Sudah Bu jangan marah-marah, nanti darah tingginya kambuh," Mas Jaka berusaha menghentikan ibu mertuaku.
"Kamu mendoakan darah tinggi ibu kumat, Jaka? Tega sekali kamu! Pasti karena hasutan istri kamu ini kan jadi kamu berani melawan ibu sekarang?" maki ibu mertuaku. Dia sekarang ikutan marah kepada mas Jaka, padahal apa yang dikatakan Mas Jaka benar. Ibu mertuaku ini memang punya riwayat penyakit darah tinggi, apalagi kalau terlalu banyak pikiran pasti kambuh lalu masuk rumah sakit.Sudah berulang kali ibu mertuaku diingatkan oleh Mas Jaka agar mengurangi beban pikiran, toh sekarang semua biaya hidup sudah ditanggung Mas Jaka. Memang sejak Mas Jaka sudah bekerja, ibu mertuaku tidak berjualan sembako di depan rumah lagi karena dilarang oleh Mas Jaka untuk bekerja terlalu berat. Benar bukan yang aku bilang kalau Mas Jaka ini sayang sekali sama ibu dan adiknya. Dia bekerja dengan giat hingga bisa seperti sekarang menjadi supervisor di usia yang masih relatif muda."Bukan begitu, Bu. Jaka hanya ingin ibu sehat selalu. Yasudah Jaka berangkat kerja dulu Bu. Ibu baik-baik dengan Kinan di rumah ya. Assalamualaikum," pamit Mas Jaka pada ibunya.Aku mengantar Mas Jaka sampai di depan pintu depan. Kubawakan ransel kerjanya yang sudah kuisi dengan bekal makan siang untuknya dan juga sekalian minumnya. Meskipun Mas Jaka lelaki, tapi dia tidak pernah malu untuk membawa bekal ke tempat kerja. Bisa menambah semangat kerja katanya. Ah Mas Jaka, kamu memang lelaki terbaik yang Allah berikan untuk aku."Hati-hati ya Mas, semangat kerjanya, jangan lupa bekal makan siangnya dihabiskan ya," tukasku sambil mencium tangannya dan menyerahkan tas ransel."Iya sayangnya Mas, hati-hati ya nanti, jangan terlalu sore pulangnya, sebelum Mas pulang kamu sudah harus sampai di rumah," pesan Mas Jaka mengingatkanku.Akhirnya mobil Mas Jaka pun berangkat, ku tatap mobil itu sampai tak terlihat lagi. Lalu aku pun masuk ke dalam untuk melanjutkan pekerjaan yang tertunda.Akhirnya kelar juga semua pekerjaan rumah, mulai dari mencuci baju hingga menjemur baju. Tak lupa ku sapu dan pel seluruh lantai hingga kinclong. Sayur asem, empal daging, tahu tempe goreng dan sambal terasi juga sudah kusiapkan untuk makan siang ibu mertuaku dan adik iparku. Kulakukan pekerjaan dengan cepat agar aku bisa langsung bergegas menuju panti asuhan. Entah mengapa perasaanku dari semalam tidak enak. Aku takut terjadi sesuatu di panti.Untung saja ibu mertuaku setelah sarapan tadi langsung main ke rumah Bu Nenny, tetangga sebelah rumah. Sejak tidak lagi berjualan sembako, ibu mertuaku memang lebih sering main ke rumah Bu Nenny. Karena di depan rumah Bu Nenny ada pohon mangga yang cukup lebat buahnya jadi para tetangga suka berkumpul disana untuk rujakan sekaligus bergosip ria. Jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Setelah mandi, shalat dhuha 2 rokaat, berganti baju dan berdandan sedikit, aku pun memesan taksi online. Aku langsung ke depan rumah jadi saat taksi onlinenya tiba aku bisa langsung berangkat.Ternyata saat keluar dari pintu kamar, adik iparku baru keluar dari kamarnya. Aku hanya bisa geleng kepala. Anak gadis jam 10 baru bangun. Tapi aku hanya diam tidak ada niatan basa basi bahkan untuk sekedar menyapanya. Aku kapok karena pernah dibentak saat menegur dia yang selalu bangun siang. Dan ujungnya malah aku yang dimarahi ibu mertua.Tiin.. Tiiiin.. Tiiiiiiin....Suara taksi onlineku sepertinya, aku langsung bergegas menuju depan gerbang. Baru saja sampai di gerbang ternyata berpapasan dengan ibu mertuaku yang menatap sinis kepadaku."Kinan berangkat ke panti dulu ya, Bu. Assalamualaikum," pamitku pada ibu mertua seraya mencium tangannya."Heleh dasar mertua benalu, anakku kerja keras banting tulang dari oagi sampai sore. Eh uangnya kamu berikan kepada anak-anak panti. Dasar mantu tidak tahu diri," maki ibu mertuaku."Astaghfirullah Ibu, kenapa Kinan selalu saja salah di mata Ibu. Dosa apa Kinan sampai ibu tega seperti ini?" ucap Kinan kepada ibu mertuanya."Dosa kamu adalah karena kamu menikah dengan anakku. Karena menikah dengan kamu anakku tidak bisa punya anak. Dasar mantu mandul!!" jerit ibu mertua.Aku berusaha mati-matian menahan air mata ini agar tidak luruh. Aku pun pergi menuju taksi online sambil terus beristighfar untuk meredam amarahku."Kuatkan aku ya Allah. Bukakanlah pintu hati ibu mertuaku agar beliau kembali sayang kepadaku. Berikanlah keluarga kecil hamba anak-anak yang bisa menjadi pelita dalam keluarga kami," dalam hati kupanjatkan doa sambil terus beristighfar. Ku tatap ibu mertuaku dari dalam mobil dengan tatapan nelangsa."Bayi.. Bayiku," ujar Saskia ketika di jalan dia berpapasan dengan seorang suster yang sedang membawa bayi ke ruang bayi menggunakan inkubator."Bukan Sas, itu bukan bayi kamu. Itu bayi orang lain," ujar Jaka seraya mendorong dengan cepat kursi rodanya sebelum Saskia semakin histeris."Tidak itu bayikuu.. Huhu.. Itu bayikuuu," ujar Saskia sembari menangis.Tentu saja kelakuan Saskia tersebut menarik perhatian dari beberapa pengunjung yang lewat di lorong rumah sakit tersebut."Sayang sabar ya, itu bukan Nabila," jawab Jaka berusaha menyadarkan Saskia."Nggak, itu bayikuu, bayikuu," Saskia masih berteriak histeris.Jaka akhirnya berjalan menerobos kerumunan orang agar segera bisa membawa Saskia menuju mobil sebelum dia berteriak histeris kembali.Dalam hatinya Jaka merasa kasihan kepada nasib Saskia yang terlihat sekali begitu meratapi kepergian sang putri kecil."Jaka, lama sekali?" gerutu Bu Sarah yang sudah terlebih dahulu sampai di sebelah mobil milik Jaka."Maaf Ma, tadi Saskia se
"Jadi Nenek Arini itu ternyata adalah nenek kandungnya Kinan. Dia adalah pengusaha pemilik HW Group yang bergerak di bidang FNB namun kini sedang merambah dunia fashion," jelas Jaka panjang lebar."Apa???" Bu Sarah membelalakkan matanya karena begitu terkejut dengan berita yang Jaka sampaikan.Bu Sarah tidak menyangka orang yang selalu dia rendahkan adalah orang kaya. Dan dia juga investor tunggal di bisnis anaknya. Tentu ini bukanlah kabar yang bagus."Kamu jangan bercanda gini, nggak lucu," bentak Bu Sarah.Meskipun mendengar suara keribuatan, Saskia hanya diam mematung sembari memandang ke jendela. Tatapannya mengarah ke arah jendela, memandang jauh ke depan sana seolah ada anaknya di ujung sana.Bu Sara memijit pelipisnya berasa pusing, padahal dalam hati dia sudah membuat rencana akan menculik Rayyan. Tentu saja jika dia melakukan itu, bukan tidak mungkin bisnis anaknya akan hancur."Sas, sembuh donk. Ayo ngomong sama mama," ujar Bu Sarah kepada Saskia.Namun Saskia hanya diam ti
"Gimana Jak? Berhasil atau tidak?" tanya Bu Lina ketika melihat Jaka masuk ke dalam rumah."Ah maaf Ma, Kinan tetap kukuh pada pendiriannya untuk tidak meminjamkan Rayyan. Dia bilang Rayyan masih asi jadi tidak bisa dia pinjamkan," keluh Jaka.Bu Lina gondok dengan jawaban yang diberikan oleh anaknya tersebut. Dia marah karena Jaka gagal melaksanakan tugas yang diberikan oleh mertuanya. Dia takut jika besannya tersebut menjadi marah mengingat kelakuan besannya yang seperti itu."Apa tidak bisa kamu paksa Jak?" tanya Bu Lina."Tidak bisa Ma, malah Nenek Arini juga ikut bicara memarahi Jaka egois dan hanya memikirkan diri sendiri," ujar Jaka.Bu Lina meradang dengan penjelasan yang diberikan oleh Jaka tersebut."Sombong sekali Jak, mentang-mentang mereka orang kaya terus bisa berbuat seenak dengkulnya sendiri gitu sama kamu. Mama benar-benar tidak habis pikir dengan mereka. Ngakunya orang kaya tapi sama sekali tidak punya hati," gerutu Bu Lina.Jaka mengabaikan gerutuan dari sang ibu. D
"Apa Mas, coba ulangi permintaanmu?" ujar Kinan yang begitu terkejut mendengar permintaan dari Jaka tersebut."Aku minta tolong sekali Kinan agar aku diijinkan untuk meminjam Rayyan untuk dibawa menemui Saskia. Seminggu saja, bukankah Rayyan itu adalah anak aku juga Kinan?" ujar Jaka.Kinan terperangah dengan permintaan Jaka yang begitu absurd. Dia tidak menyangka seorang Jaka Saputra yang dia kenal dulu begitu bijak dalam membuat keputusan bisa menjadi begitu bodoh seperti ini."Mas, Rayyan bukan barang yang bisa dipinjamkan seperti itu!" ujar Kinan sembari menahan amarah yang mulai bergolak di dada."Ayolah Kinan, tolong Mas sekali ini saja. Demu kesembuhan Saskia," ujar Jaka yang kini berlutut di kaki Kinan."Kamu rupanya belum puas juga Jaka?" ujar Nenek Arini yang tiba-tiba muncul dari ruang tengah.Jaka yang sedang dalam posisi berlutut kepada Kinan langsung berdiri ketika mendengar suara Nenek Arini. Jaka merasa segan dengan wanita paruh baya tersebut."Kamu masih mencoba untuk
"Silahkan masuk Pak," ujar security tersebut setelah beberapa lama menelepon.'Alhamdulillah,' ucap Jaka dalam hatinya.Jaka pun bergegas untuk memacu kendaraannya untuk segera mencari rumah Kinan. Dan akhirnya setelah berputar beberapa kali, aku bisa menemukan mobil Nenek Arini yang terparkir rapi di halaman rumahnya. Jaka ternganga melihat kediaman Nenek Arini yang begitu mewah dan besar. Jaka tersadar dari kekagumannya setelah lama melihat rumah tersebut. Dia bergegas melangkahkan kakinya menuju gerbang security yang ada di depan."Permisi Pak, saya ingin bertemu dengan Kinan," ujar Jaka kepada security yang berjaga di pos satpam."Oh iya Pak Jaka ya? Silahkan masuk Bu Kinan sudah menunggu di dalam," ucap security tersebut dengan ramah.Jaka segera memarkirkan motornya lalu dia mmpun memencet bel di pintu depan. Ternyata Kinan sendiri yang membuka pintu. Jaka termangu melihat penampilan Kinan yang kini semakin cantik seetelah melahirkan."Silahkan masuk Mas Jaka, ada perlu apa ya?"
POV Jaka"Gimana Jak? Berhasil kan, apa neneknya Kinan mau diajak kerjasama?" tanya ibu begitu melihatku yang baru saja masuk rumah.Aku menggelengkan kepalaku dan mendesah pelan."Nenek Arini menolak mentah-mentah usul yang Jaka berikan Ma," ucapku sembari menghela nafas panjang dan merasa sangat frustasi."Loh kenapa? Kan hanya meminjam Jak, kamu juga punya hak loh atas anak kamu. Mereka nggak bisa seenaknya saja melarang kamu untuk bertemu anaknya!" gerutu ibu dengan kesal.Aku hanya diam tidak mampu lagi untuk menjawab celotehan dari ibu. Kepalaku pening memikirkan jika nanti mama mertuaku datang dan menyuruhku untuk mengikuti saran untuk mengambil hak asuh. Aku sudah pasti kalah."Imel kemana Bu?" tanya Jaka menanyakan kemana sang adik yang tidak kelihatan."Imel ke butik, katanya dia tidak mau ditegur karena kelamaan cuti dari kerjaan," jawab Ibu yang langsung aku jawab dengan anggukan.Kulihat ibu memilih untuk duduk di sebelahku sembari menggigiti kukunya, sepertinya beliau ik