Share

7. Demam

Jeri Andara adalah seorang artis terkenal, ia biasa memakai busana dari Wiguna Boutique.

"Aku ada urusan aja," ucap Jeri yang masih melirik kearah sekitar.

"Riani sudah keluar dari sini dan sudah lumayan lama juga," kata Heru.

"Keluar? Kenapa dia tidak memberitahu aku?" Jeri seperti orang kelabakan yang mencari seseorang.

"Aku tidak tau." Heru hanya menaik-turunkan pundaknya dan menatap Jeri dengan bingung.

Jeri memang sering memakai busana di Wiguna Boutique, ia juga adalah ambassador di Wiguna Boutique. Jeri sering sekali di layani oleh Riani, maksudnya di layani dalam hal berpakaian.

"Mau cari pegawai yang mengantikan Riani?" Heru mengajak Jeri untuk melangkah menuju ruangannya, tapi Jeri menggelengkan kepalanya dengan pelan.

"Alamat Riani dimana ya?" Jeri langsung menanyakan alamat Riani pada Heru selaku pemilik Boutique dan bosnya Riani.

"Sudah pindah rumah," ucap Heru.

"Astaga!" Jeri memijat pelan pelipisnya dan seperti orang kebingungan.

Jeri sepertinya memang membutuhkan Riani saat ini namun Heru jadi bingung sendiri dengan sikap Jeri yang seperti itu. Heru memikirkan bahwa Jeri dan Riani memiliki hubungan khusus, tapi Heru berpikir lagi pasti tidak mungkin kalau mereka memiliki hubungan khusus.

***

Keesokan harinya.

Pukul 7 pagi.

Keluarga Prawira selesai sarapan dan semuanya sudah melaksanakan aktivitas masing-masing. Namun ada satu orang yang belum melaksanakan aktivitasnya.

"Permisi tuan, apa tuan tidak bekerja?" tanya Riani dengan ramah pada Jonathan.

Saat ini Jonathan masih duduk di kursinya dan belum beranjak. Jonathan juga hanya diam saja tanpa merespon apapun.

"Tuan, apa tuan sakit." tanya Riani lagi yang agak mencemaskan dirinya.

"Iya sepertinya aku sakit," jawab Jonathan dengan lemas dan akhirnya membuka mulutnya.

"Bolehkah aku menyentuh kening tuan?" tanya Riani dengan suara pelan dan meminta izin padanya.

Tidak perlu menunggu lama lagi. Jonathan langsung menarik tangannya Riani dengan pelan, lalu menaruh telapak tangan Riani di keningnya.

"Astaga," ucap Riani setelah menyentuh keningnya.

Kening Jonathan sangat panas dan sudah pasti ia sedang demam. Riani langsung menuntun Jonathan beranjak dari kursi.

"Tuan, kita pindah ke kamar saja agar aku bisa mengurus tuan disana," kata Riani yang sudah menopang tubuhnya yang sangat besar dan berat.

"Iya, itu yang aku tunggu berada didalam kamar bersamamu, sayang," gumam Jonathan.

"Kenapa tuan?" Seketika Riani langsung menoleh kearah Jonathan yang sepertinya sedang berbicara sesuatu, tapi karena suaranya Jonathan sangat pelan membuat Riani menanyakan lagi.

"Tidak!" Jonathan sepertinya tidak mau mengulang pembicaraannya.

Riani dan Jonathan akhirnya sudah sampai didalam kamarnya Jonathan. Riani meniduri Jonathan diatas kasurnya, lalu saat Riani ingin menjauh darinya. Tiba-tiba aja Jonathan menahan tangannya membuat Riani seperti menindih tubuhnya. Wajah mereka benar-benar sangat dekat, dan hembusan nafasnya sangat terasa.

"Cantik!" Jonathan menatap Riani tanpa berkedip lalu membelai pipinya.

Riank langsung bangun begitu saja dan langsung membelakanginya. Wajah Riani agak panas dan pasti saat ini wajahnya memerah.

"Tu ... Tuan, aku akan mengambil air untuk mengompres kening tuan," ucap Riani dengan sangat gugup.

"Oke!" Jonathan seperti tidak merasa gugup akan kejadian tadi.

Riani bergegas pergi dari kamarnya Jonathan dan Jonathan masih berbaring diatas kasur. Jonathan tersenyum miring ketika diriku sudah pergi dari kamarnya.

"Ada bagusnya juga semalaman berendam didalam bathub dengan air dingin," gumam Jonathan yang sepertinya senang saat dirinya mengalami panas.

Jadi, semalam itu Jonathan berendam didalam bathub dengan air dingin selama beberapa jam. Jonathan melakukan itu karena sengaja, karena ia ingin sakit dan di rawat oleh pembantunya.

"Haruskah aku melangsungkan aksiku malam ini," gumam Jonathan dengan senyum menyeringai.

Tidak lama kemudian. Riani kembali dengan membawa air didalam wadah plastik dengan kain. Riani langsung duduk kasur Jonathan, ia juga mulai mengompres keningnya.

"Tuan, apa setidaknya kita ke rumah sakit saja?" tanya Riani yang benar-benar mengkhawatirkan keadaan Jonathan.

"Tidak perlu, sebaiknya kamu saja yang merawatku," jawab Jonathan yang bersikeras tidak ingin ke rumah sakit.

"Baik tuan." Riani hanya menurut saja dengan apa yang di katakan Jonathan.

Beberapa menit kemudian. Riani selesai mengompres Jonathan namun belum juga ada hasilnya, tubuhnya Jonathan masih saja panas seperti terbakar sesuatu.

"Tuan, apa benar-benar tidak ingin ke rumah sakit?" Lagi-lagi kau membahas rumah sakit padanya.

"Tidak perlu, aku ingin dirawat saja olehmu!" tegas Jonathan.

Riani hanya menganggukkan kepalanya dan menatap Jonathan dengan rasa kasihan. Seharusnya hari ini ia sedang bekerja seperti yang lainnya, tapi saat ini ia harus terbaring diatas kasurnya.

Pukul 12 siang.

"Bibi!" teriak Jelita yang baru saja masuk kedalam kamar Riani.

"Oh, nona muda sudah pulang?"

"Nona melulu!" Jelita cemberut.

"Hehehe maafkan aku!"

"Bibi, hari ini kita makan siang diluar saja yuk!" Jelita menarik tangannya Riani untuk keluar dari kamar.

"Makan siang diluar? Tapi bi Yani sudah menyiapkan makan siang untuk Jelita," ucap Riani.

"Ih, aku mau makan bakso!" Jelita menatap Riani dengan tatapan sedih.

Riani berjongkok dan mengimbangi tingginya Jelita, lalu ia berkata. "Jelita, makan baksonya nanti saja ya karena aku sedang mengurus seorang pasien," kata Riani.

"Pasien? Bibi bukan dokter, kan!" Jelita protes saat mendengar perkataan dari pengasuh sekaligus pembantu di rumah keluarga Prawira.

"Benar bibi bukan dokter, tapi ..."

"RIANI!" teriak seorang laki-laki yang sangat kencang membuat Riani dan Jelita menghentikan pembicaraan.

"Loh, itu bukannya suara om Jonathan?" Jelita benar-benar hafal dengan suara Jonathan.

"Benar, itu suara om Jonathan dan pasien aku." Riani bangun dari jongkok dan menuntun Jelita melangkah ke lantai atas.

"Bi, apa om tidak kerja?" Suara Jelita terdengar sangat penasaran.

"Tidak, om Jonathan tadi pagi badannya sangat panas dan sekarang sudah menurun panasnya," jelas Riani.

"Aduh, om aku yang tampan!" Jelita melepaskan genggaman tangan Riani dan berlari begitu saja.

"Jelita, jangan lari!" teriak Riani yang mencoba menghentikan Jelita, namun nihil karena Jelita tidak mendengarkan diriku. Jelita langsung berlari sangat cepat.

Sampai didepan kamar Jonathan. Jelita langsung masuk dan melihat Jonathan sedang duduk diatas kasur sambil bersandar pada tumpukan bantal di belakangnya.

"Om, apa om sakit?" Suara Jelita sangat cemas pada Jonathan.

"Tidak sakit, ok hanya demam biasa aja," ucap Jonathan yang sudah membuka tangannya agar Jelita menghampirinya dan memeluknya.

Jonathan dan Jelita benar-benar mirip seperti seorang ayah dan seorang anak. Mereka sangat dekat melebihi batasan seorang om pada ponakannya.

"Jelita!" teriak Riani saat sampai didepan pintu kamarnya Jonathan.

Riani melihat Jelita dan Jonathan sedang berpelukan, lalu Jonathan mengecup lembut pucuk kepalanya Jelita.

"Maaf!" Riani sedikit membungkuk karena terlalu histeris saat berteriak.

"Om, kenapa bibi itu selalu minta maaf melulu!" Jelita melepaskan pelukannya dan menoleh kearah Riani.

"Tidak tau, bibi selalu bertingkah formal melulu ya!" Jonathan dan Jelita satu komplotan, mereka benar-benar senang ketika menggoda Riani.

"Bibi, aku mau menemani om saja disini," celetuk Jelita.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
b3kic0t
aduhhhh kalau couple j bertemu dunia serasa milik berdua kedekatan om dan ponakan itu nggak perlu di ragukan
goodnovel comment avatar
b3kic0t
dasar Jhonatan bisa2nya dia berendam semalaman hanya untuk menjadi pasien Riani
goodnovel comment avatar
b3kic0t
ada sih jer sepertinya kamu butuh banget sama riani
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status