle menggeser icon gagang telepon berwarna hijau.Layar menampilkan wajah cantik mama Kejora, wajah tenang dengan kerutan bijak yang tak bisa menyembunyika

  • Magang Di Pelukan CEO   Harus Dibenahi

    Restoran mewah itu cukup sibuk saat Tante Zara dan mami Nadira duduk berhadapan, saling tatap dengan benak mereka yang ramai oleh Shaquelle dan Aurelie.Mereka hanya terhalang meja kayu gelap dan tirai tipis meneduhkan jingga sore dari balik kaca.Suara denting gelas dan langkah pelayan sesekali mengisi keheningan mereka namun tidak dihiraukan.Tante Zara memulai dengan suara rendah.“Nad, Shaqulle udah cerita semuanya ke aku kemarin—tentang rekaman, Greta, dan pengakuannya. Dia benar-benar menyesal.”Mami Nadira mengangguk, menyesap teh hangatnya. “Aku percaya. Tapi ada satu hal yang belum dia sadari .…”Zara mengerutkan alis. “Maksud kamu?”Nadira menarik napas dalam-dalam. “Aurel … dia sudah lebih jauh berhubungan dengan Shaquelle … Shaquelle bukan sekedar cinta pertama bagi Aurel, tapi yang pertama… yang merenggut kehormatannya.”Kata-kata itu menghentak. Zara menatap Nadira tajam. “Yang benar saja?”“Aurel sangat mencintai Shaquelle, dia mepercayainya sampai dia rela men

  • Magang Di Pelukan CEO   Penjelasan

    Lorong rumah sakit sore itu kembali lengang, seperti menyimpan sisa-sisa kegetiran pagi yang belum benar-benar menguap.Shaquelle berdiri di depan ruang kerja mami Nadira lagi, dengan mata menyapu kanan kiri—tapi kali ini tidak ada tanda-tanda wanita itu akan menemuinya. Pintu tertutup rapat.“Ada yang bisa dibantu, Pak?” Seorang perawat cantik tapi masih jauh lebih cantik Aurelie menyapanya.“Dokter Nadira ada? Saya bukan pasien tapi ingin bicara dengan beliau.” “Maaf, Pak. Dokter Nadira sedang di ruang tindakan, mungkin sampai malam.”“Jam berapa selesainya?” Shaquelle memaksa.Sang perawat menggeleng dengan ekspresi penuh penyesalan. “Enggak bisa dipastikan, Pak.”Shaquelle mengembuskan nafas panjang.Ia menoleh ke kanan, sejenak ragu, sebelum matanya menangkap sosok yang tak asing keluar dari ruang rapat direktur. Rambut sanggul, scarf Hermes melingkar santai di leher.“Tante Zara!” serunya.“Shaquelle? Kamu ngapain di sini? Tumben enggak naik helikopter,” jawabnya deng

  • Magang Di Pelukan CEO   Frustrasi mencari Aurelie

    Embun belum benar-benar menguap dari kaca jendela mobil hitam yang melaju cepat ke arah Selatan Jakarta. Shaquelle duduk di balik kemudi sendiri, wajahnya tegang, mata menatap jalan tanpa berkedip.Tadi malam, dia tak bisa tidur. Suara mami Nadira bergema terus-menerus di kepala, “Kalau kamu benar-benar cinta, kamu tahu kadang membiarkan seseorang sembuh … lebih penting daripada menjelaskan kenapa kamu melukainya.”Tapi pagi ini, naluri mengalahkan logika.Dia tak bisa lagi menunggu. Tak bisa diam. Dia harus bicara. Harus bertemu. Hari ini. Sekarang.Mobilnya berhenti tepat di depan pagar rumah Aurelie. Dan seolah semesta sedang bermain-main, pada saat yang sama, mobil putih milik mami Nadira baru saja bergerak keluar.Shaquelle bersembunyi dengan menurunkan sandaran jok berharap mami Nadira tidak menyadari keberadaannya.Setelah mobil mami Nadira menghilang di belokan, Shaquelle buru-buru keluar. Dia membuka pagar kecil di samping rumah, masuk ke halaman seperti orang yang seda

  • Magang Di Pelukan CEO   Entah Kapan Dia Akan Kembali

    Pagi itu, rumah terasa lebih hening dari biasanya. Burung-burung masih berkicau di luar jendela, tapi tak satu pun dari suaranya bisa menembus lapisan berat di dada Aurelie.Di meja makan, sarapan sederhana sudah terhidang, ada roti panggang, telur rebus, dan susu coklat hangat. Tapi tak ada yang menyentuhnya.Mami Nadira duduk diam, mencoba menyembunyikan air matanya dengan sibuk mengoleskan mentega ke roti, meski tangan gemetar halus.Aurelie berdiri di ambang pintu dapur, jaket jeans terlipat di lengan, koper kecil di sisi tubuhnya.“Mi … aku berangkat ya,” ucapnya pelan, seperti takut menyentuh luka sendiri.Nadira hanya menoleh. Senyumnya tipis, tapi matanya merah. Ia bangkit lalu memeluk Aurelie erat—erat sekali. Tak banyak kata.“Kalau kamu sampai sana … langsung kabari Mami. Dan kalau mulai merasa terlalu sepi … ingat, pintu rumah ini selalu terbuka untuk kamu.”Aurelie mengangguk di pelukannya. “Iya, Mi.”“Sarapan dulu ya sayang ….” Mami Nadira menggeser piring berisi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status