Sudah tiga hari ini ibuku ikut serta membantu para warga yang juga membantu saat ada orang yang akan melakukan acara. Seperti acara hajatan, khitanan dan pernikahan. Hal seperti ini biasa orang kami menyebutnya dengan istilah rewang, ibuku rewang di tempat acara pernikahan.
Dan ini adalah puncak acaranya, dimana nantinya sepasang mempelai pengantin akan melakukan serangkaian proses menuju sah dan resmi menjadi sepasang suami-istri setelah melakukan ijab kabul. Lalu selanjutnya akan dilaksanakan acara resepsi pernikahan.
Aku ikut menyambut dengan antusias hari ini, ingin menyaksikan secara langsung acara ini dari awal sampai selesai.
Memang acara pesta pernikahan yang di selenggarakan terbilang sederhana, namun sangat meriah dan ramai di isi dengan kehangatan para warga yang sudah seperti keluarga. Keluarga besar, ya semua orang di kampungku inilah seluruh keluargaku.
Jarak dari rumahku menuju acara pesta lumayan agak jauh, kalau berjalan kaki sekita
"Apakah masih lama?" tanyaku pada Johan yang saat ini fokus menyetir.Sudah hampir lima jam lebih kami di perjalanan, tapi tak kunjung juga sampai di kampung tempat acara pesta pernikahan saudara jauh Johan."Dikit lagi bos," sahutnya nyengir.Huffftt, aku mendengkus sebal mendengarnya. Dari tadi dia bilang dikit lagi, dikit lagi, tapi nyatanya sampai sekarang pun tak kunjung sampai.Ini sebenarnya rumah saudara jauh Johan tinggal di kampung yang paling pelosok apa?"Felly, are you okay?" tanyaku seraya menoleh ke belakang, dimana istri Johan yang duduk di jok kursi belakang bersama sang putra tercinta mereka.Felo, nama anak sulung Johan yang kini sudah berusia dua setengah tahun. Anak tampan yang manis, imut, lucu dan sangat menggemaskan."I'm okay Artan, bahkan aku sangat menikmati perjalanan ini." jawab Felly sembari mengelus perut buncitnya yang semakin hari membesar secara perlahan-lahan. Hal itu tak luput dari pengamatank
Langkah kaki Reva berhenti ketika matanya bersiborok dengan mata Artan, ia kaget luar biasa dan tak menyangka jika akan bertemu dengan Artan di kampungnya ini.Apakah ia sedang bermimpi? Ataukah ini hanyalah halusinasi Reva saja?Reva memejamkan matanya seraya menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali, berharap jika apa yang di lihatnya itu salah. Reva berdoa dalam hatinya, semoga saja saat dia membuka mata sosok Artan tak ada.Namun sialnya ketika Reva membuka kembali kedua matanya, sosok Artan masih ada disana. Duduk diantara barisan para pria, Reva juga melihat sosok Johan."Pak Johan?" gumam Reva tak menyangka."Kak Johan?" ulang Lila menoleh ke arah Reva saat ia tak sengaja mendengar Reva menyebut nama saudara jauhnya."Kamu mengenalnya Lila?" tanya Reva yang di angguki Lila."Dia saudara jauh yang ku maksud tadi Re." jelas Lila menjelaskan hubungan diantara ia dan Johan.Reva ternganga mendengarnya, jadi ini...?
Jantung Reva berpacu semakin cepat dan serasa ingin melompat keluar dari dalam tubuhnya. Bagaimana tidak? Pasalnya kini Artan semakin cepat dan dekat dengannya.Kedua telapak tangan Reva basah oleh keringat dingin yang menguar begitu saja, apalagi dahinya semakin penuh bulir-bulir keringat dingin yang menetes. Reva mengelap sekilas dahinya dengan punggung sebelah tangannya, kemudian mencengkeram kembali bagian kebayanya.Saat Artan sudah berdiri menjulang di sampingnya kini duduk, Reva rasanya ingin bumi terbelah menjadi dua dan menenggelamkannya saja.Lihatlah bagaimana cara Artan yang menatapnya tak berkedip, penuh ketajaman dan intimidasi yang kuat. Reva tak perlu repot-repot menoleh dan mendongakkan wajahnya melihat ke wajah tampan Artan, cukup memperhatikan satu persatu milmik wajah dan reaksi teman-temannya saja Reva sudah tahu bagaimana pesona seorang Artan Narendra yang begitu banyak dikagumi para wanita.Kedua mata Reva mendelik terke
"Kenapa kau pergi begitu saja tanpa memberitahuku terlebih dahulu?" tanya Artan membuka percakapan antara ia dan Reva yang sejak tadi hanya diam.Artan menepikan mobilnya didekat pohon besar yang masih kawasan kampung, ia memberhentikan mobilnya karena merasa lelah dan tak tahan ingin segera bertanya pada Reva.Reva mendengkus sebal, jika ia memberitahu Artan mengenai kepergiannya yang pulang kampung itu sama saja bukan kabur artinya. Tak mungkin Reva mengatakan jika alasannya yang begitu kuat melarikan diri pulang kampung adalah karena Artan.Tapi, jika sudah begini maka alasan tepat apa yang bisa Reva berikan. Huffftt!"Jawab pertanyaanku Reva!" peringat Artan merasa kesal karena Reva hanya diam saja."Tidak ada alasan," ucap Reva pada akhirnya menjawab pertanyaan Artan karena mulutnya sudah terasa gatal ingin menjawabnya."Tak ada alasan bagi seseorang yang ingin pulang kampung bukan? Anda pasti tahu alasannya apa, dan ku rasa aku j
Tolong bantu aku untuk semakin dekat dengan Niken, aku ingin menjalani suatu hubungan yang serius dengannya.Sial!Artan merutuki mulutnya sendiri yang dengan lancang bebas mengeluarkan kata-kata itu. Padahal niat awal Artan sebenarnya ingin bilang jika sepertinya mulai gila karena terus memikirkan Reva serta merindukannya.Tapi, kenapa malah kata-kata ini yang keluar? Aisshhh.Artan dapat melihat jelas mulut Reva yang tadinya menganga lebar mungkin efek kaget, namun kini Reva mengatupkan mulutnya dan merubah ekspresinya yang tadi seperti orang yang hampir nyaris pingsan.Reva berdeham sebentar sebelum mulai bicara, "jadi untuk ini kau sangat gigih ingin menemuiku?""Ya."Jawaban singkat Artan membuat Reva semakin terluka, Reva mengepalkan tangan seraya meremasnya."Lalu, kenapa kau memilihku? Bukankah banyak Mak comblang yang lain? Bukankah kita sepakat jika kau sudah menemukan wanita yang kau inginkan, maka
Reva belum sepenuhnya berpikir jernih ketika Artan melangkah semakin dekat dan berdiri di depan pintu utama rumahnya. Saat menyadari akan tindakan Artan yang main nyelonong saja, Reva berlari dan berusaha menghalangi Artan."Kenapa?" tanya Artan tak suka karena Reva yang membentangkan kedua tangannya menghalangi Artan agar tak ikut masuk ke dalam rumahnya.Reva menatap tajam Artan, namun yang di tatap sama sekali tak berpengaruh sedikitpun."Aku kan sudah mengusirmu, kenapa kau malah berjalan dan seakan ingin masuk ke dalam rumahku?!" ucap Reva ketus dan kini mendelikkan matanya pada Artan."Suka-suka ku dong." sahut Artan cuek dan kembali melangkah, dengan gampangnya Artan menyingkirkan tubuh Reva yang tadi menghalangi langkahnya.Artan menatap gembok yang terpasang di pintu rumah Reva, berbalik badan ke arah Reva dengan tatapan memohon."Apa?!" tanya Reva yang sudah kelewat ketus pun tak bisa mencegah suaranya yang ketus."Buka pint
"Jadi karena itu nomormu gak bisa di hubungi?" tanya Artan."Apa? Kau menghubungiku? Kapan?" tanya balik Reva bingung.Kepala Artan menggangguk, "ya, hampir setiap hari aku menghubungimu."Jawaban Artan suskes dan nyaris bikin Reva syok, tak menyangka jika Artan mengubunginya hampir setiap hari.Pengakuan Artan barusan juga melemparkan pemikiran Reva seolah Artan merindukannya? Apakah mungkin?"Apa kau merindukanku, bos?" tanya Reva yang berhasil membungkam mulut Artan dan wajah memerah."Rindu?" kekeh Artan mengalihkan debaran jantungnya karena Reva berhasil menebak.Melihat Artan yang terkekeh geli dengan pertanyaannya membuat Reva malu setengah mati. Apa-apaan coba pertanyaannya itu? Memalukan!"Ah tidak, lupakan saja."Artan tertawa, "kenapa? Apa kau malu, hm?"Artan suka menggoda Reva apalagi seperti saat ini. "Atau jangan-jangan sebenarnya kau yang merindukanku?""T
"Ibu, ayah, bolehkah saya menginap di rumah ini?" tanya Artan meminta izin pada orang tua Reva untuk menginap di rumahnya."APA?!" Reva luar biasa kagetnya.Ini gila! batin Reva berteriak."Tidak!" ucap Reva menolak usulan permintaan Artan.Artan yang mendengar itu pun memasang raut wajah sedih, menatap sendu ke arah orang tua Reva.Reva yang melihat itu pun jadi kalut, takut-takut jika kedua orang tuanya setuju dengan usulan gila Artan. Sedangkan Deva yang ada disitu terlihat cuek saja, baginya yang mana saja keputusannya maka ia setuju. Karena Deva suka dengan sikap Artan yang enak dan asyik saat mengobrol, terlebih lagi Deva menghormati Artan sebagai bos dari kakaknya, makanya itu ia merasa yang paling muda maka ia hanya diam saja dan lebih memilih menonton televisi yang baru saja ia nyalakan dengan volume suara pelan."Ibu, ayah, pokoknya Reva gak setuju!" ucap Reva menegaskan sekali lagi jika ia menolak permintaan Artan."Baiklah