Beranda / Romansa / Malam Membara Bersama Pamanmu / 2. Dalam Dekapan Panasmu

Share

2. Dalam Dekapan Panasmu

Penulis: Almiftiafay
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-12 18:04:35

“Apa yang kau lakukan?!” tanya si pemilik mobil, seorang pria yang duduk di kursi penumpang bagian belakang dan terkejut kala Liora masuk ke dalam sana tanpa permisi.

Untuk beberapa detik Liora melihatnya termangu—entah untuk apa karena itu tidak penting sekarang!

“Tuan—” sebut Liora seraya merapatkan kedua tangannya. “Tolong saya, Tuan, saya mohon ….” pintanya mengiba. “Tolong bawa saya pergi dari sini karena kalau tidak saya akan dibunuh.”

Ia menunduk, menggosokkan kedua tangannya di hadapan pria dalam balutan tuxedo-nya yang menatapnya dengan bingung.

Pupil Liora bergerak gugup, ia tak tahu kapan ia akan bisa mengulur waktu untuk membujuk pria ini sebelum preman-preman bayaran itu menemukannya.

“Bagaimana bisa aku mempercayaimu jika kau saja bau alkohol seperti ini?” tanya pria bersurai hitam rapi dan beraroma bergamot itu.

“Apapun akan aku lakukan kalau Tuan bersedia menolongku,” jawab Liora agar ia yakin. “Please ….”

Bibirnya tertekuk penuh keputusasaan saat ia melihat pria-pria bertato itu tampak dari tempat ia duduk.

Mereka semakin dekat, menampakkan diri satu demi satu termasuk si botak yang tadi dilempar oleh Liora dengan menggunakan gelas whisky.

“Tuan, saya mohon ....” pinta Liora sekali lagi karena pria itu seperti tak memberinya belas kasih.

Preman-preman itu mendekat, entah mereka tahu Liora ada di dalam sini atau tidak tapi jarak di antara mereka hanya menyisakan beberapa meter yang kritis.

Liora telah berpasrah bahwa ia akan ditendang keluar oleh si pria pemilik mobil yang tak ingin ikut campur dan terlibat dalam urusannya.

Tapi ia salah!

“Kita pergi dari sini, Van!” titahnya pada seorang pemuda yang tadi berdiri di luar mobil dengan wajah yang siaga menunggu perintah. 

“Baik, Tuan.”

Dari mata Liora yang temaram, ia melihat mobil yang ditumpanginya ini meninggalkan sekitaran minimarket.

Sebuah kelegaan besar memenuhi hatinya, tapi ini masih belum sepenuhnya usai sebab masalah yang lain justru timbul setelahnya.

Sesuatu yang salah terjadi dengan tubuhnya. Rasa yang tidak nyaman dan membuatnya gelisah.

“Ke mana aku harus membawamu pergi?” tanya pria yang menolong Liora. 

Liora masih tak menjawab, ia sibuk dengan tubuhnya yang terasa panas dan kepalanya yang pening.

“Aku akan membawamu ke hotel,” kata pria itu kemudian, sebab Liora tak kunjung menjawab.

Liora hanya mengangguk, kepalanya terlalu berat untuk dapat memahami kalimat-kalimat yang meluncur dari pria penolongnya itu.

Ia hampir tak memiliki kekuatan saat kakinya tiba di dalam sebuah kamar, kamar hotel yang terlihat mewah dan luas.

“Ahh—” Liora menjerit saat ia jatuh ke atas ranjang besarnya bersama dengan pria itu.

Matanya berair saat mendapati wajahnya yang rupawan yang mengingatkannya pada Adrian.

Air matanya luruh saat ia merenggut kerah kemeja yang dikenakan oleh pria itu seraya bertanya, “Kenapa dia mengkhianatiku seperti ini?!”

Sesak yang mendesak dadanya semakin hebat, Liora tergugu dalam tangis saat ia perlahan melepas kerah kemeja pria itu dan meringkuk penuh rasa sakit.

‘Apa kurang selama ini aku mencintaimu, Adrian?’ batinnya masih tak menerima segala perlakuan pria itu terhadapnya. ‘Apa kurangku sebenarnya? Aku habiskan uang-uangku untuk mendukungmu sampai seperti sekarang tapi sebagai balasannya kamu berselingkuh dengan Irina.’

Air mata itu membasahi ranjang tempat Liora berada, entah kapan berhentinya.

Tapi saat ia merasakan sentuhan di pipinya, Liora memandang pemilik tangan hangat itu.

“Siapa yang mengkhianatimu?” tanya suara baritonnya, sehangat sentuhannya, memenuhi ruang kosong dalam hati Liora yang dipeluk nestapa. 

Alih-alih menjawab pria itu, Liora lebih memilih untuk menajamkan pandangannya yang kadang jelas meski lebih sering buram. 

“Apa kita pernah bertemu? Kenapa ... rasanya Anda tidak asing?”

Jari telunjuk Liora bergerak di sekitar wajahnya sebelum ia memberanikan diri untuk menyentuh garis dagunya yang tegas.

Pria itu meraih tangan Liora yang ada di rahangnya, membawanya menjauh seraya berujar, “Tidurlah.” 

Lalu ia beranjak pergi dari atasnya.

Melihatnya menjauh membuat hati Liora dirundung ketidakrelaan sehingga ia mencengkeram pergelangan tangan pria itu, mencegahnya pergi.

“Anda akan pergi?” tanya Liora dengan lemah.

“Ya.”

“T-tidak bisakah Anda di sini saja?” 

Liora melepas cengkeramannya, menggosok lehernya yang terasa panas, gerakannya yang sedikit kasar meninggalkan bekas kemerahan pada bagian depan tubuhnya.

Gaun off-shoulder berwarna burgundy yang ia kenakan menjadi berantakan dan itu membuat pria itu mengerutkan alisnya.

“Kau baik-baik saja?” 

“Panas sekali,” jawab Liora. Ia menatap layu pada pria itu dan dengan gemetar berujar, “Jangan pergi, Tuan … peluk aku sebentar saja.”

Pria itu tak menjawab Liora, rahangnya mengetat saat sepasang irisnya memindai wajahnya yang memerah dan matanya yang berair.

“Tidak,” tolaknya, lalu mendesis menahan perih saat kuku-kuku lentik Liora menusuk kulit tangannya.

Tubuhnya yang bergerak gusar seakan menunjukkan betapa gadis itu tak bisa lagi menahan gejolak yang membuatnya tersiksa.

Liora kembali menatapnya dan memohon, “Tolong aku, Tuan. Ada yang aneh dengan tubuhku … rasanya panas sekali ….”

Hela napas pria itu terdengar berat, rahangnya yang tegas kembali mengetat saat ia sejenak memejamkan matanya seolah sedang mempertimbangkan sesuatu.

Saat matanya terbuka, Liora menjerit sebab tangan besar pria itu merengkuh pinggangnya sehingga ia bangun dari berbaringnya.

“Ahh!”

Wajah mereka berdua sudah sangat dekat, Liora menggigit bibirnya saat ibu jari pria itu menyentuh bibir bagian bawahnya, memberinya usapan lembut yang membuat debar jantungnya berantakan.

“Jangan digigit, nanti berdarah.”

Sentuhan seperti inilah yang ia inginkan, tubuhnya membaik kala ia merasakan telapak tangan besar pria dengan wangi bergamot itu ada di pinggangnya mencengkeram penuh rasa kepemilikan. Seolah Liora adalah miliknya malam hari ini.

Maniknya yang gelap membuat Liora merasakan debaran yang aneh, sebuah rasa takut tetapi juga ketertarikan yang hebat di saat yang bersamaan.

Liora hendak memejamkan matanya untuk dapat meresapi sentuhannya, tapi baru saja hal itu ia lakukan, pria itu merenggut dagunya sehingga ia tetap memandangnya.

“Lihat aku,” bisiknya. “Aku ingin kamu melihat baik-baik, sebab aku tidak ingin kamu melupakan malam ini, Liora Serenity ....”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Vaizaholshop
yaaahh unboxing nih
goodnovel comment avatar
Rna 1122
semakin seruuuuuuu
goodnovel comment avatar
Aya Melodi Agrifina
weh baru juga ketemu masa mau unboxing sih ah... sepertinya ada yg salah sma Liora deh,bsa jadi tuh whisky dikasih obat perangsang sma bartender
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    367. Agar Aku Bisa Mengulangi Kisah Bersamamu

    Setelah selesai mendapatkan asi mereka untuk pertama kali, si kecil Lysander dan Elmora dibawa oleh perawat untuk ditidurkan di dalam boks bayi milik mereka. Perawat menariknya untuk berada di dekat Liora karena ia tadi mengatakan ingin melihat wajah anak-anaknya. Sedangkan di tepi ranjangnya, Liora baru saja menyelesaikan makan. Kudapan yang dibawa masuk oleh perawat yang mengatakan bahwa ia perlu makan dan mendapat asupan setelah berjuang di antara hidup dan mati. Kayden yang menyuapinya hingga tandas tak bersisa, dan membawa trolinya pergi ke sudut ruangan. Liora meneguk minumannya sebelum bertanya pada Kayden yang kembali mendekat padanya. “Kayden?” “Yes, Love?” “Bisakah kamu memastikan kalau Lucca dan Elea sudah sampai rumah?” pintanya pada Kayden yang mengangguk tak keberatan. “Bisa, Sayang.” Tapi sebelum Kayden sempat meraih ponsel yang tadi ia letakkan di atas meja, mereka lebih dulu menoleh ke arah pintu yang terbuka dan muncullah Lucca serta Elea yang baru s

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    366. Neil Lysander Baldwin dan Meadora Elmora Baldwin

    Dulu, pada Minggu ke empat belas yang disebutkan oleh Liora, mereka benar pergi untuk jadwal USG. Dokter yang memeriksa mengatakan bahwa kali ini kehamilan Liora adalah .... Kembar untuk kali ke dua. Anugerah dihadiahkan pada Liora dengan cara yang tak terduga. Menunggu dengan sabar dan penuh persiapan, serta melewati banyak waktu untuk tiba pada hari perkiraan lahir, rupanya air ketubannya sudah lebih dulu pecah tiga hari sebelum yang dikatakan oleh dokter. Pagi ini Liora masih beraktivitas seperti biasa. Ia masih sempat ikut Han untuk mengantar si kembar Lucca dan Elea serta pulang dan merangkai bunga bersama dengan Annie. Siang hari saat ia membuatkan smoothies seraya menunggu si kembar yang sedang dijemput, Liora merasa sakit di perutnya sudah semakin sering. Ia hendak meminta Annie untuk memasukkan smoothies itu ke dalam lemari pendingin sebelum ia merasakan kakinya yang basah. Saat Liora menunduk, ia tahu bahwa rasa sakit yang sedari tadi dirasakannya itu karena bayinya a

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    365. MELAHIRKAN? SEKARANG?!

    .... Waktu berjalan teramat cepat. Terhitung di kalender kehamilan Liora: Minggu ke sepuluh, lalu minggu ke empat belas. Minggu ke dua puluh, lalu minggu ke dua puluh empat. Minggu demi minggu berlalu ... dan tiba di Minggu ke tiga puluh sembilan. Waktu sempurna dan matang bagi bayi untuk melihat dunia. Hari perkiraan lahir anak ketiga Liora dan Kayden telah tiba. Mereka hanya sedang menunggu, jika bukan hari ini, maka besok, atau lusa. Siang ini, di dalam ruang meeting Evermore, Kayden sedang berdiri berkacak pinggang. Pandangannya terarah pada layar putih—interactive whiteboard—yang menunjukkan foto-foto Valency—salah satu artis milik Evermore—bersama dengan aktor seusia gadis itu yang tertangkap kamera paparazzi tengah melakukan dating. “Agensi harus memberi pernyataan,” kata Kayden, menoleh pada Valency dan Jason Park—nama aktor tersebut. “Jadi kalian harus jujur apakah ini benar atau salah, fakta atau sebatas rumor?” Mulanya tak ada yang menjawab, tapi tatapan Evan Lee

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    364. Demam Tengah Malam

    “Demam?” gumam Kayden, nyaris tak percaya. Tangan Liora mengarah kepadanya, menunjukkan termometer di mana angkanya cukup tinggi. “Ayo bangun, kamu harus ke rumah sakit,” pinta Liora sekali lagi dengan cemas. “Tidak perlu, Sayang,” balasnya. “Aku akan minum obat saja, kalau memang besok panasnya tidak turun baru aku akan pergi ke rumah sakit, bagaimana menurutmu?” Semula, Kayden berpikir idenya akan diterima. Tapi itu sebelum ia melihat bibir Liora tiada menunjukkan senyumnya. “Tidak ada kompromi, Tuan Kayden Baldwin!” pertegas Liora seraya menarik lengan Kayden agar ia bangun dari berbaringnya. “Kamu menggigil dan mengigau terus memanggilku. Kamu membuatku takut!” “Aku mimpi buruk,” akunya. “Mimpi buruk?” Liora yang sudah berjalan menjauh sekilas menoleh pada Kayden yang mengangguk sebagai jawaban. “Mimpi kamu meninggalkan aku, Sayang.” “Itu efek dari yang kita bicarakan sebelum tidur tadi,” kata Liora yang sudah tiba di ruang ganti. Mengambilkan coat panjang milik Kayden,

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    363. Nanti Saat Akhirnya Aku Pergi

    ....Setelah mengantar si kembar kembali ke dalam kamarnya, Kayden memasuki kamar.Liora sudah mengganti pencahayaan di dalam sana menjadi yang nyaman di mata selagi Kayden turun tadi.“Terima kasih sudah mengantar anak-anak kembali ke kamar, Kayden,” ucap Liora pada prianya yang kemudian naik ke atas ranjang, duduk di samping Liora dan menggunakan selimut yang sama untuk menutupi kakinya.“Sama-sama, Sayangku,” jawabnya tak keberatan.“Harusnya aku saja. Aku tidak apa-apa, itu hanya sekadar mengantar tidur, 'kan ....”“Tapi jadinya kamu harus naik turun tangga, Sayangku, dan aku tidak tega melihatmu.”“Padahal aku menganggapnya sebagai olahraga.”“Nanti setelah USG, kita pindah ke kamar bawah biar kamu tidak perlu naik turun,” kata Kayden, mengusap pipi Liora sebelum memberinya kecupan.“Baiklah.”“Atau ... sebaiknya aku memasang lift? Biar kamu mudah naik turun tangga?”Liora menggeleng menjawabnya, seolah mencegah.“Aku suka dengan rumah kita yang memang seperti ini. Kalau kamu mem

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    362. Our Superhero Daddy

    Kayden terdiam di belakang kedua anak kembarnya, ia berusaha sekuat tenaga menahan air mata kala Elea kembali berucap, “Daddy akan selalu menjadi superhero kami sejak dulu, hari ini, besok dan selama-lama-lama-lamanya .....” “Terima kasih Daddy untuk semua yang sudah Daddy lakukan untuk Lucca, Elea, Mommy dan sebentar lagi adik kami,” imbuh Lucca, menoleh pada Kayden. Anak lelakinya itu meraih tangannya yang terasa dingin, menariknya ke depan, membuatnya berdiri di antara ia dan Elea. “Terima kasih untuk sudah menjadi Daddy yang paaaaling baik di dunia ini.” “Kami sayang Daddy.” Si kembar Lucca dan Elea memeluk Kayden saat ia menekuk kakinya sehingga bisa berlutut di antara keduanya. Kali ini, Kayden tak bisa membendung air matanya. Kejutan dari Lucca dan Elea sangat spesial hingga tak ada yang bisa dikatakannya selain, “Terima kasih, Sayang.” Kalimat singkat yang sampai ke hati semua orang yang ada di sana. Setelah jawaban yang diberikan oleh Lucca dan Elea atas tanya dari Ms

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status