Share

Malaikat Elang
Malaikat Elang
Penulis: Fahmi Nur

Bab Satu

Friska...cepatan! Teriakan seorang laki-laki menggema memenuhi rumah.  "Gua bisa telat nih," teriaknya lagi. 

Seruan abang sepupuku, Ferdi sangat mengganggu suasana pagi dihari Senin ini. Aku sama sekali tak mengindahkannya. Aku mematut diri di depan cermin, merapikan pakaianku. Setelah merasa srek, aku segera berjalan menuju tangga yang menjadi penghubung lantai dua dan lantai satu rumah mewah milik keluarga Ferdi. 

Di ruang tamu rumah mewah milik saudara ibuku tersebut, tampak seorang pemuda jangkung berwajah tampan yang mengenakan pakaian yang sama denganku, tengah berkacak pinggang  menungguku dengan tidak sabar. Sebentar-sebentar terlihat dia tengah mencek jarum jam di tangannya, memastikan jarumnya tidak berputar dengan cepat

Sikapnya menggambarkan kegelisahan yang menurutku terlalu berlebihan, seolah-olah guru piket tengah berdiri di gerbang sekolah seraya membawa sebilah rotan. Mengancam siapa saja yang terlambat pagi ini, yang dengan senang hati akan di jatuhi hukuman yang sepadan sesuai tingkatan terlambatnya.

 “Lama amat sih tu anak, mo pergi sekolah atau mau hajatan sih.” Omelannya lagi.

Aku tersenyum geli. Ia sama sekali tak menyadari keberadaanku yang sedari tadi tengah memperhatikan tingkah polahnya.

“FRISKA…,- “ teriakannya yang tiba-tiba, sukses membuat telingaku mati rasa selama sepersekian detik, karena mulutnya persis berada di cuping telingaku.

“Iya bawel amat sih lo. Gak usah teriak-teriak juga. Kayak gue diseberang lautan aja.”

Aku bersungut-sungut seraya mengusap-usap cuping telingaku yang sedikit berdengung ditimpa suara Ferdi.

“Lama-lama lo kayak mak gue aja ya Fer, apes banget gue di teriakin mulu tiap pagi. Bisa-bisa gue jadi nenek-nenek di usia dini lagi, gara-gara masih muda udah tuli,- “

  “Ah.. bawel lu , ayo cepetan!” dengan tidak sabar Ferdi menarik lenganku, menghentikan omelanku  menuju mobil yang terparkir di halaman depan.

Kami menaiki  mobil BMW silver milik paman yang tengah berada di Singapore bersama dengan tante untuk mengurus bisnis. Ibu Ferdi dan Ibuku merupakan saudara kandung. Ibu Ferdi lebih tua tentunya, kalau tidak tentunya aku tidak akan memanggil dia abang. Ditambah lagi Ferdi juga masih mempunyai seorang kakak laki-laki yang kini tengah menempuh S2 di MU.

Baru saja aku menghempaskan pantatku di jok mobil,  segera saja Ferdi memaju kendaraan meninggalkan halaman rumah menuju jalan raya. Aku yang sudah hafal betul ketidaksabarannya dengan sigap segera menutup pintu. Ia memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi.

Nih Ferdi kenapa ya? kayak orang kesetanan aja. Baru juga jam 06:45. Perasaan jarak rumah dan sekolah juga gak menghabiskan waktu yang lama. Hanya memerlukan waktu 10 menit dengan laju kendaraan normal. Aku tersenyum sendiri melihat tingkah abang sepupuku ini. Ah ,.. bodo amat . pikirku kemudian .

                                                                   Ω

Aku melihat bangunan baru yang berdiri kokoh di hadapanku. Perasaanku tiba-tiba saja tidak enak. “ SMA PELITA BANGSA” aku membaca tulisan yang terpahat didinding gapura gerbang sekolah yang baru saja kami lewati.

Sekolah ini memiliki halaman yang luas dan parkiran yang besar. Bangunan sekolah terdiri dari lima lantai dengan lapangan olahraga yang luas  serta memiliki gedung-gedung penyangga selain bangunan utama yang juga tidak kalah mewahnya.

Ferdi memarkir mobil di sebuah parkiran yang berdampingan dengan lapangan basket. Hanya dipisahkan oleh kawat jaring. Aku segera melangkah keluar dari mobil dan berjalan mendahului Ferdi. Turun dari mobil, Ferdi segera saja di kerumuni oleh segerombolan gadis cantik. Gue akui mereka emang cantik, jauh lebih cantik dari gue. Tapi gaya mereka yang centil dan terlalu berlebihan menurut gue sangat norak. 

 “Pagi Ferdi,” sapa salah seorang mereka yang tingginya sama denganku. Wajahnya putih dan memakai make-up yang ketebalan. Pakaiannya yang bermerek dan update, menandakan dia anak orang kaya dan seorang fashionista sejati. Aku tidak peduli, aku tidak menyukai gayanya yang centil. Membuat risih saja.

  “ Pagi,” jawab Ferdi dengan kalem. Ferdi mencoba memanggil-manggilku yang telah jauh meninggalkan parkiran. Aku tengah berada di lorong sekolah. Biar saja dia bersama gadis-gadis gila itu, biar tau rasa. Salah siapa juga yang datang buru-buru ke sekolah.

Tak mengindahkan panggilan Ferdi. Aku terus berjalan disepanjang lorong sekolah. Mataku hanya terpaku pada lantai keramik yang bewarna putih bersih itu, tak memperhatikan keadaan sekitar yang masih sepi meski bel tanda masuk akan segera berbunyi dalam waktu lima menit.

  BRUK.. "Jidat gue” Reflek saja kata-kata itu melompat dari mulutku. Seraya memegang dahi yang terantuk suatu benda yang lumayan keras berlapis kain. Aku mendongak  memastikan benda apa yang telah aku tabrak atau bahkan menabrakku. Tatapanku langsung terpaku pada sepasang mata dingin milik seorang pemuda. Ia menatapku dengan wajah bersalah. 

Aku merasa jantungku seakan berhenti berdetak, bukan karena kagum akan ketampanan si pemilik mata Elang. Perasaan yang tengah aku rasakan, seolah aku baru saja mengalami kejadian naas yang mengerikan. Seakan-akan laki-laki yang tengah berdiri di hadapanku ini telah melakukan kesalahan fatal, yang aku sendiri tidak mengetahuinya.

Tentu saja itu sangat mustahil, toh seingatku ini pertama kalinya aku bertemu dengan dia. Badanku langsung menggigil setelah kontak mata yang aku lakukan. Walaupun ekspresi pemuda di depanku kentara sekali menunjukkan penyesalan yang teramat sangat.

“ Lo baik-baik saja?” Laki-laki itu mengejutkanku. Imajinasi yang tengah aku rangkai, buyar seketika.

“Oh.. eh, gue baik-baik saja.” Mendadak aku menjadi gagap. Cepat-cepat aku berlalu menjauh dari pemilik mata elang itu, tanpa sempat meminta maaf.

Kok perasaanku jadi aneh gini ya? Kayak habis ketemu sama malaikat maut aja. Jangan-jangan dia benaran malaikat maut lagi? Jangan-jangan sebentar lagi aku akan mati? Aku membiarkan dugaan-dugaan menari bebas dalam benakku. 

                                                              Ω

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status