[Aktor Naik Daun Adrian Davis Berselingkuh dengan Adik Tiri Pacarnya, Foto-foto Panas Mereka Tersebar!]
[Puluhan Project Film dengan Aktor Adrian Davis Terancam Batal! Imbas Perselingkuhan?]
Lewat ponselnya, Liora bisa membaca berita itu menyeruak memenuhi layar.
Semakin malam, beritanya justru semakin ramai. Puluhan hingga ratusan judul membanjiri dunia maya.
Di dalam sebuah bar, Liora duduk tanpa gairah. Sepasang matanya menatap penuh kebencian pada ponselnya yang ada di atas meja yang menunjukkan bahwa Adrian—pria dalam berita itu yang tak lain adalah mantan pacarnya—tengah menghubunginya.
Saat Liora menerima panggilan tersebut, suara Adrian lantang menyentak dari seberang sana.
“Katakan pada semua orang kalau aku tidak berselingkuh, Liora!”
Seruannya membuat Liora dengan segera menjauhkan benda pipih itu dari samping telinga.
“Kamu tuli? Kenapa tidak menjawab?!” hardik Adrian sekali lagi. “Kamu pikir akan aman setelah memperlakukan aku seperti ini? Tunggu saja, aku akan membalasmu!”
Gadis itu hanya bergeming, ia melempar ponselnya ke atas meja bar sebelum memejamkan matanya.
Kegelapan itu membuatnya mendapatkan kembali ingatan tentang pemandangan menjijikkan antara Adrian dengan adik tirinya yang berhubungan suami-istri di dalam kamar di sebuah rumah yang harusnya menjadi rumah duka sebab ayahnya belum lama meninggal.
Saat tanah pemakaman ayahnya masih basah, dua orang yang ia percayai itu justru bermain gila di belakangnya. Mereka berselingkuh!
Mendesahkan kenikmatan dunia, menuntut satu sama lain, mengagungkan hubungan mereka yang terlarang dan berdiri di atas hatinya yang patah.
‘Brengsek,’ batin Liora sewaktu mengingat ucapan Adrian yang mengatakan bahwa pria itu selama ini memang tidak berniat menikahi dirinya yang seorang model dari ‘kasta rendahan’. Adik tirinya—Irina—yang seorang desainer itu jauh lebih menarik.
Liora membuka matanya, ia mengangkat gelasnya dan menghabiskan whisky dari gelas keduanya.
“Beri aku satu lagi,” pinta Liora pada sang bartender yang memintanya menunggu.
Gadis itu menggumam seorang diri, “Aku tidak akan hancur sendirian,” katanya.
Karena pada kenyataannya, dirinyalah yang telah mengunggah foto mantan dan adik tirinya yang diam-diam diambilnya. Biar karir mereka juga hancur. Terutama Adrian!
Liora meneguk whisky dari gelas ketiga yang datang dalam sekali angkat.
Saat ia hendak meletakkan gelas miliknya yang isinya tersisa sedikit ke atas meja, Liora terkejut karena ia didatangi oleh seorang—bukan!
Beberapa orang pria berbadan kekar, sebagian besar di antara mereka mengenakan pakaian hitam dan tubuh yang bertato.
Tanpa menanyakan mereka siapa, semua orang tahu bahwa mereka adalah segerombolan preman.
Pandangan mereka terlihat mengedar sebelum berhenti pada Liora. Salah seorang dari mereka berdiri cukup dekat di sebelah kirinya sembari bertanya, “Kau yang bernama Liora Serenity?”
Liora tak menjawab, ia hanya memalingkan wajahnya dan sepertinya itu membuat mereka geram.
“Kau harus ikut dengan kami,” imbuh si pria yang sama.
Liora hanya bergeming, ia meneguk beberapa tetes terakhir whisky dari gelasnya seraya merasakan kepalanya yang berubah pening.
“Nona, kau tidak mendengar kami?!” sentak si pria dengan kasar.
“Kenapa aku harus ikut dengan kalian?” tanya Liora balik akhirnya. “Apa kita pernah punya urusan sebelumnya?”
Pria yang berdiri paling dekat dengannya itu terkekeh, ia sedikit menunduk dan mensejajarkan pandangannya, “Kau sudah melakukan kesalahan yang fatal, jadi kau harus ikut dengan kami untuk membayarnya!”
Alis Liora seketika berkerut mendengarnya. Ia tahu bahwa ini pasti ada hubungannya dengan sang mantan.
‘Kesalahan fatal’ yang tadi disebutkan oleh pria bertato itu adalah akibat dari foto-foto yang tadi ia unggah dan telah menjadi konsumsi banyak orang.
Adrian Davis dikenal sebagai aktor yang baik dan memiliki citra bersih di kalangan publik. Reputasinya pasti tercoreng oleh skandal perselingkuhan itu sebab semua orang tahu Liora lah yang selama ini menjadi pacarnya.
Apalagi pria itu tadi mengatakan akan membalas Liora.
Liora terkejut saat lengannya ditarik. Tapi ia berhasil menghindar dan menepis tangan pria itu.
Gelas yang dibawanya ia lempar ke kepalanya yang botak sebelum jatuh dan hancur berkeping-keping di lantai.
“JANGAN MENDEKAT!” teriak Liora keras-keras, ia menjauh dari kursi bar dan mendorongnya hingga menggelinding, sehingga membuat ia dan beberapa pria yang ada di hadapannya tetap memiliki jarak.
Suara dentuman musik dan lampu disko yang berpendar berwarna-warni di atasnya selama beberapa saat redam dan meredup saat seruannya mengambil sebagian besar perhatian mereka.
Liora mencoba membaca situasi meski ia sudah kehilangan sebagian besar kesadarannya akibat tiga gelas whisky.
Saat salah seorang dari mereka mendekat, Liora melemparkan benda apapun yang ada di atas meja bar, gelas milik pengunjung yang lain atau barang-barang milik mereka dan itu membuat ketegangan tercemari oleh keributan.
Memang itu yang ia inginkan. Karena saat itu terjadi, ia mengambil langkah seribu, mengabaikan teriakan yang sahut-menyahut dari belakangnya.
“TANGKAP PEREMPUAN ITU!”
Liora tertatih-tatih meninggalkan bar, di belakangnya beberapa pria yang diyakininya sebagai preman bayaran sang mantan berteriak memburunya tanpa henti.
Kakinya yang dalam balutan stiletto terasa sakit, tapi Liora tak ingin berhenti.
Karena jika hal itu ia lakukan, ia pasti akan tertangkap.
‘Sial,’ umpatnya dalam hati karena rasanya jalanan berubah bergelombang.
Cahaya-cahaya lampu menjadi pecah di matanya. Ia sempoyongan menyelamatkan diri saat derap lari para pria itu begitu cepat.
Di sebuah persimpangan jalan, Liora berbelok arah. Sepasang matanya yang temaram seperti akan terpejam dan memintanya untuk menyerah sebelum ia membayangkan ia akan berakhir tragis seandainya pria-pria itu mendapatkannya.
Di depan sebuah minimarket, ia melihat sebuah mobil sedan mewah milik seseorang yang tak ia kenal tengah terbuka dan Liora masuk ke dalam sana.
“Apa yang kau lakukan?!”
….
Sudah lewat petang saat Evan mengemudi menuju ke sebuah tempat yang akan dijadikannya sebagai lokasi pertemuan dengan Regan.Ia keluar dari mobilnya bersama dengan Kayden setibanya di basement parkiran.Mereka menuju ke lift yang mengantar mereka ke tempat yang sudah dijanjikan.Regan sepertinya berniat menipu Kayden habis-habisan karena mengatur pertemuan di tempat semewah ini. Pria itu menyebutkan membawa proposal investasi yang menjanjikan dan meminta Kayden segera datang.Tempatnya sudah lebih dulu dipastikan oleh Rowan, yang mengatakan bahwa benar Regan datang ke sini.Di dalam ruangan itu, setelah salah seorang staf hotel membawa keduanya masuk, mereka tak menjumpai siapapun di dalam sana.“Tidak ada orang,” kata Evan, menoleh pada Kayden yang alisnya berkerut, mencium sesuatu yang tidak beres.“Sepertinya bukan Regan yang datang ke sini, Evan Lee,” balasnya.“Ya?”“Bau parfum ini bukan miliknya seperti yang aku cium di hari kita bertemu.”Evan tahu Kayden itu sensitif terhadap
Lebih dari seratus delapan puluh detik Liora memeluknya hingga Cherry lebih dulu menarik diri.Ia menyeka air matanya kemudian berujar, “Jangan memeluk saya yang seorang wanita murahan ini, Nona.”Liora memberinya gelengan. “Aku tahu kamu tidak pernah berniat jatuh di dalam pekerjaan itu.”Cherry tidak menjawab, matanya kembali basah dan berkabut.“Kamu mengorbankan apapun yang kamu punya, sebisamu agar bisa menyelamatkan adikmu. Karena aku pernah ada di posisimu, Cherry.”Gadis itu menatap Liora. Netranya telah kehilangan arah, kekuatannya untuk bertahan hidup telah tiada.Ia lalu mendorong napasnya, kembali memaksakan senyumnya saat serak suaranya terdengar.“Terima kasih untuk sudah datang, Nona Liora, Tuan Kayden dan Pak Evan.”“Sama-sama,” balas Liora.“Apa yang kamu rencanakan setelah ini?” tanya Kayden setelah ia mensejajari Liora dan berdiri di sampingnya. “Aku harap kamu tidak akan kembali lagi ke tempat itu.”‘Tempat itu’ yang dikatakan oleh Kayden ... mereka tahu itu adalah
Suara getar ponsel yang datang dari atas meja sudah beberapa kali terdengar, Liora tahu itu adalah ponsel milik Kayden.Tetapi prianya itu tidak kunjung mengangkatnya karena masih disibukkan oleh sesuatu.“A-angkatlah dulu,” pinta Liora.Menatap Kayden dengan mata sayunya, pada si pemilik nama yang masih tak berhenti bergerak di atasnya, menunduk dan malah memberinya ciuman seolah itu adalah isyarat keras agar sebaiknya Liora diam.Pagi sudah menyingsing, seharusnya mereka sudah memulai aktivitas rutin seperti pagi biasanya tapi yang terjadi justru hal lainnya.Beberapa saat yang lalu Liora tak sengaja menyentuh bagian sensitif pada tubuh Kayden. Ia mengatakan ia tidak bermaksud menggodanya tetapi penjelasan itu gagal sebab yang terjadi adalah ....“Ahh—“ erangannya terdengar saat Kayden menjangkaunya semakin dalam.Benar ... panasnya sebuah percintaan.Sekalipun semalam mereka telah menghabiskan sebagian waktu dengan membakar tubuh hingga berpeluh.“J-jawablah dulu, Kayden, siapa tah
“T-tiba-tiba saja?” tanya Kayden memastikan. Tapi aksinya jauh lebih cepat daripada tanya itu. Tangannya lincah menguraikan jas yang ia kenakan setelah meletakkan jam tangan mahalnya di dekat wastafel. Vest, dasi dan kemejanya raib, melayang ke keranjang pakaian kotor. Beberapa detik setelahnya ia tiba di hadapan Liora, menunduk saat gadisnya itu berjinjit mengimbangi tinggi tubuhnya. Bibir mereka bertemu dalam pagutan dan lumatan yang membuat Kayden terpaksa harus menghentikan Liora untuk beberapa saat. “T-tunggu, Cintaku,” bisiknya. Mata Liora tampak sayu saat ia menengadah dan bertemu pandang dengan Kayden. “Ada apa?” tanya Kayden lagi. “T-tubuhku rasanya ... kepanasan,” jawabnya. “Seperti ... saat malam aku bertemu denganmu pertama kali.” Alis lebat Kayden berkerut nyaris bersinggungan. Ia mengerjap sebelum menyadari apa arti ucapan Liora. “Obat yang diberikan Adrian tadi ... mungkin ada ....” ‘Perangsangnya,’ sambung Liora dalam hati. Tahu akan ke mana arah kalimat Kayde
Liora tahu bahwa Kayden masih tak menerima usulannya begitu saja. Maka, untuk mendapatkan hati prianya itu sepenuhnya, Liora memberi sebuah ide. Ide yang membuat naluri ‘pembunuh’ di dalam diri Kayden terlampiaskan. Bukankah Kayden ingin menghajar Adrian atas kekurangajarannya selama ini? “Dengar—“ bisik Liora dengan jemarinya yang masih menyusuri dagu dan rahang tegas Kayden. “Aku punya ide yang bagus.” “Apa?” tanya Kayden, hampir enggan tetapi karena Liora yang bicara sehingga ia tetap mendengarnya. “Nanti, saat Adrian sudah menculikku dan membawaku ke dalam apartemen yang dikatakan oleh Cherry, kamu hubungilah Seattle Fire Department.” “Untuk apa, Sayangku?” “Minta mereka untuk membuka inflatable cushion air bags milik mereka di bawah. Tanyakan pada Cherry pada lantai berapa apartemennya berada. Kamu beri Adrian pelajaran dengan melemparnya dari lantai itu. Semakin tinggi, dia akan semakin ketakutan saat kamu menggertaknya.” Apakah ... berhasil? Liora menerkanya dalam hati,
Saat itu juga, tanpa pikir panjang Evan menghubungi Kayden. Ia tidak mengira akan ada situasi seperti ini, yang jelas sangat membahayakan Evermore dan stabilitasnya yang rawan guncangan karena ada di puncak. Kayden memberi jawaban bahwa Evan bisa membawa Cherry ke rumahnya, untuk bertemu secara langsung. Sudah larut malam saat Evan dan Leah tiba di halaman rumah besar itu. Liora yang pertama menyambut mereka dan mempersilakan ketiganya masuk. Di ruang tamu, sejak Kayden mengatakan bahwa Evan akan datang bersama tamu yang akan membuat mereka tahu seperti apa Adrian sebenarnya ... ia dilanda keresahan. Resah bahwa ia pernah jatuh cinta pada seorang pria yang kaya harta tetapi miskin akhlak. Cherry mengatakan kembali apa yang tadi diucapkannya pada Evan. Bahwa adik perempuannya adalah seorang artis pendatang baru yang dilecehkan dan diperkosa oleh Adrian di salah satu lokasi syuting. “Dia mengalami depresi berat saat tahu dia hamil, Tuan Kayden,” ucap Cherry. “Dia menuntut t