“Ini.” Naomi menyerahkan selembar foto wanita kepada Dante. Kesempatan bertemu dengan Dante tentu tidak akan di sia-siakannya. Setelah memutuskan akan menikahi wanita yang sama sekali tidak dikenalnya itu, Dante sangat susah untuk ditemui. Putranya itu selalu mencari alasan jika dia meminta Dante untuk berkunjung ke rumah. Dalam kesempatan makan malam ini Naomi, menggunakannya sebaik mungkin. Dia sudah memilih beberapa wanita untuk dijadikan calon istri dan pilih dijatuhkannya pada seorang wanita bernama Amara. Amara adalah putri dari wakil menteri. Dari segi bebet bibit dan bobot, Amara memenuhi semuanya. Wanita itu cantik, berprofesi sebagai pemilik kantor akuntan terbaik di Barcelona, dan yang jelas Amara adalah wanita baik-baik. Meski Belvina, bukan berasal dari keluarga rendahan, tapi kesan pertamanya yang tidak begitu bagus pada wanita itu membuat dia tidak menaruh hati pada wanita pilihan putranya tersebut. “Aku hanya akan menikahi Belvina!” tegas Dante.Dante mengusap sudut
Dante mengepalkan tangan. Urat-urat ditangannya tercetak jelas menandakan laki-laki itu tengah menahan amarah. Tubuhnya masih berdiri tegak di luar. Namun, matanya menatap lurus dua sosok yang tengah terlibat interaksi itu, seakan-akan melalui tatapannya, Dante menyiratkan segala kemarahannya.Kesabaran setipis tisu itu coba ia pertahankan sampai di mana mata tajamnya menatap tangan Aldric dengan lancangnya menggenggam tangan Belvina, laki-laki itu terlihat ingin mendaratkan ciuman di sana. Dengan kesabaran yang hampir terkikis, ia berjalan masuk. Rahangnya bergemeletuk, tangan kirinya mencengkeram kerah kemeja yang digunakan Aldric. Sementara tangan kanannya mengepal di udara, bersiap melayangkan bogem mentahnya. Namun, tarikan di tangannya, membuat ia menghentikan semuanya.Helaan napas kasar terdengar jelas, matanya menatap tak suka atas apa yang dilakukan oleh Belvina saat ini. Di matanya, Belvina terlihat tengah melindungi Aldric.“Sebaiknya kamu pergi, sekarang!” perintah Belvin
Mata Belvina menatap iba sudut bibir Dante yang sedikit memar. Jari-jari lentiknya bergerak lincah mengoleskan salep di sana. Seusai pertengkaran dengan Dante dan Aldric tadi, Belvina sengaja mengajak Dante ke kantornya. Selain untuk mengobati luka laki-laki itu, Belvina tidak ingin paginya mengalami gangguan dari Aldric. Aldric pasti akan mencecarnya dengan banyak pertanyaan. Bisa dipastikan juga bahwa laki-laki itu akan memohon kembali untuk bisa bersama. Dia sudah sangat lelah meladeni segala rengekan mantan kekasihnya itu. “Apa dia memang seperti itu?”Gerakan tangan Belvina yang masih sibuk mengoleskan salep pada sudut bibir Dante, seketika berhenti. Matanya yang tadi memeriksa sudut bibir Dante, mendongak menatap wajah tampan pria di depannya ini. Wajah itu masih sama seperti hari-hari sebelumnya, dingin dan datar. “Mantan kekasihmu itu. Apa dia memang suka main tangan?” imbuh Dante menjelaskan maksud dari pertanyaan.“Tidak! Dia pria yang baik,” jawab Belvina.Sebelah alis
Kaki jenjang Belvina berhenti di anak tangga terakhir yang di pijaknya. Mata wanita cantik itu mengerjap beberapa kali saat melihat sosok tampan yang tengah duduk di meja makan dengan koran dan secangkir kopi di tangannya. Semalam dia kembali menginap di rumah Dante. Namun, rumah yang berbeda dari rumah yang didatanginya saat itu.Kehadiran Dante tentu mengejutkan Belvina, pasalnya kemarin laki-laki itu langsung pergi begitu saja setelah memerintahkannya untuk tinggal.Belvina berdehem sebelum menarik kursi. Matanya melirik lengan kekar Dante yang terpampang karena pria itu menggulung hampir separuh lengan kemejanya. Entah pria itu hendak berangkat bekerja atau sudah pulang, tapi penampilannya terlalu rapi jika dianggap telah pulang. Meski tidak mengenakkan jas, dasi pria itu masih bertengger rapi di lehernya. Pria itu memang selalu terlihat mempesona terlepas dari apa pun yang dipakainya dan pesona itu terlihat semakin menggoda ketika rambutnya terlihat berantakan. Belvina menggel
“Jadi, aku adalah pengantin pengganti?”Pertanyaan yang meluncur dari bibir Dante membuat Belvina tersenyum kaku. Laki-laki itu tidak berbicara dengan nada tinggi. Namun, mampu menghadirkan kesan mengintimidasi yang kuat.Mengerjapkan mata beberapa kali, Belvina mencoba menguasai dirinya agar tidak terlihat takut. Dia bisa bersikap berani bahkan terkesan tidak takut apapun terhadap Aldric dan ibunya, namun tidak pada Dante. Laki-laki itu selalu sukses membuat dia tunduk.“Jadi dia adalah laki-laki yang kamu cintai itu?”Kembali Dante membuka mulutnya. Kali ini kata-kata yang keluar dari mulut pria tampan itu diiringi sebuah seringai mencurigakan. Entah apa yang ada di pikirannya, hanya dia dan Tuhan yang tahu.“Itu ....” Belvina mendorong dada Dante, mencoba membuat laki-laki itu agar tidak semakin mendekatkan tubuhnya.Tadi seusai pertemuannya dengan Aldric, Dante membawanya begitu saja. Laki-laki itu bahkan tidak mengatakan ke mana mereka akan pergi. Sepanjang perjalanan hanya kehen
“Jadi dia adalah laki-laki yang akan menggantikanku?”Meski tidak menunjukkan rasa marahnya secara langsung, namun tatapan menghunus yang dilemparkan oleh Aldric pada Dante menyiratkan semua emosi yang dirasakan oleh laki-laki itu.Dante Marquez---direktur utama VIN Construction, perusahaan konstruksi terbesar di Barcelona. Siapa yang tidak mengenal Dante Marquez? Di dunia bisnis, nama pria berusia 27 tahun itu begitu diperhitungkan. Entah bagaimana Belvina bisa mengenal laki-laki itu. Jika dilihat dari segi bisnis, tidak ada kemungkinan yang bisa mempertemukan keduanya.Aldric ingin menyangkal kedekatan yang dikatakan oleh Belvina. Namun, nyatanya tangan Dante yang bertengger indah di belakang bahu Belvina, cukup menjawab semuanya. Laki-laki itu seolah telah mengklaim bahwa Belvina memang benar-benar miliknya melalui itu semua.“Aku akan menikahinya. Di tempat, hari, dan tanggal yang sama dengan rencana pernikahan yang telah kita sepakati!” ucap Belvina, “Aku harap setelah ini kamu b