Share

Harus Kuat

Keesokan harinya, Lily berusaha menenangkan diri dan menata hati sejak pagi. Embusan napas yang cukup berat ia keluarkan, saat mendengar deru mobil Rizal memasuki pekarangan rumah mereka.

Sejenak ia mematung di kamar. Seolah ada tali besar yang mengikat kaki, sehingga Lily merasa berat untuk melangkah keluar. Lily  meraih kursi dan duduk menatap dirinya sendiri di depan cermin dengan nanar. Lily baru berkedip, saat keringat dingin meluncur turun melewati alis dan kelopak matanya. Lily mengigit bibirnya pelan. Tangan kanan mengepal, sedangkan tangan kiri meremas baju bagian depan.

"Ayo Lily si keledai. Jangan nangis. Air matamu terlalu murah, jika kamu tumpahkan untuk manusia-manusia sampah seperti mereka. Kuat ... kuat ... kuat!" Lily memejamkan mata, bersugesti di dalam hati.

Ia merasa kuat, setiap menginggat penghinaan mertuanya. Baginya, hinaan dan cemoohan dari Bu Erna dan Rizal adalah cambuk penyemangat yang terus memaksanya untuk lebih tegar. Ia semangat ingin membuktikan pada mereka bahwa dia lebih baik juga semangat untuk membuktikan, bahwa mereka sesungguhnya lebih rendah daripada dirinya, yang mereka sejajarkan dengan seekor keledai.

Cepat-cepat tangannya meraih tisu. Mengelap keringat dan air mata yang sempat menetes meskipun tidak terlalu banyak. Setelah itu, Lily meraih bedak dan memoles kembali spoon di pipi, untuk mempertebal bedak di bagian wajah yang sempat luntur. 

Setelah itu ia melangkah keluar, hatinya sudah tenang dan sangat siap untuk menyambut wanita kedua suaminya.

Lily memasang senyum, ketika melihat Rizal turun dari mobil terlebih dahulu, kemudian ia bergegas membuka pintu satunya. Nessa langsung turun. Kedua pengantin baru tersebut nelangkah mendekat.

"Lily, kenalin ini Nessa. Nessa, kenalin ini Lily," ucap Rizal sebelum masuk pada Lily yang berdiri menyambut mereka di depan pintu.

Nessa mengulurkan tangan, yang di sambut dengan cepat oleh Lily. Saat berjabat tangan pandangan keduanya bersirobok. Nessa memandang Lily dengan tatapan pongah. Banggakah dia menjadi wanita kedua? Mungkin. Mungkin saja dia bangga karena berhasil membuat seorang Rizal bertekuk lutut, hingga rela membagi   jiwa dan raganya dari seorang Lily.

Sebaliknya , Lily memandang Nessa dengan tatapan iba. Ya! Dia iba melihat seorang Nessa yang cantik, hanya mampu mendapatkan suami yang masih berstatus sebagai suami orang. Bagi Lily, menikah dengan suami orang, adalah harga diri terendah dari seorang wanita. 

"Selamat datang Nessa," terdengar suara ramah Bu Erna dari belakang, menyambut kedatangan anak kesayangam dan menantu barunya. Bu Erna langsung mempersilahkan Rizal dan Nessa masuk. Lily memberikan jalan pada mereka, yang langsung duduk di ruang tamu.

"Maaf ya, ibu tadi sibuk di dapur. Ibu masak yang spesial buat menyambut kalian. Istrimu yang satu itu, Zal! Malas. Banget. Kerjaannya hanya mengurung diri di kamar, tiduran saja. Selama kamu di sana dia memilih beli terus makanan. Sok kebanyakan duit. Nanti kalau sudah habis, baru tahu rasa," adu Bu Erna pada Rizal dengan nada berapi-api. Lily tersenyum dalam hati mendengar aduan mertuanya. Memang itu yang dia inginkan. 

"Udahlah Bu, masa Nessa baru datang ibu langsung ngomel-ngomel," sergah Rizal sambil mengempas tubuhnya di kursi tamu yang empuk. 

"Ah, iya. Maaf ya Nes. Ibu jadi terbawa emosi. Lily! Bantu mereka membawa tas ke kamar," perintah Bu Erna mendadak hilang lemah-lembut bila berbicara pada Lily.

Lily mengangguk patuh sambil berusaha tersenyum. Ia meraih tas yang mungkin berisi pakaian Nessa, dan berjalan terlebih dahulu. Rizal yang semula duduk, kembali berdiri lalu melangkah mengikuti Lily. Di belakang Rizal, Nessa pun berjalan mengikuti meskipun tanpa diajak oleh Rizal. Kedua tangannya tak mau melepas baju Rizal. 

Lily berbelok ke kamar lama mereka dan langsung meletakkan tas Nessa di dalamnya. Rizal langsung melepas tangan Nessa secara paksa dan mengejar Lily.

"Loh, kok kesini Ly? Emang kita mau tidur berti ...."

Rizal tak jadi melanjutkan ucapannya, saat melihat kamar mereka sudah kosong. Hanya tersisa satu lemari miliknya saja di dalam.

"Loh, kemana lemarimu Ly? Kamu pindah kemana?" Wajah Rizal mulai terlihat panik.

Nessa yang tidak mengerti soal tata letak kamar mereka sebelumnya hanya diam menyimak. Tapi dalam hatunya mulai muncul rasa tak suka, melihat  keperdulian Rizal pada Lily. Menurutnya itu berlebihan.

"Kamu tenang aja, Mas. Aku enggak kemana-mana. Masih di dalam rumah ini. Aku kan masih istrimu," jawab Lily datar sambil terus berusaha menyunggingkan senyum.

Wajah tegang Rizal perlahan mengendor. Tadi ia sempat berpikir Lily sudah mengungsikan barang-barangnya keluar rumah, kemudian ia menyusul pergi juga.

"Ooh, pasti kamu pindah ke kamar, yang lama enggak kepake ya?" tebak Rizal sambil mendekat dan melingkarkan tangab di pundak Lily. Wajah Nessa berubah memerah. Hatinya mulai panas melihat pemandangan yang disuguhkan oleh madu dan suaminya.

"Jangan khawatirkan aku, Mas. Kamar ino sekarang sepenuhnya milil kalian berdua," jawab Lily lembut sambil menurunkan tangan Rizal perlahan. Tak lupa ia sunggingkan senyum manis pada Nessa yang nampak gusar.

Rizal tersenyum, kemudian berbalik keluar untuk memastikan bahwa dugaannya benar. Sementara itu, Nessa yang semula kepanasan, mulai tenang mendengar ucapan Lily. Bukankah itu artinya Lily memberikan kamar utama mereka untuknya? Ia tersenyum puas memandang ke sekeliling kamar yang akan ia tempati. Lily menatap Nessa yang nampak terpesona dengan kamar peninggalannya. Dengan langkah ringan ia mendekat pada Nessa yang sudah duduk di tepi ranjang.

"Terima kasih sudah memberikan aku kamar utamamu," ucap Nessa sumringah dengan pandangan masih teredar ke sekeliling kamar. Lily tersenyum sinis mendengar ucapan Nessa.

"Dengan senang hati. Oh, ya maaf. Aku lupa ngucapin selamat atas pernikahan kalian saat datang tadi. Selamat ya Nessa. Selamat menempuh hidup baru, dan bersenang-senanglah dengan suami bekasku di kamar bekasku ini," ucap Lily sambil berbisik di telinga Nessa.

Mendengar ucapan Lily, senyum yang tadi merekah di mulut Nessa mendadak lenyap. Wajahnya kembali memerah mendengar ucapan Lily. Ia merasa Lily menghinanya.

Sementara itu, sambil tersenyum mengejek Lily langsung melangkah keluar, menuju kamarnya bersama anak-anak.

Belum sampai di pintu kamar anak-anainya, Lily mendengar langkah Rizal yang berjalan tergesa-gesa di belakang.

"Ly, kamu pindah ke sini? Sama anak-anak?"

Rizal menyerobot masuk duluan. Lalu duduk di tepi ranjang. Matanya melotot melihat lemari pakaian dan meja hisa milik Lily sudah tertata rapi di kamar anak-anak mereka.

"Ada masalah, Mas?" tanya Lily menatap Rizal santai. Rizal menggaruk-garuk kepala.

"Tapi kan, Ly ... dibelakang masih ada kamar kosong. Kenapa kamu harus ke sini pindahnya?" protes Rizal.

"Di sana terlalu kotor, Mas. Aku malas bersihin. Emang kenapa? Emang enggak boleh, ya? Kalau aku mau tidur sama anak-anakku?" Lily menatap Rizal tajam.

Rizal langsung berdiri sambil mengusap tengkuk.

"Iyaaaah ... enggak masalah sih. Cuma ... kalau aku kangen sama kamu, gimana Dek? Kalau aku lagi kepengen sama kamu, gimana?" Rizal mendekat dan ingin memeluk Lily dari belakang.

Lily berbalik dan langsung mendorong Rizal keluar kamar dan menutup pintu cepat-cepat. Sungguh saat ini, untuk bersentuhan saja ia merasa jijik dengan suaminya. Apalagi untuk melayani. 

"Ly! Kamu kok gitu? Kamu juga istriku loh! Aku berhak mengaturmu dan kamu juga tetap harus melayani aku kapan saja," seru Rizal tanpa tahu malu dari luar sambil mengetuk pintu yang sudah terkunci berulang kali.

"Atur dan urus saja istri barumu di sana, Mas!" Jawab Lily nyaring, lalu beranjak untuk merebahkan tubuh di pembaringan dan menutup telinganya dengan bantal. 

Di luar kamar, terpaksa Rizal kembali ke kamar lamanya dengan perasaan geram, karena Lily mulai berani membantah kemauannya. 

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Yetty Adelaide Langi
free nya cuma buat promo doang. kecewaaaaa....
goodnovel comment avatar
May Ginting
free nya bohongan
goodnovel comment avatar
SK Celey
mana FREE nya?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status