Home / Romansa / Malam Membara Bersama Pamanmu / 6. Dalam Dilema Antara Pergi Atau Bertahan

Share

6. Dalam Dilema Antara Pergi Atau Bertahan

Author: Almiftiafay
last update Last Updated: 2025-03-12 18:17:41

Liora terdiam cukup lama. Meski ia tahu semua yang dikatakan oleh Kayden itu sepenuhnya adalah kebenaran, tapi rasanya semua itu seperti sebuah penghinaan baginya.

Napas Liora seakan berhenti di tenggorokan, harapan-harapan yang tadi sempat bergema di dalam hatinya bahwa setidaknya akan ada sedikit ‘keadilan’ setelah semalam hampir ditangkap oleh preman bayaran Adrian itu seketika sirna.

Lagipula apa yang ia harapkan sekarang? Adrian adalah keponakannya, bukankah sebagai paman tentu Kayden akan membelanya sekalipun tahu Adrian yang bersalah?

“Semakin cepat kamu meminta maaf, itu akan semakin baik,” ucap Kayden saat sepasang mata Liora telah berair. “Karena jika tidak, agensi bisa memutus kerja sama denganmu kapanpun, Liora Serenity!”

“Putus saja!” jawab Liora tepat setelah Kayden selesai bicara. “Tidak banyak kerja sama yang kita lakukan. Jadi memutus kerja sama dengan saya bukanlah sesuatu yang sulit. Saya tidak akan meminta maaf karena Adrian memang bersalah,” tukasnya bersikeras pada pendapatnya.

Maniknya yang terasa panas menatap Kayden penuh kebencian, tapi pria itu tentu tak peduli.

Ia justru memperdengarkan tawa lirihnya dan menyeringai, “Selain keras kepala, sepertinya kamu juga tidak bisa berpikir cerdas.” 

Liora bergeming, bibir gadis itu terbungkam tanpa memberi jawaban pada Kayden.

“Jadi apa yang ingin kamu sampaikan dengan datang menemuiku?” tanyanya setelah beberapa detik kebisuan berlalu. “Katakan!”

Liora menggeleng, “Tidak jadi,” jawabnya singkat.

“Fine. Kamu boleh keluar kalau begitu.”

Liora bangun dari duduknya dengan menahan air mata. Ia pergi meninggalkan Kayden tetapi saat mereka telah dipisahkan oleh beberapa langkah, Liora berhenti.

Ia menoleh pada Kayden dan dengan suaranya yang serak mengatakan, “Jangan karena kita pernah tidur bersama lantas Anda bisa melakukan sesuatu sesuka hati Anda seperti ini, Tuan Kayden,” ucapnya. “Semalam itu tidak berarti apapun bagi saya!”

Liora mendapati ekspresi wajah Kayden yang berubah. Yang meski tak kentara, tapi ia tahu bahwa pria itu pasti tak suka dengan kalimat Liora yang menyinggung soal apa yang mereka lakukan semalam.

Mata Kayden tampak menggelap dengan bibir yang mengatup. Dan sebelum terjadi perdebatan lain yang menguras hatinya, Liora memutuskan untuk pergi dari sana.

Ia keluar dari ruang Presdir dengan dada yang terasa sesak.

Padahal ia sudah berharap agar tak pernah bertemu dengan Kayden lagi. 

Namun takdir malah menyeretnya dalam situasi yang lebih pelik karena pria itu muncul sebagai Presdir di tempat ia bekerja, memintanya meminta maaf akan sesuatu yang bukan menjadi salahnya dan bersikap seolah-olah ia memiliki hidup Liora.

‘Aku benci pria itu!’

***

Beberapa hari berlalu, Liora kemudian tahu dari Freya bahwa Kayden adalah presdir baru di Evermore. Tuan Owen yang lanjut usia sepertinya memilih untuk pensiun dan memberikan jabatan itu kepada anak bungsunya.

Alasan kenapa Kayden yang sebelumnya ada di luar negeri tiba-tiba ada di kota ini adalah untuk mewarisi bisnis tersebut.

Tapi lupakan sejenak tentang Kayden, sebab ada hal lain yang membuat Liora tertekan daripada kemunculan pria itu di Evermore.

Ibunya Adrian, kemarin Liora tak sengaja bertemu dengan wanita paruh baya itu dan beliau marah besar kepadanya. Ucapannya yang menusuk membekas di dalam hati Liora.

‘Setelah membuat reputasi Adrian hancur, jangan pernah berpikir lagi kamu bisa masuk lagi ke kehidupan anakku atau menjadi keluarga kami,’ ucap beliau kala itu dengan wajah yang mengeras. ‘Kami tidak akan pernah menerima wanita jahat sepertimu sebagai menantu, Liora.’

Kebencian yang ditujukan untuknya datang bertubi-tubi. Tak hanya dari keluarga Adrian saja, tetapi juga dari para penggemar pria itu.

Ujaran kebencian menjamur di dunia maya, mengambil alih kolom komentar. Di mana ada foto Liora, maka bisa dipastikan ratusan—atau bahkan mungkin ribuan—hujatan dialamatkan untuknya.

[Liora sengaja membuat Adrian terlihat buruk karena selama ini tidak ada yang mengenalnya.]

[Makanya dia menuduh Adrian berselingkuh karena dengan begitu namanya akan naik.]

[Foto-foto sekarang bisa saja dimanipulasi, tapi kelicikan Liora itu adalah sesuatu yang asli.]

[Sebaiknya dia mati saja agar tidak mengganggu Adrian lagi!]

Saat membaca semua itu … Liora akhirnya tahu bahwa rasa suka seseorang terhadap sesuatu bisa saja membuat mereka menepis kebenaran.

Padahal foto yang diunggahnya itu jelas menunjukkan Adrian bersama dengan wanita lain, tapi masih belum cukup membuat para penggemar pria itu terbuka matanya.

Semua kalimat itu membuatnya berpikir, ‘Haruskah aku keluar saja dari agensi yang sama dengan Adrian?’

Tapi ia bimbang, sebab jika ia keluar dari agensi ia pasti dituntut untuk membayar denda.

Saat Liora mengatakan hal itu pada Freya, manajernya itu mengatakan, ‘Situasinya akan berbeda jika agensi yang memutuskan hubungan kerja sama, Liora. Mereka bisa berdalih aktris tidak berperilaku baik atau melakukan sesuatu yang merugikan sehingga mereka harus memutus kerja sama.’

Liora tak memiliki uang sebanyak itu untuk membayar denda yang jumlahnya pasti fantastis. Ketimbang membayar denda, ada hal lain yang lebih ia prioritaskan.

Yakni ibunya yang tengah dirawat di rumah sakit jiwa. Ibunya yang malang itu mengalami depresi berat setelah bercerai dengan ayahnya. 

Karena beberapa waktu belakangan beliau memburuk dengan lebih sering mengamuk dan melukai dirinya sendiri, Liora terpaksa memasukkannya ke rumah sakit jiwa.

Hal itu membuatnya menyesal, mengapa saat pertemuannya dengan Kayden di ruang Presdir itu bibirnya dengan mudah mengatakan tak apa jika kerja samanya dengan Evermore putus. Ia tak ingin hal itu terjadi sebab ia masih membutuhkan pekerjaan—sekalipun itu dalam skala kecil—untuk terus menyokong pengobatan ibunya.

Ia resah. Bagaimana jika nanti Kayden benar-benar memutus kontrak dengannya?

Apalagi saat Liora menjenguk sang Ibu kemarin, beliau belum menunjukkan kemajuan yang pesat. Yang artinya ... keberadaan sang Ibu di dalam sana masih lama.

Dengan langkah kakinya yang terasa berat, malam hari ini Liora berhenti di dalam sebuah hall.

Dalam balutan gaun berwarna putih mutiara, ia hadir di pesta penyambutan Kayden sebagai presdir baru Evermore.

Tadinya ia tak ingin hadir mengingat situasinya yang tak kondusif. Tapi Freya memintanya untuk datang karena jika tidak, ia bisa dianggap tak menghormatinya.

Di antara keramaian itu Liora berdiri seorang diri, memilih untuk tidak bergabung dengan aktris atau aktor lain di bawah naungan Evermore yang datang. Ia menjadi pengamat, atau sekadar membalas sapaan mereka hingga sepasang matanya menangkap kedatangan seorang pria yang kemunculannya menyita perhatian.

Kayden.

Sejak ia memasuki hall, Liora merasa pria itu seketika bisa menemukannya. Iris gelapnya menerpa Liora padahal mereka dipisahkan oleh sekian meter jarak.

Jantungnya berdebar kencang saat Liora menyadari tuxedo yang dikenakan oleh Kayden sangat mirip dengan yang ia ingat malam itu dilucutinya di atas ranjang hotel sebelum mereka menghabiskan satu malam yang panas.

‘Apa dia ingin mengingatkanku dengan yang malam itu kami lakukan?’ tanya Liora dalam hati saat pria itu menoleh ke arah lain.

Bibirnya terlihat merekahkan senyuman saat Kayden menyambut seorang gadis yang kemudian melingkarkan tangannya di lengan pria itu.

‘Siapa perempuan itu?’ Benak Liora mulai dipenuhi tanya.

“Wah! Tuan Kayden membawanya ke sini?” ucap salah seorang wanita dari belakangnya seolah menjawab tanya di dalam hati Liora.

“Aku dengar mereka akan segera menikah. Tunangannya Tuan Kayden sangat cantik.”

Mendengar itu, perut Liora tiba-tiba membeku. 

‘Tunangan?’ ulangnya dalam hati. ‘Kayden sudah memiliki tunangan?!’

….

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Eva
Bener bener deh ini ceritanya nyesek banget jadi Liora. Ortunya cerai, diselingkuhin pacar, di hujat netizen, ibunya di rumah sakit jiwa, tidur sama paman mantannya ehh malah si pamannya udah punya tunangan, hidupnya juga pas pasan nggak punya bekingan.
goodnovel comment avatar
Ivat Jesi
mana lanjutannya?
goodnovel comment avatar
Nissya
Ya hilang semua jadinya ..... tak ada harapan kah ?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    257. Pria Yang Memikul Beban Tanpa Pernah Bercerita

    Kepala Kayden terangkat dengan cepat. Iris kelamnya menerpa Evan yang masih menunduk dengan menyembunyikan kedua tangannya yang terkepal erat di belakang tubuhnya.“Apa ini?” tanya Kayden, tenang.Tetapi Evan tahu itu mengandung riak kebingungan—atau bahkan ... kemarahan.“Surat pengunduran diri saya, Tuan Kayden,” jawabnya.“Aku bisa membacanya. Maksudku—“ Kayden mendorong napasnya saat Evan akhirnya mengangkat wajah dan manik mereka saling bertemu. “Maksudku—apa yang sedang kamu lakukan ini?” lanjutnya. “Apa ini hari ulang tahunku sehingga kamu membat sebuah candaan yang tidak masuk akal?”“Itu ... bukan candaan.” Evan menunjukkan senyumnya yang getir, yang membuat Kayden sekali lagi harus mendorong napasnya.“Saya memang ingin mengundurkan diri.”“Sesuatu yang membuatmu tidak baik-baik saja dan sedang kamu pikirkan itu adalah ini?”“Iya.”“Dan keputusanmu adalah pergi dariku?”Evan mengangguk lemah, “Maafkan saya, Tuan Kayden.”“Kenapa?” tanya Kayden. “Apa ada hal yang aku lakukan

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    256. The Tables Have Turned!

    “Kenapa saya harus ditangkap?!” tanya Irina, nada bicaranya membumbung tinggi.Ia mengangkat dagunya, menantang.“Hasil autopsi dengan jelas mengatakan kalau Ibu saya jatuh dari tangga, saya tidak membunuhnya.”Setelah mengatakan itu, polisi yang mengulurkan kertas di hadapannya itu menarik tangannya dan menurunkannya dengan cepat.Kedua bahunya jatuh, bersamaan dengan petugas polisi lain yang ada di belakangnya, yang saling membisikkan sesuatu yang Julia tak bisa mendengarnya dengan jelas.“Kami datang untuk menangkap Anda karena Anda diduga terlibat dalam perencanaan pembunuhan terhadap Nona Liora Serenity dengan menenggelamkannya di danau, menyewa preman bayaran, dan tindak pelecehan,” terang polisi tersebut.Saat itulah Julia menyadari bahwa dirinya telah melakukan sebuah kesalahan besar.Mungkin karena ia baru saja memikirkan sang Ibu dan tanpa sadar merasa bersalah sehingga mulutnya tidak bisa bekerja sama dengan menyinggung perihal kematian Nyonya Lin.“Mendengar Anda mendadak

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    255. Pembalasan Baru Dimulai

    “Apa yang kalian lakukan?!” seru sebuah suara yang didengar oleh Julia saat ia berpikir dirinya akan mati kedinginan di dalam sini.Ia yakin itu adalah suara penjaga penjara yang tak menjumpai dirinya.Barangkali ... mereka mendengar keributan yang terjadi di dalam sel ini—atau sekadar kebetulan berkeliling dan melihat Julia lenyap dari dalam ruangan.Pertolongan datang.Meski tubuhnya menggigil dan setiap sendi yang menghubungkan tulangnya seperti akan hancur, Julia berusaha menunjukkan keberadaannya di dalam kamar mandi ini.Ia menguraikan tangannya yang semula menyilang di depan dada untuk meredam gigil. Ia pukul pintu lembab di hadapannya itu dan berteriak dengan tenaganya yang tersisa.“TOLONG ....”Apakah ini akan berhasil?Julia hanya menggantungkan harapan agar selamat dari para wanita itu.Suara kunci yang saling bersenggolan dan derit engsel pintu penjara membuatnya sedikit lega.Langkah beberapa orang terdengar mendekat dan pintu kamar mandi terbuka.Matanya sembab, kilatan

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    254. Diperlakukan Seperti Binatang

    Julia tidak sempat memberikan perlawanan. Kedua tangannya lebih dulu ditarik dari tempat ia duduk yang semula ada di dekat jeruji besi. Sekalipun Julia memberontak, ia tak akan dilepaskan begitu saja. Sebagai ‘penghuni’ yang terakhir masuk ke dalam sini, ia adalah yang paling lemah. Bagi mereka, dirinya wajib menghormati orang lama. Tiga wanita yang Julia tak tahu siapa namanya selain menandai mereka dari rambut saja. Si pirang, si ikal dan si rambut pendek yang memperlakukan mereka seperti bintang. Julia kerap diminta untuk memijit kaki mereka, membersihkan kamar mandi kotor yang ada di dalam sel itu, atau mendapat jatah makanan yang paling sedikit. Dan penyiksaan seperti ini bukan yang pertama kalinya ia alami. Lengan dan sebagian tubuhnya telah memiliki lebam yang kebiruan akibat terlalu sering dipukuli. Seperti ini ... saat dirinya tak memiliki cukup kekuatan untuk melawan. Julia didorong hingga punggungnya membentur dinding. Bunyi berdebum terdengar sangat keras. “Akh!”

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    253. Karma Selalu Terdengar Mengerikan

    "I-ibunya ... Irina?" Liora hampir tak percaya saat mengatakan itu. Tuan Owen mengangguk, membenarkannya. "Iya, Liora." "Aku belum melihat beritanya, Pa. Kenapa Ibunya Irina mendadak meninggal? Terakhir kali saat kami bertemu beliau masih dalam keadaan sehat." "Kamu benar," tanggap Tuan Owen. "Dia tidak meninggal karena sakit. Kabar menyebutkan bahwa dugaan sementara dia jatuh dari tangga dan mengalami patah tulang pinggul dan leher." Liora menutup mulutnya dengan sebelah tangan, karena jika tidak ... ia benar-benar bisa ternganga akibat terlampau terkejut. "Tadi Papa membaca, pembantu yang pertama kali menemukannya, tapi dia sudah meninggal," imbuh Tuan Owen yang justru membuat Liora semakin tak percaya. "Aku bukannya senang, tapi ... Ibunya Irina itu mungkin juga kesepian di penghujung hidupnya karena tidak ada seorangpun yang tahu beliau sedang meregang nyawa," ucap Liora setelah menurunkan tangannya. "Biarlah, Liora." Tuan Owen berjalan dengan bantuan elbow crutch di tanga

  • Malam Membara Bersama Pamanmu    252. ‘Something’ In The Morning

    "A-aku belum mandi." Liora memalingkan wajahnya saat Kayden hampir kembali mempertemukan bibir mereka. "Bohong." "Aku memang belum mandi, aku hanya cuci muka dan akan mengirim pesan padamu karena kamu tidak pulang-pulang," terang Liora. "Tapi kenapa kamu sangat wangi, Princess?" bisik Kayden. "Aku sungguh tidak mau." Liora mendorong Kayden agar menjauh, dada prianya yang bidang itu seperti akan menguncinya di manapun tempat. Dari sudut mata Kayden yang dijumpai oleh Liora, pandangan prianya itu mengarah pada pintu kamar mandi. Yang bisa ia pastikan dengan jelas bahwa Kayden ingin melakukannya di sana. "Tidak menolak?" goda Kayden, tatapannya menelisik Liora. Meski ia menuruti gadisnya untuk menjauhkan diri dan melepas pelukan di pinggang kecil nan seksi itu, tapi sepasang matanya yang sensual tak berhenti. "Sungguh tidak mau," balas Liora. Ia mendengus, sengit menatap Kayden. "Apa tidak ada yang kamu pikirkan selain itu, Tuan Kayden Baldwin?!" Kayden memiringkan kepalanya,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status