Share

Bab Dua

 Suasana kelas XI- IPA 1 tampak kacau, meski bel sekolah telah berbunyi beberapa menit yang lalu , hal itu tidak mempengaruhi penghuninya untuk menghentikan keributan yang tengah dilakukan. Beberapa orang siswa tampak duduk di atas meja, usil melempari beberapa orang siswi perempuan yang tengah asik bergosip di pojokan.

Bahkan ada  beberapa murid lain yang saling berkejaran di sepanjang ruang kelas , benar-benar tak menggambarkan ruangan yang di huni oleh anak SMA, apalagi anak IPA. Anak IPA yang identik dengan anak cupu, manut aturan, pintar-pintar sama sekali tak akan di temukan dikelas ini. Pengecualian untuk kepintaran mereka yang tak perlu diragukan lagi. 

“Pagi anak-anak!” sapa seorang guru muda cantik yang baru saja memasuki kelas diikuti oleh seorang gadis dibelakangnya. Kedatangan sang guru cukup sukses untuk menghentikan keributan yang tercipta di pagi yang cerah ini. Semua siswa segera kembali ke tempat duduknya masing-masing bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

“Pagi buk…,” kor mereka kompak. Tampak beberapa dari mereka mencoba mengintip mencari tahu siapa gadis yang kini berdiri di sebelah guru mereka.

Aku merasa risih memasuki kelas baru yang akan aku huni untuk beberapa bulan kedepan. Mendadak wajahku terasa pucat seolah-olah baru saja melihat hantu. Penyebabnya tidak lain karena saat aku melayangkan pandangan ke sekeliling ruangan, mataku langsung terpaku pada sepasang mata lain milik pemuda yang ku tabrak tadi pagi.

 Aku merasa jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya, tubuhku mulai  berkeringat. Pikiran buruk langsung kembali terbentuk dari potongan-potongan puzle yang mengerikan, tentunya hanya ada dalam imajinasiku. Jangan-jangan dia vampire lagi. Aku langsung menepis ide konyol yang berani melintas didalam kepalaku.

Aish.. apa sih yang aku pikirkan, sepertinya aku terlalu banyak nonton drama dan film vampire. Sampai-sampai aku tidak bisa lagi membedakan mana dunia nyata dan dunia fiksi. Mana ada vampire di dunia ini. Aku mencoba mengalihkan perhatian pada bu guru yang tengah berbicara di sampingku.

 “Anak-anak perkenalkan teman baru kalian, pindahan dari Singapure. Ruangan langsung heboh mendengar aku pindahan darimana. Tak mengindahkan keributan yang tengah terjadi. Bu guru langsung menyuruhku memperkenalkan diri. “Ayo perkenalkan diri!”

  “ Pagi” sapaku.Mendengar suaraku langsung saja keributan berhenti. Siswa laki-laki dengan patuh menyimakku memperkenalkan diri. Sementara itu,  beberapa siswa perempuan memasang tampang sinis kepadaku. Cemburu melihat aku yang sukses merebut perhatian laki-laki dikelas, terkecuali pemilik mata Elang yang sedari tadi sibuk membolak-balik buku pelajaran yang berada di atas mejanya.

Ia duduk sendiri, membuat perasaanku tidak enak. Jangan-jangan aku akan menemani kesendiriannya selama beberapa bulan ini? Aku segera menepis pikiran konyolku. Masih ada bangku lain yang juga kosong, gumamku menghibur diri.

  “ Pagi”, kor mereka.

“Perkenalkan nama saya Friska, pindahan dari higt school Singapura”

  “Ada pertanyaan lain anak-anak?”lanjut bu guru.

“Friska udah punya pacar atau belum? Kalau belum boleh nyarter donk”. ujar seorang cowok yang duduk di pojok kelas. Wajahnya lumayan ganteng. Tapi gayanya yang nyentrik sukses membuatku ilfil.

  “Nyarter, emangnya angkot pakai acara di carter segala”, sahut teman sebangkunya.

“Hahaha”, anak –anak lain tertawa mendengar ocehan mereka berdua.

“Diam anak-anak, ujar bu guru menenangkan keributan. Kalau ada pertanyaan lain yang bersifat pribadi , silahkan dilanjutkan waktu istirahat nanti, tutupnya.

  “Friska kamu silahkan duduk di samping Rafka”.

  Aku mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan , hanya dua kursi yang kosong. Yang satu di baris ke dua paling pojok dan yang satu lagi di deretan paling belakang tampat pemilik mata Elang itu duduk. “Jangan jangan,-“  pikirku.

Ternyata dugaanku tidak meleset. Aku harus duduk dengan pemilik mata elang, untuk satu semester kedepan. “Lama-lama gue bisa mati” gumamku. Dengan enggan aku memaksakan kakiku melangkah kearah kursi yang berada disebelah Rafka . Jadi namanya Rafka, pikirku kemudian. Nama yang tidak asing.

    “Oke student! Open your book

Aku mencoba rileks dan fokus pada pelajaran yang tengah di terangkan. Ternyata tak semudah yang aku banyangkan. Perasaanku tidak tenang, aku begitu gelisah dan tidak bisa duduk diam. Sebentar-sebentar aku menggeser kursiku, memutar-mutar bulpen di tanganku. Keringat dingin mengalir deras di keningku. Duduk dengan pemilik mata Elang sukses menghilangkan sebagian akal sehatku.

    Tingkahku yang aneh mau tidak mau menarik perhatian Rafka.” Lo baik-baik saja?” suara Rafka menyentak telingaku, membuatku terlonjak kaget.

 “ Oh.. eh , gue baik-baik saja”

  “Tapi lo berkeringat. Apa lo sakit? Mau gue anterin ke UKS? Semakin banyak pertanyan yang keluar dari mulut Rafka semakin membuatku takut.

  “ Gue baik-baik saja” jawabku sekenanya. Gue bukan sakit tapi gue ketakutan dodol, lo tu nyeremin. Lama-lama gue bisa mati kalau tiap hari harus duduk sama lo.

“ Lo benaran ngak apa- apa?” kali ini suaranya lebih lembut dan entah mengapa, dapat menghilangkan rasa takutku.

Aku merasa sebuah perasaan hangat  mengaliri dadaku . Seakan aku tengah berada dalam sebuah suasana yang menyenangkanku. Sebuah perasaan yang sangat akrab denganku, tapi aku lupa kapan tepatnya perasaan itu pernah ada. Aku ingin berlama-lama terjebak dalam pusaran perasaan ini.

“Hei lo kenapa ?” sayup- sayup aku masih bisa mendengarkan teriakan pemuda itu, tubuhku terasa panas dingin dan semua tiba-tiba gelap.

                                                                Ω

on page 77”, ujar bu guru memulai pertemuan pertama denganku pagi ini.

  Pemilik mata elang menatapku sekilas sebelum akirnya tatapannya kembali terpaku pada bu guru yang tengah menerangkan pelajaran didepan. Aku pura-pura tidak melihatnya. Aku kembali menenggelamkan diri ke duniaku.

                                                              Ω

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status