Share

2# Pupusnya Angan

Summary,

Jika ada sebuah pepatah yang berujar mempertahankan lebih sulit daripada mendapatkan, mungkin hal ini benar.

Mengemban serta mempertahankan huru-hara sebuah asmara bukanlah sebuah hal yang mudah bagi kisah cinta rumah tangga.

Bagai sebuah bahtera kapal yang sedang berlabuh, berlanglang buwana untuk menerjang badai ombak dilautan sana. Jika sang Nahkoda tabah, mungkin semua akan baik-baik saja melanjutkan perjalanannya. Tetapi jika sang nahkoda sudah tergoda, maka semua bisa musnah seketika.

Angan selalu terucap jika keberhasilan seorang istri adalah bisa menuruti semua keinginan suami. Tetapi bagaimana jika ini semua terasa mustahil bagi Anin? Bagaimana kalau ia tidak bisa memberikan keturunan untuk Revan?

_________________________________

Di dalam keluarga Pratama, Revan hanyalah anak tunggal. Ia tidak memiliki saudara kandung. Otomatis keturunan Revan lah yang akan mewarisi segalanya dari keluarga ini.

Suara ponsel canggih di sana membuyarkan lamunan si Tampan yang nampak fokus dengan data para kliennya.

"Halo... Ada apa pagi-pagi seperti ini Mama menelfon Revan? tidak biasanya," Revan terkejut setelah mendapat panggilan dari sang Ibu diwaktu yang cukup pagi seperti ini.

"Maaf nak, apa Mama menggangumu?," sang Ibu disana nampak tidak enak setelah mendengar ucapan sang Putra barusan.

"Tidak, ada apa Mama menelfon Revan?" ujar si Tampan to the point.

Perasaan Revan sungguh tidak enak sekarang, ia tau seperti apa Ibunya. Pasti sang Ibu akan meminta sesuatu kepada Revan jika menghubunginya secara tiba-tiba seperti ini.

"Tidak apa, Mama hanya merindukanmu nak, bolehkah Mama ke rumahmu hari ini?" Ternyata pikiran Revan salah.

"Tapi Revan sedang ada di pengadilan Ma, hanya ada Anin di rumah." jelas Revan kepada sang Ibu.

Oh ini semua memang sudah direncanakan, sebenarnya Nyonya Pratama hanya ingin bertemu dengan Anin untuk membicarakan sesuatu.

"Tidak apa, Mama akan menunggumu sampai pulang kerja nanti, sampai jumpa Nak," ujar Nyonya Renata.

.

Disisi lain terlihat gadis cantik yang terlihat sedang sibuk dengan semua alat dapurnya, Anin. Siapa lagi kalau bukan dirinya yang tengah menyiapkan makan malam untuk suaminya nanti.

~~ Ting ~~

~~ Tong ~~

Bunyi alarm rumah terdengar menandakan jika ada seseorang yang ingin bertamu di rumah besar Revan Pratama.

Anin mematikan kompornya sebentar untuk membuka pintu rumah. Sebelumnya, teman Anin, Tiara, tidak memberi tahu Anin jika ia akan berkunjung hari ini. Tetapi siapakah yang akan bertamu hari ini?

~~ Cklek ~~

Pintu terbuka, terdapat seorang wanita paruh baya dengan gaya penampilannya yang sungguh bisa membuat siapapun tertegun. Semua yang dipakainya adalah dari brand terkemuka yang bisa terbilang mahal harganya.

"Mama," gumam Anin setelah mengetahui siapa yang datang.

"Mama silahkan masuk," Lanjut Anin sopan kepada sang ibu mertua.

Anin tau jika Ibu Mertuanya ini sedikit tidak suka terhadapnya setelah mengetahui jika Anin belum bisa mengandung anak dari Revan.

Nyonya Renata hanya menatap Anin dengan angkuh, serta tidak menjawab sapaan dari menantu cantiknya itu.

"Ma sebentar ya, Anin ambilkan minum dan camilan dulu," Merasa canggung, Anin mencoba mencairkan suasana di depan sang Ibu Mertuanya.

"Tidak usah repot-repot, aku hanya ingin mengunjungi putraku saja." Sedikit ucapan yang berujar dari mulut sang Ibu Mertua barusan sangatlah menyakiti hati si Cantik.

Ibu mertuanya bilang jika beliau hanya ingin mengunjungi suaminya saja, bukan untuk mengunjungi Anin. 

"Oh Tuhan, mengapa perlakuan semua orang di keluarga suamiku sangat berubah kepadaku?" ujar Anin dalam hati yang juga menahan air mata.

Si cantik hanya menunduk takut di sana. Ia takut harus berbicara apa. Ia takut perkataannya salah di depan sang Ibu Mertua.

Segera Anin menuju ke dapur untuk mengambilkan secangkir teh panas dan beberapa camilan yang berada di dapur.

"Ini Ma, silahkan di minum, pasti Mama lelah hari ini," ujar Anin sembari menyodorkan apa yang ia bawa.

.....

Hening

Itulah suasana yang terasa sekarang, tidak ada pembicaraan apapun yang terjadi antara seorang menantu dan mertua saat itu.

"Aninn..." ucap seseorang yang lebih tua disana.

Anin yang merasa terpanggil segera menengokkan kepalanya ke arah sang Ibu.

"Iya Ma," Jawab Anin sedikit takut.

"Apa kau tau kewajiban serta keberhasilan seorang istri?" Anin sebenarnya sudah mengerti arah pembicaraan yang diujarkan oleh sang ibu mertuanya sekarang.

"Bukankah keluarga akan sangat lengkap jika datang seorang buah hati di dalamnya? Kau tau kan kalau Revan sangat ingin memiliki buah hati? Dan kau yang sebagai seorang wanita, apakah tidak mengerti kepada perasaan suamimu sendiri? Ingat Anin, Revan adalah putra tunggal Keluarga Pratama, dan tentunya putra kalianlah yang nanti akan menjadi pewaris tunggal nantinya." Ucap Nyonya Renata panjang kepada Anin.

"Jika sedari dulu aku mengetahuinya, pasti Revan akan ku tentang berhubungan denganmu. Aku sangat menyesal telah memberinya restu untuk menikahimu," lanjut sang Nyonya.

~~ Blam ~~

Apalagi ini? Mengapa semua orang seolah-olah sudah membenci Anin? Sudah cukup suaminya yang berubah, tetapi mengapa Ibu dari sang Suami juga ikut membencinya sekarang ini?

Mata Anin mulai memanas, sungguh ini seperti sebuah tekanan besar bagi Anin. Memang benar jika pepatah mengatakan bahwa seorang istri akan dianggap gagal jika tidak berhasil menuruti keinginan sang suami.

Itulah yang terjadi pada Anin sekarang. Membantai seluruh rasanya demi untuk mewujudkan sebuah keinginan suami tercinta. Siapakah disini yang salah? Mengapa Anin seolah menjadi kambing hitam yang mengujar untuk disalahkan?

Rasa sang suami seperti sudah pupus. Cinta yang berlabuh selama tiga tahun ini, entah mengapa sirna seketika hanya karena sebuah diagnosa.

Revan yang dulu sudah hilang. Revan yang selalu menyuguhkan kasih serta sayang sepenuhnya kepada Anin, kini telah purna. Apakah Revan benar-benar ingin mendapatkan keturunan dari Anin?

Selepas kepulangan sang Nyonya Besar, pikiran Anin semakin tertekan. Ibu mertuanya itu sudah terlihat cukup murka melihat dirinya yang seperti ini. Anin menganggap jika ia adalah istri yang gagal. Anin gagal untuk menjadi seorang Nyonya Revan yang tidak bisa mewujudkan seorang Revan kecil.

.

.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam pertanda jika si Jangkung sebentar lagi akan pulang. Seperti biasa , Anin sibuk dengan senjata dapurnya lalu menyiapkan sebuah mahakarya terbaik untuk bisa dinikmati suami tercinta setelah bekerja.

~~ Cklek ~~

Pintu rumah terbuka menampilkan seorang Pria tampan yang tidak lain adalah Revan. Tampang seorang lelaki yang terlihat lusuh karena kelelahan dalam bekerja seharian penuh.

"Mas, sudah pulang," Anin dengan segera menghampiri si Jangkung yang ada disana, serta membantu Revan membuka jas kerjanya dan membantu melepas dasi seperti layaknya apa yang seharusnya seorang istri lakukan.

"Aku bisa sendiri tidak usah sok peduli," bukannya tersenyum hangat, Revan justru bersikap angkuh saat menerima perlakuan cinta dari sang istri.

Ciuman hangat yang Anin inginkan serta pelukan dan dekapan mesra yang Anin bayangkan, seolah patah dengan angan yang baru si Jangkung ujarkan.

Bisikan cinta serta hangatnya nafas asmara yang dahulu selalu ikut hadir dalam Mahligai Rasa mereka, lenyap begitu saja.

Revan langsung melangkahkan kakinya ke dalam kamar. Ia berniat untuk mandi menyegarkan tubuhnya selepas penatnya kerja hari ini.

Jera? Tidak, Anin tidak jera. Ia justru sekarang malah mengekor di belakang sang suaminya untuk menyusul ke dalam kamar mereka. 

"Mas, di luar sangatlah dingin. Aku akan menyiapkan air hangat dulu untuk mas Revan." Ujar Anin hangat.

Revan masih tetap dalam diam tanpa membalas sepatah katapun ucapan Anin. 

Anin sungguh lega, setidaknya tidak ada cacian yang keluar dari mulut si jangkung kali ini.

Air hangat sudah siap, Revan segera mandi dengan air yang sudah istrinya siapkan sebelumnya. Selepasnya, Anin menuju almari baju dan berniat untuk mengambil sepasang baju tidur milik suami tampannya.

Suasana makan malam ini sungguh sangat berbeda. Yang dahulu makan malam selalu diselimuti oleh ribuan rasa cinta, tetapi kali ini semuanya sungguh berbeda, berbanding 180°.

Tidak ada yang berniat untuk membuka obrolan disana kecuali Anin. Dengan perasaan gugup dan takut, Anin berusaha mencairkan keadaan yang sesungguhnya.

"Mas bagaimana hari ini? Apakah ada kasus yang sulit?" Tanya Anin dengan nada takut.

"Tidak ada," Hanya jawaban dingin itu yang keluar dari suaminya.

Cukup. Anin tidak ingin melanjutkannya lagi, ia takut menghancurkan mood suaminya. Berakhir dengan suara dentingan piring yang menggema setelahnya, tanpa ada sepatah katapun yang terucap.

.

Mahligai Rasa

Ruang Dimensi Asmara

Sebenarnya Anin sangat ingin melakukan program hamil bersama suaminya. Tetapi, ia masih terbingung dan diliputi oleh perasaan ragu.

Tetapi disaat seperti ini apakah Anin berhak untuk mempertahankan rasa ragunya? Disaat rasa cinta suaminya berubah untuknya, apakah ia masih pantas untuk ragu? oh mungkin sebentar lagi perasaan tersebut akan menghilang.

Makan malam telah selesai, menyisakan kedua sejoli yang larut dalam pikirannya masing-masing.

"Em mas, boleh aku berbicara sebentar?" Atensi Revan terganggu oleh istri cantik nya.

"Hm.." lagi dan lagi hanya jawaban dingin seperti ini yang Revan katakan.

"Mas, aku tau sikap mas Revan berubah terhadap ku. Aku tidak mau Mas Revan yang seperti ini, ini semua pasti terjadi karena aku yang belum bisa memberikan mas buah hati bukan? hiks," Anin sudah tidak tahan untuk tidak meneteskan linangan netra miliknya.

Mendengar isakan yang keluar dari sang istri, hati Revan merasa tersayat. Apakah ini yang dinamakan dengan sebuah tali asmara?

"Besok aku ingin check up rahim di rumah sakit dan berniat melakukan program hamil untuk Mas," Lanjut Anin.

"Apa kau serius dengan ucapan mu?" Tanya Revan.

"Hiks aku akan melakukan apapun untuk Mas Revan," Jawab Anin.

Dengan segera, Revan langsung mendekap tubuh mungil istrinya yang gemas itu. Ia tidak akan menyangka jika Anin mau berusaha sekeras itu untuk mewujudkan keinginannya memperoleh keturunan.

"Maafkan mas, dan terima kasih sudah mau berusaha demi mas, kamu tau bukan jika mas sangat menginginkan ini sejak awal dimulainya hubungan kita." Ujar Revan yang masih setia mendekap tubuh mungil istrinya.

Mungkin terkadang jika ada omongan setiap orang perihal seorang lelaki adalah egois, ini tidaklah salah.

Apa Revan tidak tau jika efek samping untuk program hamil bisa saja membahayakan Kesehatan Anin? terlebih lagi Anin adalah seorang yang ringkih.

Apakah usaha Anin akan berhasil ataukah malah semakin menggali luka di hatinya?

.

Tbc,

__________________________________________

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status