Share

2. Pindahkan Aku dari Dunia Ini!

Jakarta City, siang hari

Seorang pemuda berusia dua puluh tahunan. Dia mengurung diri di kamarnya. Dia memegang sebuah pena dan sudah sejak tadi tangannya di atas kertas. Entah apa yang akan dilakukannya, menulis sesuatu? Tapi, dia tak melakukan apapun dan hanya gemetar tangannya.

Dua tahun sudah lelaki berusia 21 tahun tersebut mengurung diri di kamarnya. Namanya, Kenan Kalandra. Rasa malu dan tak percaya diri sudah memenuhi seluruh hidupnya. Hidup dalam ketakutan dan rasa malu yang sangat.

Peristiwa dua tahun lebih yang menimpanya, membuat pemuda itu menjadi pribadi yang tertutup. Ibunya, Ghina tak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya menunggu dan bersedih setiap saat. Anaknya, Kenan menjadi korban bullying dan bahkan dipermalukan saat pesta wisuda anak SMA saat itu.

Ghina tak bisa berbuat apa-apa, dia baru mengetahui anaknya adalah korban bullying selama tiga tahun dia bersekolah. Anak-anak orang kaya itu, mereka telah menghancurkan masa depan puteranya dengan mempermalukannya.

”Kenan! Makanlah Nak,” Ghina, sang Ibu memberikan makanan seperti biasanya. Dia tak bisa menahan tangisnya, melihat kondisi anaknya yang kini bahkan tak berani keluar dari kamarnya sama sekali.

Sang Ibu kembali bersedih, airmatanya menetes begitu saja. Dia meratap di depan pintu kamar putera satu-satunya. Kesedihan seorang Ibu adalah kesedihan dunia itu sendiri. Ibu Ghina hanya bisa berdoa agar puteranya itu bisa kembali menjadi manusia normal. Dia bisa keluar dan percaya diri untuk bisa menghadapi rasa ketidakberdayaannya, dan itulah yang diharapkan oleh Ibu Ghina.

Lima belas menit kemudian, sang Ibu menaruh makanan dalam piring itu di meja di dekat pintu masuk kamar anaknya. Entah akan diambil kapan, tapi puteranya itu akan tetap mengambilnya meskipun hanya sekali dalam sehari. Ibunya selalu menaruh makanan dengan lauknya tiga kali sehari. Biasanya, dua piring tidak akan disentuh dan diambil.

Begitupun dengan minuman, bu Ghina menaruh galon air di sisi pintu kamar anaknya tersebut. Ghina hanya tinggal berdua bersama puteranya tersebut, sedangkan suaminya sudah meninggal saat bekerja sebagai seorang tukang bangunan.

Kenan yang malang! Bu Ghina pun kembali ke rutinitasnya, dia harus bekerja dengan memasarkan dagangan secara online. Dia menjual kue demi memenuhi kebutuhan keluarga, dia kini sebagai punggung keluarga.

Suatu hari, Ghina yakin bahwa puteranya akan kembali ceria. Seperti saat dia kecil. Ghina juga mengutuk mereka yang telah membully anaknya, hingga membuat Kenan bahkan tak lagi punya harga diri.

Di dalam kamar, untuk kesekian kalinya. Kenan hanya terpaku, duduk di depan laptopnya. Dia memainkan pena di atas kertas. Menggerakkan pena itu hendak menulis. Namun, dia gagal lagi untuk melakukannya.

Apa susahnya menuliskan sesuatu dan menaruhnya di depan pintu. Agar pesan itu dapat dibaca oleh Ibunya, pesan meminta maaf pada Ibunya. Karena, Kenan telah menjadi seorang anak yang tidak bisa diandalkan!

Semua ini gara-gara mereka! Mereka yang telah menghancurkan hidup Kenan.

Tiga tahun, Kenan mengalami masa sulit di sekolahnya. Dia selalu diganggu, dipukul di rampas uang sakunya. Kenan bahkan akan dipukul jika berani menolak mereka ketika disuruh dan dijadikan seperti seorang budak. Kenan mengalami kekerasan, dan Kenan hanya menahannya.

Kenan tidak mau melapor pada Ibunya. Dia takut Ibunya kecewa, dia ingin Ibunya tenang dan bahagia. Hingga akhirnya, saat hari wisuda. Kenan ditahan dan dilucuti pakaiannya hingga hanya mengenakan celana dalam. Dia dipermalukan karena sebelumnya dimasukkan ke dalam sebuah kotak dan ditunjukkan pada semua rekan sekelas mereka.

Hidup Kenan hancur, dia malu dan tak bisa berkata apa-apa lagi. Di sana, di antara para siswa. Ada wanita yang dicintainya. Wanita itu adalah Luna. Dia melihat Kenan saat hanya memakai celana dalam dan dibungkus dalam kado besar. Semua rekannya sekelas menertawakannya.

Kenan merasa hidupnya hancur dan dia berlari. Sejak itu, dia tak mau keluar dari rumahnya. Dia bahkan sangat malu dan terus terpuruk dalam kesendirian di kamarnya. Kenan bahkan takut jika keluar rumah, dia akan bertemu dengan orang-orang yang telah jahat kepadanya selama ini.

Penyiksaan dan juga rasa malu. Semua bercampur jadi satu. Ketakutan yang berlebihan dan juga perasaan rendah diri. Dia sudah direndahkan serendah-rendahnya.

Kenan telah mengalami Agoraphobia, dimana dia mengalami rasa takut dan cemas yang berlebihan. Dia mengalami ketidakberdayaan dan juga terperangkap dalam sebuah kecemasan. Dia juga merasakan malu yang luar biasa.

Tangan Kenan bergetar lagi, dia hendak menulis sebuah kalimat. Dia hanya ingin menulis kalimat meminta maaf pada Ibunya. Hanya itu saja, tapi tangannya terus bergetar dan akhirnya dia tak bisa menuliskannya. Dia lalu terjebak dalam imajinasinya sendiri. Seolah, dia ingin pergi dari dunia ini.

Kenan tak sanggup lagi untuk menghadapi dunia ini. Dia selalu berharap menghilang dari dunia ini. Dia sudah hancur! Bahkan untuk keluar rumah pun dia sudah tak punya keberanian. Wanita yang dicintainya, Luna. Dia pasti ikut menertawakannya.

Sial! Sial! Sial!

Kenan menggoncang tangannya dan membuat kertas di mejanya berserakan jatuh. Dia memegang kepalanya. Rasanya sakit tiba-tiba. Kenan bangkit dan berjongkok di ujung kamarnya. Dia sempurna jatuh di bawah dan tak tahu lagi akan melakukan apa.

”Tuhan! Jika keadilanMu memang ada. Maka, pindahkan saja aku dari dunia ini! Biarkan aku hidup di suatu tempat. Dimana tidak ada yang mengenalku, Tuhan!”

Gigi-gigi Kenan nampak saling beradu, suara gemeretukan akibat gigi atas dan bawah Kenan saling beradu. Dia seolah mengalami kesumat yang berlebihan kembali. Kenan pun menundukkan kepalanya hingga menyentuh kedua lutuhnya.

Hidupnya benar-benar hancur dan kacau! Mengurung diri di kamar. Rambut Kenan bahkan tidak terurus dan panjang. Kenan hanya berharap dirinya bangkit dari keterpurukan ini, atau dia hancur dan menghilang dari dunia ini.

Rasanya ..., Kenan sudah tak tahan hidup di dunia ini lagi. Dia tak ingin menyusahkan ibunya lagi. Jika sudah tak kuat lagi berpikir, Kenan lebih memilih untuk tidur dan melupakan semua masalah ketakutan dan rasa malunya.

Saat tidur, itu adalah saat yang paling ditunggu oleh Kenan. Dia berharap mimpinya akan selal membuatnya bisa bahagia. Bermimpi memimpin sebuah kerajaan di dunia fantasi, menjadi seorang ahli bela diri di dunia yang lain. Teori multiverse adalah pendukungnya. Jika saja, ada seorang yang bisa menembus dimensi ini dan menjemputnya.

Maka, dia pasti akan sangat bahagia. Dia sudah terjebak dalam kehancuran. Untuk melangkah keluar dari kamar saja, rasanya sangat berat bagi Kenan.

JEGLEEERRR!

Suara halilintar tiba-tiba terdengar sangat keras.

Halilintar di siang yang terang? Kenan bahkan kaget dan hampir saja jatuh dari duduknya. Ketakutannya semakin menjadi saat mendengar suara keras yang menggelegar.

Mitos tentang halilintar dan dunia fantasi. Kenan sangat menyukai hal itu, konon Halilintar membawa kekuatan yang tersembunyi bagi mereka yang mampu bertahan saat tersambar halilintar. Tentu saja itu hanya mitos, meski begitu, Kenan menyukai cerita seperti itu.

Kenan pun memberanikan diri berdiri di dekat jendala sambil tetap memegang pulpennya. Dia mengendap ke arah jendela dan membuka Gorden. Perlahan dan dia melihat suasana panas menyengat.

Apakah aku bermimpi! Kata Kenan dalam hatinya. Halilintar?

SPLASH!

”Aaahhhhhh!” sebuah cahaya yang menyilaukan dari atas menimpa Kenan, rasanya terang dan bahkan sangat terang hingga mata Kenan sulit melihat. Namun, yang dirasakannya kini berbeda. Seperti angin yang sangat kencang dan sekejap kemudian berhenti begitu saja.

Mata Kenan membuka dan dia tiba-tiba saja berada di sebuah tempat terbuka.

Dimana aku? Apakah ini ..., dunia fantasi? Ataukah sebuah mimpi?

”Tuan Makhluk panggilan, tolong kami! Kalahkan Iblis Roksan untuk kami!” sebuah suara yang lembut menyadarkan lamunan Kenan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Queen Rachma
Hiyaaaaat... Si Tuan datang!...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status