Beranda / Romansa / Magang di hati CEO tampan / Bab 73 - Jalan Pulang Menuju Hati

Share

Bab 73 - Jalan Pulang Menuju Hati

Penulis: Dacep
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-03 23:29:42

Beberapa hari terakhir di Garut berjalan seperti jeda bagi Alya—sunyi tapi berdenyut. Ia bangun pagi dengan suara ayam jantan, sarapan bubur buatan ibunya, dan menatap langit yang jernih dari jendela kamarnya. Tapi di balik semua itu, ada keresahan yang terus menggantung.

Setiap kali ponsel bergetar, hatinya mencelos. Setiap suara mobil di kejauhan membuatnya diam dan menunggu. Tapi Arka belum juga muncul.

Ia duduk di beranda sore itu, mengaduk teh yang sudah tak lagi panas. Di sebelahnya, Bu Aminah menyiram pot bunga yang daun-daunnya mulai rimbun.

“Masih belum ada kabar?” tanya ibunya sambil melirik sekilas.

Alya menggeleng, pelan. “Mungkin dia sibuk,” jawabnya, tapi suaranya terdengar seperti meyakinkan diri sendiri.

Bu Aminah menarik napas panjang, lalu duduk di sampingnya. “Nak,” katanya pelan. “Ibu pernah lihat pria itu waktu dia datang kemarin. Dia mungkin punya banyak dosa, tapi matanya waktu bicara soal kamu… nggak bisa bohong.”

Alya menoleh, sedikit terkejut mendengar ibunya
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Magang di hati CEO tampan    Epilog - Langit yang Sama

    Lima Tahun Kemudian…Angin sejuk khas pegunungan Garut berdesir pelan, menerbangkan beberapa helai daun kering di halaman sebuah rumah yang asri. Rumah itu tidak semegah apartemen di atas awan, juga tidak sekecil rumah masa kecil Alya. Rumah itu pas. Dengan halaman rumput yang luas, beberapa pohon buah, dan sebuah ayunan kayu sederhana di bawah pohon mangga yang rindang.Di atas ayunan itu, duduk seorang wanita yang tengah tertawa lepas. Itu Alya. Wajahnya tidak lagi menyiratkan ketakutan atau kesedihan. Yang ada hanyalah raut kebahagiaan yang matang dan ketenangan yang dalam.“Bara, jangan lari-lari terus, Nak! Nanti jatuh!” serunya sambil tertawa.Seorang anak laki-laki berusia sekitar empat tahun, dengan rambut hitam tebal seperti ayahnya dan mata berbinar seperti ibunya, berlari kencang di atas rumput, mengejar seekor kupu-kupu. Ia adalah Bara Arroihan, buah hati dari Alya dan Arka.“Bunda, lihat! Bara bisa terbang kayak kupu-kupu!” teriaknya riang.Tak lama kemudian, sebuah mobil

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 77 - Awal dari kata "kita"

    Syukuran kecil itu berakhir saat senja mulai turun. Para tetangga dan kerabat telah pulang, meninggalkan rumah kecil Alya yang kini terasa hangat dan penuh dengan sisa-sisa kebahagiaan. Aroma masakan Bu Aminah masih tercium, bercampur dengan wangi bunga melati dari hiasan pelaminan.Di beranda belakang, empat orang duduk menikmati teh hangat sambil menatap langit Garut yang mulai dihiasi bintang. Alya, Arka, Bu Aminah, dan Nindya. Keheningan di antara mereka adalah keheningan yang nyaman, diisi oleh rasa lelah dan kelegaan.“Gila, gue nggak pernah lihat Pak Darto makan tumpeng sebanyak tadi,” celetuk Nindya, memecah keheningan dan membuat semua orang tertawa. “Kayaknya dia seneng banget akhirnya Alya ada yang punya.”“Bukan cuma Pak Darto, seisi kampung juga ikut senang,” sahut Bu Aminah sambil tersenyum. Matanya menatap Alya dan Arka bergantian. “Jaga putri Ibu baik-baik, Nak Arka.”“Pasti, Bu,” jawab Arka mantap, tangannya tanpa sadar terulur dan menggenggam tangan Alya di atas meja

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 76 - Sah

    “Sudah waktunya, Nduk.”Suara lembut Bu Aminah menyentak Alya dari lamunannya. Di dalam kamar yang kini penuh sesak oleh kehangatan dari ibu dan sahabatnya, Alya menarik napas dalam-dalam. Jantungnya berdebar kencang, tapi kali ini bukan karena takut. Ini adalah debaran antisipasi yang manis.“Awas lho, jangan pingsan pas ijab kabul. Nggak lucu kalau pengantinnya digotong ke pelaminan,” canda Nindya, mencoba mencairkan suasana haru.Alya tertawa pelan. “Doain aja, ya.”Bu Aminah merapikan juntaian kerudung di kepala Alya, matanya berkaca-kaca. “Mulai hari ini, surgamu ada pada suamimu, Nak. Jadilah istri yang baik dan salehah. Ibu selalu mendoakan kebahagiaanmu.”Dengan diapit oleh ibunya di satu sisi dan Nindya di sisi lain, Alya melangkah keluar dari kamar.Halaman depan rumahnya yang sederhana telah disulap menjadi sebuah pelaminan kecil yang indah. Tenda putih yang dihiasi untaian melati dan bunga sedap malam menciptakan suasana yang khidmat. Para tetangga dan beberapa kerabat dek

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 75 - Seminggu menuju "sah"

    Usulan Arka membuat suasana mendadak hening. Alya dan Bu Aminah saling pandang, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar.“Minggu depan?” ulang Bu Aminah, suaranya meninggi. “Kamu pikir nikah itu kayak beli tempe di pasar, Nak Arka? Banyak yang harus disiapkan, lho! KUA, penghulu, undangan, masakan buat syukuran…”Arka tidak tampak goyah. Ia tersenyum—bukan senyum angkuh seperti dulu, tapi tenang dan meyakinkan.“Serahkan semua pada saya, Bu. Saya biasa mengatur proyek besar dalam waktu sempit. Yang ini… jauh lebih penting.”Dan ia membuktikan kata-katanya.Keesokan paginya, ponselnya nyaris tak berhenti berdering. Ia duduk di teras rumah Alya yang disulap jadi ‘markas besar pernikahan darurat’, memberi arahan sambil mencoret-coret agenda kecil.Bukan perintah keras, tapi koordinasi efisien. Ia bahkan menerbangkan tim kecil dari EO kepercayaannya di Jakarta. Tapi pesan utama dari Arka jelas:“Acara ini harus sederhana, penuh rasa, dan sesuai tradisi desa. Ibu Aminah

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 74 - Ya

    Pertanyaan Arka masih menggantung di udara yang mulai gelap.“Maukah kamu… memulai segalanya dari awal denganku?”Alya memandang pria di hadapannya. Dulu, ia datang dengan jas mahal dan suara yang selalu terdengar seperti perintah. Kini, Arka berdiri hanya dengan kemeja flanel lusuh, membawa sebuah permohonan, bukan tuntutan. Tak ada lagi amarah, tak ada lagi gengsi. Hanya tatapan takut—takut ditolak oleh perempuan yang telah ia lukai terlalu dalam.Hati Alya bergemuruh. Rasa takut masih tinggal, meski tak seganas dulu. Ia ingat malam-malam yang membuatnya ingin menghilang, ingat bagaimana suara Arka pernah terdengar seperti badai. Tapi ia juga mengingat saat Arka menggenggam tangannya waktu ia gemetar karena nyeri, bagaimana pria itu memasak telur dadar gosong dan bilang itu “resep khusus rumah sakit darurat.”Ia menoleh ke arah ibunya yang berdiri di ambang pintu, menatap mereka tanpa berkata apa-apa. Lalu tangannya turun ke perutnya. Janin yang mulai tumbuh itu diam, tapi kehadiran

  • Magang di hati CEO tampan    Bab 73 - Jalan Pulang Menuju Hati

    Beberapa hari terakhir di Garut berjalan seperti jeda bagi Alya—sunyi tapi berdenyut. Ia bangun pagi dengan suara ayam jantan, sarapan bubur buatan ibunya, dan menatap langit yang jernih dari jendela kamarnya. Tapi di balik semua itu, ada keresahan yang terus menggantung.Setiap kali ponsel bergetar, hatinya mencelos. Setiap suara mobil di kejauhan membuatnya diam dan menunggu. Tapi Arka belum juga muncul.Ia duduk di beranda sore itu, mengaduk teh yang sudah tak lagi panas. Di sebelahnya, Bu Aminah menyiram pot bunga yang daun-daunnya mulai rimbun.“Masih belum ada kabar?” tanya ibunya sambil melirik sekilas.Alya menggeleng, pelan. “Mungkin dia sibuk,” jawabnya, tapi suaranya terdengar seperti meyakinkan diri sendiri.Bu Aminah menarik napas panjang, lalu duduk di sampingnya. “Nak,” katanya pelan. “Ibu pernah lihat pria itu waktu dia datang kemarin. Dia mungkin punya banyak dosa, tapi matanya waktu bicara soal kamu… nggak bisa bohong.”Alya menoleh, sedikit terkejut mendengar ibunya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status