Seorang gadis berjalan dengan langkah gontai menaiki barisan anak tangga di depannya. Perlahan namun pasti dia terus melangkah, walaupun ingin rasanya dia memiliki kekuatan teleportasi agar dia bisa langsung berada di kamarnya tanpa perlu repot berjalan menaiki barisan anak tangga itu.
Di tengah perjuangannya menaiki anak tangga, suara seorang laki-laki menghentikan langkahnya. Suara itu sangat familiar baginya.
"Kannanya, kaukah itu? Kenapa kau baru pulang? Kenapa kau terlihat sangat lelah? Apa kau sudah menyelesaikan ...," tanya pria itu yang tidak lain adalah ayahnya
Gadis itu masih belum bergerak sedikitpun dari tempatnya semula. Ia hanya berdiri mematung dan mencoba mencerna apa yang baru saja sang ayah katakan. Gadis itu menahan airmata, ia amat sangat bahagia mendengar ayahnya yang memedulikan keadaannya seperti saat ini, hingga ia tak mendengarkan apa yang ayahnya katakan.
Karena baginya, ini adalah sesuatu yang sudah lama sangat ia inginkan. Bagaimana tidak, semenjak ibunya dinyatakan meninggal--menghilang--seorang dayang yang selalu bersama dengan ibunya tiba-tiba pulang tanpa sang ibunya itu membuat sang raja menjadi sedih. Namun, entah apa yang dipikirkan oleh sang ayah sehingga ia membuat keputusan bahwa sang ibu telah meninggal dan sang ayah pun menikahi dayang ibunya itu.
Semenjak saat itulah, sang ayah jadi jarang memperhatikannya dan bahkan menjadi over protektif kepadanya hanya karena omongan dari dayang bodoh itu. Eh hei! bagaimanapun dia adalah istri dari sang ayah, bukan.
Terlepas dari itu semua, seorang ayah tetap akan memperhatikan seorang anaknya disela kesibukannya mengurusi kerajaan, benar begitu, bukan? Tidak! Semua itu pemikiran itu salah. Ayahnya yang sekarang bukanlah orang berhati lembut, hatinya kini membeku.
Kanna tahu ayahnya kini sedang marah kepadanya, bukan karena ia peduli kepada Kanna. Kanna menelan ludahnya dengan susah payah setelah itu iapun mencoba membalikkan tubuhnya menghadap ke arah yang berlawanan dengannya.
"Ayah, maafkan a--" Belum selesai dia berbicara disaat yang bersamaan, seseorang dengan mengenakan gaun merah dengan mahkota di atas kepalanya datang dan langsung menggelayut manja di lengan sang raja dan nampak dengan sengaja mengalihkan pembicaraan ayah dan anak itu lalu dengan santainya mengajak Raja Antonio pergi meninggalkan Kanna yang hanya dapat mengepalkan kedua tangannya dan menahan tangis serta amarahnya.
"Cih!" Kanna menundukkan kepalanya. Dikepalkan kedua tangannya hingga kuku tangannya nampak memutih. Dia hanya berdecih sebelum akhirnya dia membalikkan tubuhnya.
Entah mendapat kekuatan darimana dirinya, kini ia melangkah dengan cepat menyusuri anak tangga itu. Dari kejauhan seseorang memperhatikan keadaan tadi tanpa ada yang menyadari keadaannya di sana.
"Tuan putri," gumamnya lirih bahkan nyaris tak terdengar. Ia tau pasti apa yang dirasakan gadis itu. Namun dirinya tak bisa melakukan lebih, selain selalu berada di sisinya.
Dia pun melangkahkan kakinya keluar dari persembunyiaannya. Kini ia sudah berdiri tepat di tempat di mana sang raja berdiri tadi.
Laki-laki itu hanya memperhatikan sang raja yang sibuk dengan wanita yang bergelayutan manja di lengannya itu. Sedetik kemudian dia menoleh ke arah sebaliknya, dia melihat Kanna yang berjalan menyusuri anak tangga itu dengan keadaan marah hingga membuatnya kehilangan fokus saat melangkahkan kakinya pada anak tangga dan membuatnya jatuh dari tangga.
Melihat Putri Kanna yang kehilangan keseimbangannya, dia yang sedari tadi hanya memperhatikan kini entah sejak kapan sudah berdiri menangkap tubuh mungil satu-satunya pewaris kerajaan itu. Asal kau tahu saja, dia berdiri di tangga paling dasar sementara Kanna berdiri di anak tangga paling atas bahkan nyaris sampai di lantai berikutnya. Perpindahannya sangat cepat hingga tak dapat terlihat oleh mata.
"Putri Kanna, kau baik-baik saja?" tanyanya yang hanya disambut tatapan bingung dari Kanna. Ia langsung membantu kanna berdiri.
"Y-ya. Aku baik-baik saja. Tapi bagaimana kau bisa menangkap tubuhku? Bukan, bukan ... tapi sejak kapan kau ada di belakangku? Dan bagaimana bisa kau ...," tanya gadis itu panjang lebar kepada seseorang yang membantunya itu. Itu membuat laki laki tersebut tersentak, dan langsung melihat ke arah yang sedari tadi di tunjuk oleh sang putri.
Astaga aku kelepasan. Apakah dia melihatku melakukannya? Tidakkan? Dia tidak melihatnya. Dia hanya menarik kesimpulannya sendiri. Aku harus mencari alasan agar dia tidak bertanya lebih jauh lagi, gumamnya dalam hati.
"A-anu Putri, sedari tadi saya berada tepat di belakang Anda. Apakah Anda tidak menyadarinya?" ucapnya mencoba menyakinkan sang putri. Dengan ekspresi yang ditunjukkan oleh sang putri, dia tau sang putri tidaklah mempercayai perkataannya dengan mudah.
Ini tidak akan terjadi jika saja dia tidak menggunakan kekuatannya tadi. Tapi jika ia tidak menggunakannya maka sang putri akan terluka karena jatuh. Jika itu terjadi maka ia takkan bisa memaafkan dirinya.
"Niel, bisakah kau tidak memanggil dirimu dengan sebutan saya? Aku tak menyukainya, aku lebih menyukai kau yang memperlakukanku dengan tidak formal," ucap gadis itu sembari menaiki anak tangga terakhir.
"Baiklah, sa--" dengan tatapan yang sangat dingin gadis itu langsung membuat laki laki bernama Niel itu mengubah tata bicaranya dalam sedetik. Walaupun nyatanya mereka memang sudah terbiasa dengan ketidakformalan di antara mereka.
"Aku hanya menggodamu saja. Habisnya Putri terlihat sangat marah. Setidaknya itu membuatmu sedikit lebih baik," ucapnya Niel sembari tersenyum.
"Kau selalu tahu harus melakukan apa Niel, tapi berhentilah memanggilku Putri atau Tuan Putri, di sini hanya ada kita. See?" Jawab Kanna sembari menunjuk ke segala arah diikuti dengan Niel yang memperhatikan sekitar.
"Ah, tapi Pu--" belum selesai Niel berucap, sang putri berbalik dan memberikan senyuman dan tatapan ingin membunuh yang disertai dengan perubahan atmosfer di sekitar mereka secara drastis.
"Niel, sepertinya kau lupa dengan apa yang baru saja aku ucapkan." Perkataan sang putri membuatnya bergidik ngeri. Perkataannya memang sangat lembut, tapi nyatanya itu begitu tajam. Dia tau sang putri sangat membenci jika dipanggil dengan kata "Putri" atau "Tuan Putri", tapi ia tidak bisa melakukan seperti apa yang diharapkan oleh sang putri, karena jika sampai ada seseorang yang mendengarnya berkata seperti itu dan itu sampai kepada Raja Antonio, maka hilanglah kesempatan baginya untuk terus di sisi sang putri sesuai dengan janji yang telah dibuatnya dengan Ratu Claris --ibunda sang putri, dan orang yang telah menyelamatkannya.
"Ta-tapi Putri--" ucapnya sembari menatap Kanna dengan penuh arti dan itu membuat Kanna merasa risih dan sedikit bersalah. Iapun merasa atmosfer di sekitar mereka berubah lagi. Kanna menyadari bahwa permintaannya itu akan sia sia belaka.
"Ni-Niel. Ma-maafkan aku. Aku tak bermaksud memaksamu seperti ini. Tapi kau tahu bukan, aku tidak suka dipanggil seperti itu. Terlebih kau yang mengucapkannya, Niel." Nada bicara sang putri berubah. Suara gadis itu sedikit serak. Putri Kanna mencoba untuk menahan tangisnya. Kini menjadi Niel pun merasa bersalah karena sudah membuat sang putri menjadi sedih.
"Putri, kau tak seharusnya minta maaf kepadaku. Akulah yang seharusnya minta maaf, aku tahu kau tak menyukainya tapi aku terus saja mengatakannya. Tapi jika Raja sampai mendengar aku tidak memanggil Putri dengan kata yang seharusnya maka ia akan menghukumku, dan itu berarti aku tidak bisa berada di--" ucap Niel panjang lebar yang tiba-tiba dihentikan oleh Kanna.
"Niel hentikan! Jangan lanjutkan perkataanmu itu, kau tahu bukan hanya kau yang aku miliki saat ini. Aku tak akan membiarkan siapapun menyakitimu atau menjauhkan mu dariku, karna kau ...." Niel tertegun mendengar Kanna berbicara seperti itu. Mereka mungkin bersama sejak lama, tapi Kanna yang ia kenal sangat jarang mengatakan hal seperti itu.
Sejenak dia mulai tersipu akan kecantikan paras yang terpancar dari sang putri. Namun, ia tersadar karna tak mungkin baginya untuk memiliki perasaan apapun kepada sang putri, karna ia dinilai tak layak oleh Raja Antonio terlebih dia hanyalah seorang guardian yang diutus untuk menjadi penjaga dan tidak akan mungkin sang putri memiliki perasaan kepadanya. Bagaimanapun itu ia tetap bahagia yg terpenting ia bisa selalu ada di sisi sang putri bahkan jika ia harus mengorbankan nyawanya sekalipun dia tak akan ragu.
"Karena kau sangat berarti untukku," gumamnya lirih nyaris tak terdengar.
Niel pun tersadar saat Kanna mengucapkan sebuah kalimat yang nyaris tak terdengar. Namun Niel, yang sedikit kehilangan fokusnya itu, bisa menangkap sedikit kalimat lirih yang diucapkan oleh sang putri walau samar.
"Maaf putri, Anda mengatakan sesuatu?" Tanya Niel dan itu membuat Kanna tersentak. Mata membulat sempurna namun sedetik kemudian matanya mulai kembali normal. Kanna mencoba menstabilkan jantungnya yang hampir copot karena kata-kata Niel yang begitu mengejutkannya. Bukan karena suara Niel yang mengejutkannya, tapi karena hal lain. Yups, karena ia takut Niel mendengar kalimat yang baru saja terucap dari bibir tipisnya.
"A-ah tidak, tidak. Lupakanlah. Baiklah Niel, aku tak akan memaksamu untuk tidak memanggilku Putri lagi," ucap Kanna sembari tersenyum, membuat Niel tersipu karenanya.
"Maaf Putri, tapi akanku coba untuk tak membiasakannya lagi."
"Lalu bagaimana aku bisa memanggil Putri jika tidak menggunakankan panggilan itu?" tanya Niel sedikit bingung.
Kanna pun menepuk keningnya pelan. "Aah iya, aku tak memikirkannya, hehehe," ucap Kanna sembari tertawa.
"Baiklah, kau boleh memanggilku dengan nama saja bagaimana?" tanya Kanna polos. Menyisakan Niel yang terlihat tidak menyetujuinya.
"Aah baiklah, terserah padamu sajalah! Aku tau kau tak akan mungkin bisa merubah." Ucapan Kanna terputus sesaat setelah Niel mengucapkan sesuatu yang nyaris tertangkap oleh telinga Kanna.
"Niel, kau mengatakan sesuatu?"
"Nona!" pekik Niel mengejutkan Kanna.
"Bagaimana jika aku memanggilmu nona? Itu tetap sesuai untukmu, daripada saran yang kau berikan barusan itu," ucap Niel santai sembari memberikan seringai sombongnya.
Kanna mendengus mendengar Niel yang mulai ingin mengatainya lagi. Dia berulah lagi, gumam Kanna melihat tingkah sang putri, Niel pun terkekeh kecil. Sebelum akhirnya ia melanjutkan perkataannya tadi.
"Dan seperti permasalahan ini sudah selesai. Sebaiknya nona kembali ke kamar dan segeralah bersiap untuk makan malam," ucap Niel kepada sang putri yang menghembuskan nafas panjang hingga akhirnya dituruti oleh Kanna yang mengikuti Niel yang membukakan pintu kamarnya.
"Ah ya Niel, aku lupa sesuatu," ucap kanna sebelum memasukki kamarnya.
"Apa itu nona?"
"Terimakasih, sudah menyelamatkanku hari ini dan kau juga sudah sangat perhatian kepadaku. Maaf jika aku selalu merepotkanmu Niel," ucap Kanna sembari tersenyum. Niel hanya diam saja terpaku mata terus memperhatikan gadis beriris biru itu yang mulai memasuki kamarnya dan menghilang di balik pintu itu.
Niel menyentuh sisi pintu itu. Tidak, Kau tidak merepotkanku Kanna. Karena kaulah aku masih bertahan di istana yang penuh kebohongan ini. Hanya demi melindungimu dari mereka yang sedang mengincar dirimu. Jika saja Ratu Claris tidak melarangku memberitahukan segalanya, ini tidak akan terjadi padamu Kanna, gumam Niel dalam hati yang sedari tadi berdiri di depan pintu kamar Kanna.
Beberapa saat kemudian Niel pun beranjak meninggalkan kamar sang putri. Sementara di balik pintu itu, Kanna bersandar di pintu kamarnya. Kanna menundukkan kepalanya.
Andai kau tau Niel, aku ingin kita kembali seperti dulu lagi. Seharusnya kau tidak menuruti perkataan ayahku itu. Kau tau aku tak suka dengan sebutan itu terutama jika itu terucap dari mulut mu. Sayangnya kita tak bisa melakukan apapun selain mengikuti semua permainan ini konyol ini. Karna aku... karna aku tak ingin kehilangan siapapun lagi, termasuk kau Niel. Karna kau begitu berarti untukku, gumam Kanna yang tanpa dia sadari air matamya mengalir dari pelipis mata nya. Sementara tangannya menyentuh sisi pintu yang dingin itu.
"Moon zone," ucap gadis itu lirih.Tiba-tiba sebuah simbol mawar muncul tepat di bawah kaki Valinca. Dia tak bisa melakukan pergerakan apapun. Bahkan semua sihir yang dia gunakan lenyap begitu saja."Moon zone?" gumam sosok misterius itu cukup kuat sehingga Niel yang berada tepat di sampingnya dapat mendengarnya dengan jelas. Niel menatap sosok itu bergantian lalu menatap Kanna di sana.Bagaimana dia bisa tau?"Moon zone? Apa maksudmu?" tanya Niel bingung. Sosok itu tak menoleh sedikit pun pada Niel. Dia terus menatap Kanna terkejut. Namun di detik berikutnya dia berhasil menutupi ke bingungannya."Moon zone adalah satu diantara tiga segel
Sebelum benar-benar menghilang di dalam sihir teleporter milik Rea, Kanna meminta bantuan kepada Rea dan Roy."Bisakah aku meminta bantuan kepada kalian?" keduanya mengangguk bersamaan."Ku mohon, apapun yang terjadi bertahanlah sampai aku dan Niel kembali."Kanna yang telah berhasil keluar dari portal itu langsung mencari keberadaan Niel di hutan itu. Namun, dia kembali terpikir bagaimana caranya agar bisa menemukan Niel di hutan seluas dan selebat ini.Di tengah kebingungannya, tiba-tiba kalung milik Niel terjatuh tepat di hadapannya. Di ambilnya kalung itu dan di genggamnya erat. Ditutupnya matanya dan tenggelam dalam pikirannya.Sekelebat penglihatan tiba-tiba muncul saa
Di tengah candaan Kanna, Roy dan Rea, tiba-tiba saja seberkas penglihatan muncul di kepala Kanna. Hingga membuat Kanna nyaris tersungkur karenanya. Untunglah tepat di belakangnya ada Roy yang dengan sigap berhasil menahan tubuh Kanna.Kanna menatap Roy cemas. Begitu juga Rea dan Roy menatap Kanna. Wajah Kanna yang menyiratkan kecemasan membuat dua kakak beradik itu sedikit khawatir."Kanna ada apa?" tanya Rea panik. Roy membantu Kanna untuk duduk di sofa yang tak jauh dari tempat mereka berdiri. Roy langsung menuang air minum ke dalam gelas dan memberikannya pada Kanna.Dengan tangan yang bergetar, Kanna menerima gelas berisi air itu dan meminumnya. Roy mengenggam tangan Kanna, mencoba untuk menenangkannya. Kanna hanya menatap Roy dalam diam. Seolah tahu apa yang baru saja terjadi Roy
Mereka tak menyadari bahwa mereka tengah diawasi oleh seseorang. Sosok itu bersembunyi di balik kegelapan. Hanya senyuman seramnya saja yang nampak di sana. Senyuman yang seolah telah menemukan target yang dicarinya."I found you!" gumam sosok misterius itu. Sosok itupun langsung melesat pergi.Niel yang awalnya mengawasi Kanna, Rea dan Roy sedari tadi, kini ikut mengawasi sosok misterius yang baru saja melesat itu. Tanpa ada yang mengira, sedari tadi Niel juga memperhatikan sosok misterius itu.Setelah kepergian sosok itu, Niel langsung mengikutinya. Namun, sepertinya sosok itu menyadari bahwa Niel mengikutinya. Sosok misterius itu mengarahkan Niel ke arah hutan di sebelah barat. Tepatnya hutan terlarang.Menyadari bah
Tiba-tiba Kanna kembali teringat dengan percakapan antara ke-empat orang yang menolongnya tadi. Salah satu di antara mereka menyebutkan nama 'Sang Cahaya'."Ka ... yato," sontak saja satu kata itu membuat Rea dan Roy tersentak. Namun di detik berikutnya Kanna kembali bergumam."Ah sudahlah. Yang terpenting sekarang adalah ... kesembuhan Rea," ucap Kanna disela-sela pemikiran Roy dan Rea. Kedua kakak beradik itu tampak menghela napas lega. Tadi itu nyaris saja jika Kanna sampai bertanya tentang siapa itu maka terbongkarlah sudah semuanya.Yang tadi itu nyaris saja!Roy kembali bermain dengan pikirannya. Hingga suara lembut Kanna menyadarkannya kembali."Tapi tunggu sebentar!" ucap
Kanna menghentikan langkahnya. Kanna begitu sangat merindukan rumah tua itu beserta isinya, terutama ibunya. Kanna menatap lekat rumah tua itu, matanya berkaca-kaca. Pikirannya berkelana ke masa kecilnya dulu. Masa di mana ketenangan dan keceriaan menguak di rumah itu. Hingga suara Roy menyadarkannya. Buru-buru gadis itu menghapus air matanya. Dia tak ingin Roy ataupun Rea ikut bersedih karenanya."Putri, masih ingin menatap dari luarnya saja? kau tak ingin masuk?" tanyanya mengejutkan Kanna. Kanna tersentak lalu di detik berikutnya dia kembali tersenyum."Ah iya kak. Aku kesana!" serunya. Gadis itu lalu mengikuti Roy memasuki rumah tua itu.Matanya berbinar ketika dia sudah berada di dalam rumah itu. Matanya menyusuri seluruh isi di dalam rumah itu.