"Silahkan masuk Pak," ujar security tersebut setelah beberapa lama menelepon.'Alhamdulillah,' ucap Jaka dalam hatinya.Jaka pun bergegas untuk memacu kendaraannya untuk segera mencari rumah Kinan. Dan akhirnya setelah berputar beberapa kali, aku bisa menemukan mobil Nenek Arini yang terparkir rapi di halaman rumahnya. Jaka ternganga melihat kediaman Nenek Arini yang begitu mewah dan besar. Jaka tersadar dari kekagumannya setelah lama melihat rumah tersebut. Dia bergegas melangkahkan kakinya menuju gerbang security yang ada di depan."Permisi Pak, saya ingin bertemu dengan Kinan," ujar Jaka kepada security yang berjaga di pos satpam."Oh iya Pak Jaka ya? Silahkan masuk Bu Kinan sudah menunggu di dalam," ucap security tersebut dengan ramah.Jaka segera memarkirkan motornya lalu dia mmpun memencet bel di pintu depan. Ternyata Kinan sendiri yang membuka pintu. Jaka termangu melihat penampilan Kinan yang kini semakin cantik seetelah melahirkan."Silahkan masuk Mas Jaka, ada perlu apa ya?"
"Apa Mas, coba ulangi permintaanmu?" ujar Kinan yang begitu terkejut mendengar permintaan dari Jaka tersebut."Aku minta tolong sekali Kinan agar aku diijinkan untuk meminjam Rayyan untuk dibawa menemui Saskia. Seminggu saja, bukankah Rayyan itu adalah anak aku juga Kinan?" ujar Jaka.Kinan terperangah dengan permintaan Jaka yang begitu absurd. Dia tidak menyangka seorang Jaka Saputra yang dia kenal dulu begitu bijak dalam membuat keputusan bisa menjadi begitu bodoh seperti ini."Mas, Rayyan bukan barang yang bisa dipinjamkan seperti itu!" ujar Kinan sembari menahan amarah yang mulai bergolak di dada."Ayolah Kinan, tolong Mas sekali ini saja. Demu kesembuhan Saskia," ujar Jaka yang kini berlutut di kaki Kinan."Kamu rupanya belum puas juga Jaka?" ujar Nenek Arini yang tiba-tiba muncul dari ruang tengah.Jaka yang sedang dalam posisi berlutut kepada Kinan langsung berdiri ketika mendengar suara Nenek Arini. Jaka merasa segan dengan wanita paruh baya tersebut."Kamu masih mencoba untuk
"Gimana Jak? Berhasil atau tidak?" tanya Bu Lina ketika melihat Jaka masuk ke dalam rumah."Ah maaf Ma, Kinan tetap kukuh pada pendiriannya untuk tidak meminjamkan Rayyan. Dia bilang Rayyan masih asi jadi tidak bisa dia pinjamkan," keluh Jaka.Bu Lina gondok dengan jawaban yang diberikan oleh anaknya tersebut. Dia marah karena Jaka gagal melaksanakan tugas yang diberikan oleh mertuanya. Dia takut jika besannya tersebut menjadi marah mengingat kelakuan besannya yang seperti itu."Apa tidak bisa kamu paksa Jak?" tanya Bu Lina."Tidak bisa Ma, malah Nenek Arini juga ikut bicara memarahi Jaka egois dan hanya memikirkan diri sendiri," ujar Jaka.Bu Lina meradang dengan penjelasan yang diberikan oleh Jaka tersebut."Sombong sekali Jak, mentang-mentang mereka orang kaya terus bisa berbuat seenak dengkulnya sendiri gitu sama kamu. Mama benar-benar tidak habis pikir dengan mereka. Ngakunya orang kaya tapi sama sekali tidak punya hati," gerutu Bu Lina.Jaka mengabaikan gerutuan dari sang ibu. D
"Jadi Nenek Arini itu ternyata adalah nenek kandungnya Kinan. Dia adalah pengusaha pemilik HW Group yang bergerak di bidang FNB namun kini sedang merambah dunia fashion," jelas Jaka panjang lebar."Apa???" Bu Sarah membelalakkan matanya karena begitu terkejut dengan berita yang Jaka sampaikan.Bu Sarah tidak menyangka orang yang selalu dia rendahkan adalah orang kaya. Dan dia juga investor tunggal di bisnis anaknya. Tentu ini bukanlah kabar yang bagus."Kamu jangan bercanda gini, nggak lucu," bentak Bu Sarah.Meskipun mendengar suara keribuatan, Saskia hanya diam mematung sembari memandang ke jendela. Tatapannya mengarah ke arah jendela, memandang jauh ke depan sana seolah ada anaknya di ujung sana.Bu Sara memijit pelipisnya berasa pusing, padahal dalam hati dia sudah membuat rencana akan menculik Rayyan. Tentu saja jika dia melakukan itu, bukan tidak mungkin bisnis anaknya akan hancur."Sas, sembuh donk. Ayo ngomong sama mama," ujar Bu Sarah kepada Saskia.Namun Saskia hanya diam ti
"Bayi.. Bayiku," ujar Saskia ketika di jalan dia berpapasan dengan seorang suster yang sedang membawa bayi ke ruang bayi menggunakan inkubator."Bukan Sas, itu bukan bayi kamu. Itu bayi orang lain," ujar Jaka seraya mendorong dengan cepat kursi rodanya sebelum Saskia semakin histeris."Tidak itu bayikuu.. Huhu.. Itu bayikuuu," ujar Saskia sembari menangis.Tentu saja kelakuan Saskia tersebut menarik perhatian dari beberapa pengunjung yang lewat di lorong rumah sakit tersebut."Sayang sabar ya, itu bukan Nabila," jawab Jaka berusaha menyadarkan Saskia."Nggak, itu bayikuu, bayikuu," Saskia masih berteriak histeris.Jaka akhirnya berjalan menerobos kerumunan orang agar segera bisa membawa Saskia menuju mobil sebelum dia berteriak histeris kembali.Dalam hatinya Jaka merasa kasihan kepada nasib Saskia yang terlihat sekali begitu meratapi kepergian sang putri kecil."Jaka, lama sekali?" gerutu Bu Sarah yang sudah terlebih dahulu sampai di sebelah mobil milik Jaka."Maaf Ma, tadi Saskia se
Adzan subuh baru saja berkumandang, matahari pun sepertinya belum ingin menampakkan diri dari peraduannya. Tetes sisa hujan semalam masih bertahan di dedaunan yang semakin membuat malas untuk beranjak dari tempat tidur.Namun kesibukan setiap pagi yang menjadi rutinitasku sehari-hari tidak membuatku malas. Setelah kutunaikan kewajibanku shalat subuh, gegas aku menyiapkan sarapan untuk keluarga suamiku. Mas Jaka, suamiku, sudah berangkat ke masjid untuk shalat subuh berjamaah disana. Sembari memasak aku juga merendam baju jadi nanti selesai masak aku bisa lanjutkan dengan mencuci baju."Heh Kinan, mana teh panas buatku?" ibu mertuaku datang sambil berteriak."Bentar Bu, airnya belum mendidih," jawabku dengan pelan."Hei kamu itu gimana sih, kan sudah aku bilang kalau setiap pagi itu aku harus minum teh panas setelah bangun tidur. Harus berapa kali aku ulangi hah? Dasar menantu sudah mandul lelet pula. Nyesel aku merestui anakku menikah dengan kamu. Anak lelaki kesayanganku itu harusnya
"Ini tehnya, Bu. Silahkan diminum," kusajikan teh panas seperti pesanan ibu di meja makan. Kutata juga makanan di atas meja. Ada roti bakar dengan selai kacang favorit suamiku untuk sarapan. Dan nasi goreng seafood untuk sarapan ibu mertuaku.Adik iparku jam segini belum bangun. Dia masih kuliah semester akhir di sebuah universitas swasta di kotaku. Nyatanya meskipun kakak beradik, tapi adik iparku tidak seperti Mas Jaka yang pintar dan rajin. Dia sangat pemalas, kerjanya hanya bermain instagram atau joged tiktok. Tidak sedikitpun dia membantuku mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tapi ibu mertuaku tidak pernah menegurnya. Begitu pun Mas Jaka selalu memanjakan adiknya ini. Dia merasa adik bungsunya kekurangan figur seorang ayah jadi dia menggantinya dengan selalu memanjakannya setiap hari."Emm.. Mas aku boleh ijin untuk menemui Bu Hasna siang ini di panti. Aku rindu sekali dengan beliau Mas. Semalam aku bermimpi tidak enak tentang beliau, jadi aku kepikiran. Makanya hari ini aku ingi
Sudah Bu jangan marah-marah, nanti darah tingginya kambuh," Mas Jaka berusaha menghentikan ibu mertuaku."Kamu mendoakan darah tinggi ibu kumat, Jaka? Tega sekali kamu! Pasti karena hasutan istri kamu ini kan jadi kamu berani melawan ibu sekarang?" maki ibu mertuaku. Dia sekarang ikutan marah kepada mas Jaka, padahal apa yang dikatakan Mas Jaka benar. Ibu mertuaku ini memang punya riwayat penyakit darah tinggi, apalagi kalau terlalu banyak pikiran pasti kambuh lalu masuk rumah sakit.Sudah berulang kali ibu mertuaku diingatkan oleh Mas Jaka agar mengurangi beban pikiran, toh sekarang semua biaya hidup sudah ditanggung Mas Jaka. Memang sejak Mas Jaka sudah bekerja, ibu mertuaku tidak berjualan sembako di depan rumah lagi karena dilarang oleh Mas Jaka untuk bekerja terlalu berat. Benar bukan yang aku bilang kalau Mas Jaka ini sayang sekali sama ibu dan adiknya. Dia bekerja dengan giat hingga bisa seperti sekarang menjadi supervisor di usia yang masih relatif muda."Bukan begitu, Bu. Jak