"Astaga, ayahmu tega sekali!" Jihan menggeleng-gelengkan kepalanya setelah mendengar semua cerita Riani.
Riani hanya bisa terdiam dan sudah malas membahas sang ayah, ia tidak mengerti kenapa ayahnya tega sekali melakukan ini padanya. Riani juga saat ini bekerja dengan keluarga Prawira tidak mendapatkan gaji sepeserpun, karena itu sudah perjanjiannya saat itu.Sungguh, Riani sudah bingung harus melakukan apa lagi saat ini. Sebenarnya ia ingin sekali pergi dari rumah keluarga Prawira, tapi saat ini ia belum memiliki uang yang cukup untuk pergi.Jihan menatap lekat kepada sahabatnya, ia paham pasti Riani sedang memikirkan sesuatu. Jihan juga bingung harus membantu Riani bagaimana, apa lagi ia tidak tau di mana keberadaan ayah kandungnya Riani."Kalau gitu, aku mau kembali saja ke rumah majikan aku," ucap Riani setelah beberapa menit suasana menjadi hening."Ri, apa kau yakin mau kembali ke sana? Kamu aja tidak di berikan uang, kan?"Baby, sepertinya kita harus mampir terlebih dahulu," celetuk Jonathan."Ma ... mampir? Mampir ke mana?" tanya Riani dengan gugup.Jonathan tidak menjawab pertanyaannya Riani, tapi ia menghentikan mobilnya di tepi jalan dan melirik ke arah samping mobilnya.Riani ikut melirik ke arah pandangan Jonathan, lalu keningnya mengerut saat melihat sebuah gedung yang terdiri dari puluhan lantai. Gedung itu adalah sebuah hotel mewah, entah apa yang ada di dalam pikirannya Jonathan.Namun, Riani sudah tau apa yang di pikirkan Jonathan. Otaknya Jonathan sudah pasti sangat mesum, pikirnya Riani."Aku ingin pulang, Tuan!" Riani mencoba melepaskan tangannya yang saat ini masih berada dalam genggaman Jonathan.Jonathan tidak merespon apapun, ia kembali menancap gas dan masuk ke dalam gedung itu. Gedung yang ternyata hotel, jantungnya Riani sudah tidak karuan.Riani ingin sekali pergi dan kabur dari dalam mobilnya Jonathan
"Mandi yang bersih baby." Jonathan mendaratkan bibirnya pada bibir ranum milik Riani, setalah itu Riani melangkah pergi dari hadapannya Jonathan.Riani tidak mengatakan apapun lagi, ia langsung pergi saja ke dalam kamar mandi. Sampai di dalam kamar mandi. Riani mengunci pintu kamar mandi itu dengan tergesa-gesa, ia tidak ingin Jonathan menerobos masuk ke dalam kamar mandi.Tubuh Riani lemas dan tiba-tiba saja tubuhnya langsung jatuh dan ia duduk di lantai kamar mandi. Air mata Riani juga jatuh membasahi pipinya, sungguh ia sangat sedih dengan semua nasib yang saat ini sedang ia jalankan.Berkali-kali Riani menghela napas dan memejamkan matanya, lalu ia menatap sekitar kamar mandi. Riani mencoba berpikir untuk kabur dari sini, tapi sepertinya tidak bisa."Tas aku ada di kamar," gumam Riani yang mengingat dompet, ponsel dan lainnya ada di dalam tas itu.Sungguh, Riani sudah kehilangan akal sehat dan ingin sekal
"Kita pesan makanan saja ya dari luar?" Jonathan masih menatap Riani dan seperti menunggu persetujuan darinya."Aku terserah kamu saja," kata Riani dengan suara pelan.Sungguh, Riani seperti tidak biasa mengatakan kata kamu pada anak majikannya itu, Jonathan.Namun, berbeda dengan Jonathan. Dia malah tersenyum ketika wanita yang di sampingnya sudah tidak berbicara formal lagi padanya.Wanita yang saat ini menjadi mainan cantik bagi Jonathan. Jonathan membelai lembut rambutnya Riani."Jangan pernah kamu melakukan ini pada pria lain," celetuk Jonathan masih menatap tajam ke arah mainannya."Melakukan apa?" tanya Riani dengan wajah polos.Jonathan langsung mendekatkan bibirnya pada telinga Riani, lalu ia mengatakan. "Melakukan permainan di atas seperti kita bermain di atas ranjang," bisik Jonathan membuat Riani bergidik geli."Hem, i ... itu tidak mungkin," ucap Riani yang sedikit menjauhkan tub
"Tadi aku bertemu dengan Riani di pinggir jalan saat dia sedang menunggu bis, jadi aku mengajaknya pulang bersama saja Bu," jawab Jonathan yang mulai berbohong pada ibunya sendiri."Oh begitu, ya sudah. Riani masuk saja ke dalam dan bersihkan diri terlebih dahulu baru mulai kerja, atau kalau masih butuh istirahat ya istirahat saja." Dona selaku ibu kandungnya Jonathan mengatakan itu sambil tersenyum.Sedangkan Riani, dia sedikit merasa sungkan dan merasa bersalah. Riani merasakan itu karena yang sebenarnya terjadi bukan itu, apa lagi Jonathan sudah menikmati tubuhnya.Sering sekali Riani memikirkan kebaikan keluarga Jonathan padanya, tapi mau bagaimana lagi? Semuanya sudah terlanjut. Riani hanya perlu berpura-pura dan menyembunyikan semua ini dari keluarga Jonathan."Terimakasih, nyonya. Kalau begitu saya pamit ke dalam rumah," ucap Riani dengan sopan, dia juga tidak lupa membungkukkan badannya.Dona hanya me
Dona, terus-menerus memperhatikan gerak-gerik anak bungsunya itu. Dia menyimpan banyak kecurigaan padanya, tapi dia tidak boleh gegabah."Tumben sekali Jon tidak tertarik ke golf," celetuk Jefan saat melihat punggung gagah sang adik sudah keluar dari ruang makan."Jon hanya lelah," balas Daniel yang tidak ingin memperpanjang pembahasan tadi."Tidak mungkin sayang, Jon itu selalu akan tergiur ketika kalian membahas golf," kekeh Dona yang merasa sudah mengetahui karakter anak bungsunya."Sudah kita bahas yang lain aja!" Daniel benar-benar tidak ingin membahas pembicaraan tadi lagi.Daniel sudah tau jika Jonathan sudah asyik bermain dengan mainan barunya--Riani. Daniel juga tidak mempermasalahkan itu, tapi dia hanya takut jika sang istri--Dona mengetahui masalah Jonathan dan Riani.Sekilas Daniel menatap ke arah istri dan anak sulungnya secara bergantian, dan terlihat dari raut wajahnya mereka yang menaruh kecuri
Walaupun keluarganya Jonathan sedang tidur, tapi tetap saja Riani tidak bisa melakukannya."Sayang, ayo. Aku ingin loh," bisik Jonathan sambil menekan-nekan miliknya pada milik Riani.Riani merasa tidak nyaman, apa lagi ini berada di dalam ruang dapur milik majikannya. Kalau ada seseorang yang lihat bagaimana? Tamat sudah riwayatnya Riani kalau begitu.Riani juga mencoba melepaskan dirinya dari dekapan Jonathan, tapi tenaganya Jonathan tetap lebih besar dari pada tenaganya.Riani juga sudah berbisik pada Jonathan bahwa dirinya tidak bisa melakukannya di sini, karena akan sangat bahaya jika ada seseorang yang masuk ke ruangan dapur.Jonathan malah mengajak Riani untuk ke kamarnya, tapi Riani tetap menolak. Dia takut kalau ada mata yang melihat gerak-gerik mereka, Riani tetap ketakutan jika mereka melakukannya di dalam rumah ini.Namun, Jonathan bersikeras untuk terus-menerus membujuk Riani. Apa lagi keadaan Jon
Vany.Jon, besok aku ingin bertemu dengan anakku.Seketika Jonathan menghela napasnya dengan panjang dan menghembuskan dengan pelan, sejenak dia melirik ke arah Riani yang sudah pasti membaca pesan itu."Ini ibu kandungnya Jelita," celetuk Jonathan yang masih menatap lekat sosok wanita di sampingnya, wanita yang sudah memuaskan hasratnya beberapa menit yang lalu."Oh gitu, kenapa dia mengirimi kamu pesan seperti itu?" tanya Riani dengan wajah polosnya.Jonathan tersenyum mendengar pertanyaan dari mainan cantiknya, dia langsung berkata. "Entah kenapa mantan kakak iparku selalu mengirimkan aku pesan seperti ini," jawab Jonathan sambil membelai rambut Riani dengan tangan satunya."Oh!" Riani hanya ber'O' ria saja.Jonathan kembali menyimpan ponselnya di atas meja, dia tidak ada niat untuk membalas pesan itu. Riani menatap Jonathan hanya bingung, karena seharusnya dia balas pesan mantan kakak iparnya
"Ada apa, bi?" tanya Riani dengan mengerutkan keningnya."Bawakan ini ke kamarnya Tuan muda," jawab bi Yani."Tu ... Tuan muda?" Riani mengerutkan keningnya. "Maksudnya bibi, Tuan Jonathan?" Riani menatap bi Yani dengan serius."Iya Tuan muda Jonathan, memangnya siapa lagi?"Riani menghela napas dengan kasar, dia sudah tau apa yang akan terjadi setelah ini. Dia seharusnya tidak perlu ke dapur tadi, tapi mau bagaimana lagi? Masa dia harus membantah apa yang di perintahkan oleh bi Yani. Hem, itu tidak mungkin.Dengan berat hati, Riani memandang nampan dengan beberapa makanan yang sudah di beli Jonathan tadi. Bi Yani menatap heran ke arah Riani, karena tadi wajahnya tidak seperti itu."Ri, kau kenapa? Sakit?" tanya bi Yani yang langsung menyentuh kening Riani dengan telapak tangannya sendiri."Tidak sakit bi," jawab Riani dengan sangat lesu."Ya sudah sana ke kamar Tuan muda!" pinta bi Yani pada