“Satu ….” Tania berbisik pelan. “Satu juta kali!” Teriaknya keras kemudian.
“Lebih baik aku tidur sejuta kali dengannya daripada denganmu!”Tania mendorong Gilang kasar, membuat pria itu sempat terhuyung sesaat.“Sudah kuduga,” cibir Gilang, sinis. “Kamu tidak mungkin sepolos itu.”Tuduhan Gilang jadi semakin menggila. Pria itu menggunakan imajinasinya yang berlebihan.“Kamu berpura-pura suci di depanku. Padahal kamu sering tidur dengan lelaki lain. Nyatanya kamu perempuan murahan.”“Harusnya aku mengajakmu tidur bersama sejak–Plak!Tangan Tania terangkat. Ia tidak bisa menahan diri. Gilang sudah sangat sangat keterlaluan.Sudut mata Tania terasa panas. Dadanya nyeri dengan rasa sakit yang menusuk.Tujuh tahun bukan waktu yang sebentar untuk menjalin hubungan. Bahkan, Tania mencintai Gilang setulus hatinya. Bisa-bisanya ….“Apa-apaan?!” Gilang menangkap tangan Tania yang sebelum in“Aku punya bayi di sini!” Tania sengaja menegaskan agar Rafael tidak salah paham.Tania tak ingin Rafael merasa senang karena ia sedang dongkol. Semakin Rafael tersenyum, semakin Tania geram.“Cepat!” gerutu Tania. Rafael bergegas. Tak lama, ia sudah kembali dalam pakaian kering. Tania memicing. Ia ingin mengusir Rafael, tapi di rumah orang tuanya ini, Tania tak mungkin melakukannya. “Aku tidur di luar aja.” Rafael yang peka dengan tatapan tajam Tania, langsung beranjak. Tania berseru memanggil Rafael, tapi suaminya itu sudah terlanjur keluar. Meski enggan, Tania menyusul Rafael. Bisa jadi masalah jika keluarga Tania mendapati Rafael tidur di luar. Tania bisa diceramahi sampai kiamat. Apalagi Tania tidak akan mengucapkan alasannya. “Balik ke kamar,” ucap Tania sambil menyenggol lengan Rafael. Rafael sudah memejamkan mata, terlihat lelah. Namun, mendengar perintah dari Tania, Rafael gegas berdiri. Mereka berjalan beriringan ke kamar. Tepat setelah mereka masuk, Tania meminta Ra
“Kenapa cemberut begitu?” Rafael baru pulang dan ia mendapati Tania sedang mengerutkan dahi. Padahal Tania sudah berusaha untuk biasa saja, tapi jengkel yang ia rasakan tak bisa Tania tahan. Dalam hati, Tania jelas tahu jika Rafael tidak melakukan kesalahan apa pun.Bukan Rafael yang merencanakan itu semua. Itu hanya orang tua Rafael yang sampai sekarang belum menerima Tania. “Apa ada masalah?” Rafael bertanya dengan tatapan menyelidik. Tania memasang wajah datar. Ia tak berniat menjawab sama sekali. Melihat respon Tania, Rafael bertanya lagi. “Apa aku melakukan kesalahan?” Saat itu, ujung hidung Tania bergetar sedetik. Namun, Rafael menyadarinya. “Salahku, ya?” Rafael mulai mengingat-ingat apa yang hari ini ia lakukan. “Aku hanya ada di kantor seharian, memeriksa dokumen. Rasanya aku enggak melakukan apa pun.” Rafael bergumam sendiri. Rafael mulai menjabarkan pada Tania apa saja yang sudah ia lakukan. Tania tak menyahut sama sekali, membuat Rafael stres sendiri. “Aku enggak
“Maafkan aku!” Tania berujar panik. Ia merasa malu karena mengomentari lukisan tepat di depan sang pelukis. Untung saja Tania mengatakan kalau lukisannya cantik!“Aku tidak tau kalau ini adalah pameran Bu Anna.” Tania masih terus meminta maaf. Sementara Anna membalas dengan tawa kecil. Senyumnya merekah sempurna. Tangannya menepuk lengan Tania lembut. “Kamu enggak melakukan kesalahan apa pun. Kamu malah memujiku,” sahut Anna. “Ah iya, kamu datang ke sini bersama suamimu, kan?” Saat Anna menyebut nama Rafael, tiba-tiba saja Rafael muncul di samping mereka. Tania terkejut sesaat. Rafael bukan hanya memiliki pendengaran super, tapi juga kemampuan berpindah tempat dengan sangat cepat. Sebelum ini, Tania melihat Rafael ada di sudut, sedang mengobrol. Sekarang, Rafael sudah ada di sisinya, menggenggam tangan Tania mesra. “Nah, ini Pak Rafael.” Anna berseru dengan senyum lebar sempurna. “Aku ingat kemarin ada tawaran dari Grand Velora.” Anna meraih tangan Tania lembut. “Aku baru ing
“Kamu bilang apa barusan?” Kedua mata Tania membulat tak percaya. Dika mengangguk. Pria itu meyakinkan Tania jika apa yang dikatakannya benar.“Aku bersumpah apa yang kudengar itu benar.” Dika berucap serius. Namun, Tania masih memicing. Ia menatap Dika curiga, setengah bingung. Semuanya tidak masuk akal. Rafael kan sudah menikah dengannya, semua orang di negeri ini tahu jika mereka adalah suami istri. Lalu kenapa?“Siapa wanita yang dijodohkan dengan Rafael? Beritahu aku namanya.” Tania berusaha berucap tenang. Padahal, ia marah setengah mati. Bisa-bisanya, orang tua Rafael menjodohkan Rafael yang jelas-jelas sudah menikah dengannya?!‘Apa itu bahkan masuk akal?!’Dika mengelus bulu kuduknya yang meremang. Tania memang tidak meneriakkan kemarahan, tapi aura menusuk yang keluar dari dirinya membuat suasana berubah dingin mencekam. “Natasha Marie Tanudibya,” jawab Dika pelan. Tania tertegun sesaat. Ia berusaha mengingat di mana ia pernah mendengar nama itu. “Dia anak pemilik Man
“Buatmu,” ucap Rafael saat masuk ke dalam kamar lama Tania. Rafael membawakan Tania sebuah cake cokelat berukuran sedang. Tania menerimanya dengan antusias. “Yang itu buatmu. Habiskan saja. Untuk yang lain udah aku simpan di luar,” sambung Rafael. Wajah Tania berubah sumringah. Ah, ia harus mengakui jika ucapan ibunya benar. Mungkin ia memang beruntung memiliki seorang suami seperti Rafael. Rafael bahkan pulang tepat waktu. “Apa pekerjaanmu enggak sibuk?” tanya Tania. Rafael hanya mengangkat bahu. Ia menghampiri Tania, membantu Tania memotong kue. “Kamu udah baikan?” Rafael malah mengalihkan pembicaraan. Tania balas memandang tidak senang. Ia ingin pertanyaannya dijawab. “Sedikit.” Rafael menjawab. Namun, ia dengan sengaja menyuapkan kue untuk Tania. Tentu agar Tania tidak bertanya atau mengomel. Tania tak bisa bicara dengan mulut penuh. Dan Rafael berhasil. Di kunyahan pertama, Tania tidak bisa merasa kesal lagi. Kuenya sangat enak, membuat Tania tak mampu menahan senyum.
Tania membelalak. “Ibu tau darimana?!”Otak Tania sempat menuduh Rafael. Namun, hatinya langsung menolak. ‘Enggak mungkin Rafael!’ bantah Tania dalam hati. Tania yakin Rafael bukanlah orang yang akan dengan mudah menceritakan masalah mereka. Apalagi masalah ini akan mempengaruhi penilaian Anggi padanya. “Tak penting Ibu tau dari siapa.” Anggi menolak untuk bicara. “Penting!” Tania menyela. “Dari mana Ibu tau kabar bohong kayak gitu?” Tania sengaja membantah kebenaran. Ia membuat ekspresi wajahnya semeyakinkan mungkin, agar Anggi tidak curiga. “Grand Velora enggak pakai target tamu,” sahut Tania penuh percaya diri. “Lagipula, Tania kan bukan sales. Kenapa harus kejar target?” sambung Tania. Anggi langsung mendelik. Ia menatap Tania penuh rasa curiga. Tania menghadapi tatapan penuh tuduhan dari Anggi tanpa berkedip. Ia tidak akan menunjukkan keraguan sama sekali. “Benarkah?” Anggi sejenak terlihat linglung. Tania memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Kepalanya mengangguk,