Share

3# Sebuah Harapan

Summary,

Jika ada sebuah pepatah yang berujar mempertahankan lebih sulit daripada mendapatkan, mungkin hal ini benar.

Mengemban serta mempertahankan huru-hara sebuah asmara bukanlah sebuah hal yang mudah bagi kisah cinta rumah tangga.

Bagai sebuah bahtera kapal yang sedang berlabuh, berlanglang buwana untuk menerjang badai ombak dilautan sana. Jika sang Nahkoda tabah, mungkin semua akan baik-baik saja melanjutkan perjalanannya. Tetapi jika sang nahkoda sudah tergoda, maka semua bisa musnah seketika.

Angan selalu terucap jika keberhasilan seorang istri adalah bisa menuruti semua keinginan suami. Tetapi bagaimana jika ini semua terasa mustahil bagi Anin? Bagaimana kalau ia tidak bisa memberikan keturunan untuk Revan?

_________________________________

.

.

🍂 Flashback On 🍂

Semua pasti akan bertutur bahwasanya masa pacaran merupakan masa-masa dimana sebuah tawa kebahagiaan selalu menguar di sana.

Batas waktu bertemu yang rela mati-matian dilakukan hanya untuk menuruti sebuah rasa rindu.

Saling menebar perhatian lembut serta saling berbisik untuk berjanji selamanya mencintai. Angan tersebut adalah definisi akan sebuah ikatan pacaran.

Anin yang dulu adalah anak dari Fakultas Ilmu Hukum yang tanpa sengaja menaruhkan sebagian hatinya untuk sang Senior.

Revan adalah seorang senior dan asisten dosen di salah satu Universitas ternama yaitu Universitas Indonesia pada Fakultas Ilmu Hukum. Sikap dingin serta angkuh yang melekat padanya, sudah menjadi ciri khas selama orang lain mengenal dirinya.

Tetapi, semua ucapan orang terkait Revan mungkin hanyalah sebuah opini belaka bagi Anin. Menurutnya, justru sikap Revan sangat dewasa dan juga sangat perhatian kepadanya selama ini.

"Maaf kak, mohon maaf sebelumnya, Apakah hari inidosen sibuk?" Tingkat akhir dari seorang Mahasiswa, pasti akan disibukan dengan sebuah skripsi yang mau tidak mau harus dikerjakan.

Anin terlihat sedang bertanya kepada salah satu senior idaman di fakultasnya.

"Tidak dek, dosen hari ini punya banyak waktu, apa adek perlu sesuatu?" Suara Revan terdengar begitu sopan.

"Iya kak, aku hanya ingin bertemu dosen sebentar untuk menanyakan perihal skripsi," Jawab Anin yang tidak kalah sopannya.

"Baiklah tunggu ya, kakak akan panggil kan dosen dulu," Ujar Revan.

Demi apapun, entah mengapa hati Revan selalu bergetar saat berpapasan dengan gadis bernama Anin itu. Senyuman indahnya sungguh menghantui Revan setiap saat.

Akibat munculnya perasaan kagum satu sama lain, lama-lama benih cinta mulai hanyut dalam hati mereka. Saling berujar cinta bahkan setelah Revan berani mengungkapkan seluruh isi hatinya untuk Anin, si cantik ini juga terlihat senang dan tidak percaya jika selama ini Revan juga mencintainya. Seperti dalam mimpi jika Anin bisa dicintai oleh senior keren itu. 

"Dek nanti kakak anterin pulang ya," ujar si Jangkung manis.

"Ngga usah kak, adek takut ngerepotin," Sahut si cantik yang merasa tidak enak.

"Tidak ada penolakan," Damn, lihatlah Revan selalu menang.

"Huft si kakak nyebelin posesif banget ih," batin Anin.

Cinta mereka semakin menggema, alunan rasa yang mengikrarkan jika selamanya akan selalu bersama seolah sudah mengikat janji mereka.

"Anin, kakak ingin lebih serius denganmu, hati kakak seolah kekal jika kau adalah orang yang selama ini Tuhan takdirkan untukku, jadi ku mohon padamu jangan pernah tinggalkan aku karena aku selamanya akan sangat mencintai mu." Dengarlah, hati wanita mana yang tidak menjerit tatkala ada seorang pria yang selama ini kita cinta tengah bersimpuh sembari berucap seperti ini.

Air mata Anin sudah lolos berhasil membasahi pipi nya. Anin bahkan tidak menyangka jika Revan, si kakak seniornya itu akan melakukan hal ini kepadanya.

"Kakak ihh, Anin juga cinta sama kakak, sejak pertemuan pertama kita, sebenarnya Anin sudah menaruh kagum dengan kakak, tetapi Anin takut untuk bilang ke kakak. Terima kasih sudah mau mencintai Anin hihi," Balas Anin dengan polos sembari menghambur ke pelukan si Jangkung.

Sejak saat itu desir asmara mulai menggebu, rasa mereka semakin hari semakin membesar, cinta sudah membutakan pandangan mereka.

🍂 Flashback End 🍂

.

Hari ini Revan meminta cuti satu hari untuk menemani sang istri check up ke rumah sakit. Seperti apa yang Anin ucapkan sebelumnya, jika hari ini Anin berusaha untuk melakukan salah satu program hamil di rumah sakit.

Tentunya Revan tidak mungkin jika dirinya memilih rumah sakit yang biasa saja untuk istrinya. Bahkan beberapa teman Revan menyarankan untuk melakukan program hamil di dokter spesialis kandungan terhebat di rumah sakit ini.

Masalah biaya, itu bukanlah sebuah ancaman bagi Revan. Karena menurutnya, uang bisa segalanya dan Revan merupakan salah satu orang yang memiliki banyak sekali pundi-pundi kertas bernominal tersebut.

"Nyonya Ayu Anindya Pratama silahkan masuk," nama Anin kini sudah terpanggil di ruang antrean pertanda jika sekarang adalah gilirannya.

Anin dan Revan sudah masuk ke dalam ruangan dokter yang Revan maksud. Bau obat medis yang sangat menyengat bukanlah sesuatu yang tabu jika kita sedang ada di sebuah rumah sakit.

"Selamat datang, perkenalkan saya Reno Hwangsa Pradana, dokter spesialis kandungan di rumah sakit ini," seketika Anin membelo saat mendengar suara yang menurutnya tidak asing, bahkan saat sang dokter melepas maskernya ia semakin terkejut.

"Reno,"

"Anin,"

Ujar mereka bersamaan, membuat si Jangkung disana hanya termenung. Mengapa istri Revan bisa mengenal dokter ini?

"Reno apakah ini kau? Ya Tuhan bagaimana kabarmu Ren" 

Sungguh, Anin sangat mengenal sosok dokter ini. Dia adalah Reno Hwangsa Pradana yang mana ia adalah teman bahkan sahabat Anin waktu duduk di bangku SMA.

"Iya nin ini aku, wah kau sungguh tidak berubah," Sahut sang Dokter tampan tersebut.

Revan merasa sangat asing disini, ia merasa diabaikan oleh kedua orang yang sedang berbincang.

"Ekhm, maaf apakah benar anda adalah dokter spesialis kandungan terhebat di rumah sakit?" ujar Revan memecah obrolan Anin dan sang Dokter.

Atensi mereka beralih kepada sosok tampan yang terlihat begitu asing bagi Reno.

"Ah dokter, kenalkan ini Mas Revan, suamiku." ucap Anin mengenalkan suaminya kepada Reno.

"Baiklah, sebenarnya apa yang membuat kalian datang kemari?" Tanya dokter Reno kepada kedua sejoli ini.

Wajah Anin kembali sendu tatkala mengingat tujuannya untuk datang kemari, perasaannya sungguh risau dan tidak enak jika terjadi sesuatu nantinya.

"Dokter Reno, bisakah kau membantuku?" Gumam Anin pelan tetapi masih bisa terdengar oleh seorang dokter tampan tersebut.

"Anin, aku adalah seorang dokter. Bukankah sudah menjadi kewajiban seorang dokter untuk membantu seseorang yang membutuhkan bantuanku?" jawab Reno.

Suasana berubah seketika menjadi hening. Anin sedikit melirik ke arah sang Suami tetapi Revan hanya menyemburkan ekspresi datarnya.

"Aku ingin kau membantuku untuk melakukan program hamil. Diusia pernikahan ke 3 tahunku bersama mas Revan, mengapa sampai sekarang tidak ada tanda-tanda apapun jika aku hamil? Sungguh aku sangat menginginkan seorang momongan." Adu Anin kepada sahabat yang kini merangkap menjadi seorang dokter tersebut.

Reno mencoba mencerna seluruh ucapan yang Anin ujarkan barusan. Menurutnya, mungkin Anin harus sedikit bersabar karena usia pernikahannya juga masih seumur jagung. Mungkin saja Tuhan belum memberikan kepercayaannya.

Tetapi, kembali lagi kepada ikhtiar seorang hamba. Tuhan akan mengubah nasib seorang hamba, jika ia mau berusaha dan berdoa.

Anin ingin berusaha apapun itu agar bisa mewujudkan keinginannya dan keinginan suami tampannya itu.

Akhirnya, Reno mencoba memeriksa rahim Anin. Mencoba mengarahkan semua yang dulu Reno pelajari sebagai Mahasiswa terbaik di Fakultas Kedokterannya pada masa itu.

.....

15 menit telah berlalu,

Revan terlihat masih setia menunggu sang Istri yang tengah di periksa, pikiran-pikiran negatif Revan mulai memenuhi sanubari nya.

Revan takut bagaimana jika Anin benar-benar mengalami kemandulan. Bagaimana jika Anin tidak bisa memberikan apa yang ia dan keluarganya harapkan

Tetapi pikiran itu kacau tatkala melihat Reno yang sedang keluar dari ruang pemeriksaan, sebagai pertanda jika pemeriksaan sudah usai.

"Dokter, bagaimana keadaan rahim Anin? Apa semua baik-baik saja?" Tanya Revan.

Reno yang ditanya, justru menyiratkan ekspresi nampak beda seperti ada sesuatu yang ingin ia utarakan.

"Mungkin lebih baik saya mengatakan semua ini kepada anda mengingat jika Anda adalah suami dari Anin." Ucap dokter Reno mulai serius.

"Saya menemukan beberapa gejala pada rahim istri Anda, kemungkinan besar ini semacam penyakit Endometriosis," ujar Reno terhadap Revan.

"Apa itu dok? Apa penyakit ini sangat berbahaya? Dan apakah istri saya tidak bisa hamil dok?" Beribu pertanyaan kini sudah memenuhi kepala si Jangkung.

"  Endometriosis adalah peradangan kronis yang disebabkan oleh pertumbuhan dinding rahim yang tidak wajar pada tuba falopi. Rahim yang terus-menerus meradang dapat mencegah bakal janin untuk menempel dan bertumbuh. Kondisi inilah yang membuat Anin sulit hamil jika memiliki endometriosis." Reno kembali menjelaskan semuanya.

"Tetapi Anda jangan khawatir, penyakit ini mungkin hanya sementara dan bisa diatasi oleh terapi hormon yang akan saya rekomendasikan nanti. Dibantu juga dengan yang bisa membantu menghilangkannya," lanjut Reno.

Revan hanya terdiam, ia tidak menyangka jika Anin mengidap penyakit ini di rahimnya. Pantas saja selama ini ia merasa sulit.

"Terima kasih dok," ujar Revan.

Tanpa mengucap banyak kata lagi, Revan segera menyeret sang istri untuk keluar dari sana, Reno yang menyaksikan itu semua merasa jika hubungan keduanya seperti ada masalah.

.

Di mobil hanya ada Revan dan Anin, tetapi suasana amarah terlihat sekali dari wajah si Jangkung.

"Mengapa tidak dari dulu saja aku mengetahui jika kau cacat?" 

~~ Deg ~~

Apa-apa an ini, mengapa Revan mengatakan ini kepada istrinya? Sumpah demi apapun Anin juga tidak tau jika ia mengidap penyakit ini.

"Jika sedari dulu aku mengetahuinya pasti saku tidak akan memilihmu. Dasar cacat. Aku benar-benar menyesal sudah menikahimu," ujar Revan dengan nada cukup lantang.

"Revan, hentikan. Apa yang kau ucapkan barusan? Mengapa kau seolah menodai ikatan suci kita?" ucap Anin sambil menahan tangis.

Tangis sang istri sudah tidak kuat untuk di tahan lagi. Lelehan air mata kembali turun dengan derasnya setelah mendengar ucapan sarkas dari sang Suami barusan.

Sikap Revan benar-benar sudah berubah. Revan yang sekarang bukanlah Revan yang dulu. Revan yang selalu manis serta terus menyiratkan kebahagiaan cintanya, kini semua sudah purna.

Mengapa justru Revan sekarang malah hobi menebarkan luka di hati istrinya? Apa ini semua terjadi karena peristiwa di rumah sakit tadi?

"Mas....maaf, aku juga baru tau jika seperti ini," Ucap Anin dengan sesenggukan.

"AKU MUAK DENGAN UCAPAN MAAFMU. APA SELAMA INI DENGAN KAU YANG MEMINTA MAAF SEMUANYA AKAN BISA BERUBAH HAH? DASAR ISTRI CACAT TIDAK BERGUNA." Suara Revan meninggi bahkan hampir terdengar berteriak.

.

🍂 Anin POV 🍂

Aku tau jika semua ini adalah salahku. Sikap suamiku lama-lama memudar kejam.

Bisikan cinta yang dulu selalu terngiang di telinga, kini musnah dan berganti hanya dengan jeritan luka.

Makna dari sebuah janji suci yang melambangkan kesakralan untuk hidup bersama kini ternodai hanya karena alasan dilema.

Bagaimama jika Mas Revan meninggalkanku dan memilih wanita lain untuk bisa mengandung benihnya?

Pikiranku sudah terpenuhi oleh kata-kata kejam yang dilontarkan suamiku.

Cukup aku lebih baik tiada daripada menyaksikan itu semua. Aku takut suamiku berpaling, aku takut Mas Revan pergi dari hidupku.

Tuhan, Kau bilang jika ujian yang kau berikan pasti sesuai batas kekuatan hambamu. Tetapi dalam ujianmu kali ini, mengapa aku merasa ini sangat sulit?

Tuhan, rasanya aku ingin menyerah saja.

Mahligai Rasa ku seolah dipertaruhkan dan mungkin sebentar lagi akan hancur.

🍂 Anin POV End 🍂

.

Anin terkulai lemas setelah dirinya sudah sampai rumah, Revan yang dengan begitu murkanya tadi pergi entah kemana meninggalkan sosok yang sedang terluka hebat disana.

Revan, mungkin ini memang belum saatnya. Ku mohon bersabar lah, sifatmu yang seperti ini akan membuat Anin semakin hancur.

Mengapa hanya Anin yang terluka disini? Tidak sedikitpun Revan memikirkan perasaan Anin. Jangan kau egois hanya dengan kemauanmu sendiri. Anin juga ingin menjadi sosok ibu. Mengapa hanya obsesimu saja yang hanya kau pikirkan? Ingat, obsesimu itu sungguh menyiksa batin istrimu.

.

Tbc,

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status