Bab 54"Tunggu!" ucap sebuah suara saat Nadiya hendak menutup pintu apartemennya. Matanya membelalak menatap wanita yang tiba-tiba ada di hadapannya.Terpaksa Nadiya membuka kembali pintunya untuk meladeni perempuan itu."Mau apa kamu?" balas Nadiya sinis. Ia sudah kehabisan kata melihat apa yang sudah dilakukan oleh perempuan ini."Aku mau kamu pergi dari hidup Dira!" ucapnya tanpa basa basi.Nadiya tersenyum miring. "Aku juga tidak mau. Tapi keadaan yang memaksa kami. Kami tidak bisa apa-apa." "Bukan tidak bisa apa-apa! Tapi kamu yang sengaja menahan Dira agar terus menjadi suamimu!" bentak Karina lagi."Jangan sok tahu! Aku sudah memintanya menceraikanku tapi orang tuanya melarang. Kalau kamu mau, kamu bisa minta Papa buat kasih izin kami bercerai," ucap Nadiya santai. Ia tak peduli pada wajah Karina yang sudah terbakar emosi."Itu hanya alasan kamu saja! Yang menikah kalian! Kenapa harus minta izin papanya! Seharusnya kamu yang memaksa untuk bercerai bukannya malah bertahan di si
Bab 53Dunia Dira serasa berhenti berputar saat melihat Nadiya meletakkan gelas berisi cendol di atas meja. Bayangan kejadian buruk menimpa istrinya itu sudah berkeliaran dalam kepala. Ia lantas bangkit dari duduknya, lalu menarik Nadiya menuju mobilnya sebelum terjadi penyesalan yang menyakitkan."Apa sih, Mas?!" sentak Nadiya saat tanpa permisi Dira menarik tangannya. Ia menepis tangan Dira agar tak lagi manarik badannya.Dira berhenti di tempat. Ia menatap Nadiya dengan hati berkecamuk. Rasa was-was tak lepas dari wajahnya yang tetap tampan meskipun sedang khawatir."Kamu harus ke rumah sakit! Sekarang! Jangan membantah lagi sebelum terjadi hal yang buruk dan kamu akan menyesal!" sembur Dira tanpa mau dibantah. Tidak, bukan hanya Nadiya yang akan menyesal tapi dirinya juga."Hal yang buruk apa? Ngga ada apa-apa! Aku ngga kenapa-kenapa!" sentak Nadiya sebal sebab Dira terlalu memaksa hingga badan yang masih nyeri itu makin tak karuan rasanya.Wajar saja Nadiya menolak sebab ia tak t
Bab 52Mata Dira menatap wajah Nadiya yang merintih kesakitan dengan hati tak tega. Jika saja bisa, ia ingin turut merasakan sakitnya proses persalinan. Suara teriakan bidan yang memberi semangat tak membuat Nadiya kehilangan kendali. Ia masih saja terus berusaha mengatur napasnya agar bayi yang sudah terlihat itu segera keluar tanpa harus ada tindakan lain yang beresiko."Semangat, Sayang. Mas di sini, ada di dekatmu. Kamu jangan takut," bisik Dira. Akan tetapi bisikan itu tak dihiraukan oleh Nadiya. Ia masih merasakan nikmatnya proses persalinan yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata.Bibir Dira tak henti merapalkan doa disela-sela ucapan semangatnya pada sang istri. Tangannya menggenggam erat tangan Nadiya sebagai bentuk dukungan. Hingga beberapa saat proses itu berlalu, makhluk kecil itu akhirnya keluar dengan sempurna diiringi ucapan hamdalah dari beberapa petugas medis yang turut membantu proses persalinan itu.Suara tangis bayi menggema di seluruh ruangan. Tangis haru be
Bab 51Rasa khawatir seketika merasuk ke dalam dada Dira Atmaja. Rencananya sudah siap untuk dieksekusi. Bagaimana jika Nadira curiga dan mulai merasa bahwa dirinya memang sedang tidak seperti biasanya?Dira memaksa otaknya untuk berpikir cepat. Ia tak bisa diam saja melihat Nadiya dengan rasa penasarannya yang mungkin saja membuatnya bisa berpikir ke arah sana. Tidak. Ini tidak bisa dibiarkan."Kamu kan lagi sakit? Habis kecelakaan. Ya pantas aja dia minta kamu jaga diri baik-baik. Kalau soal ngasih selamat itu, emmm ... mungkin artinya dia ikut senang sebab kamu sudah diperbolehkan pulang," jawab Dira asal.Nadiya tampak berpikir keras. "Bisa juga ya? Kan badanku masih utuh meskipun disenggol mobil," balas Nadiya membenarkan ucapan Dira."Bersyukurlah karena kamu masih bisa pulang ke rumah tanpa ada perawatan dan cek ini itu.""Kamu benar, Mas. Tapi kadang badanku masih nyeri-nyeri." Nadiya bicara sambil memijit bahu dengan tangannya sendiri."Kan ada obatnya? Tinggal minun obatnya
Bab 50Dira tak tahu harus bagaimana dengan Nadiya. Setelah musibah yang menimpanya dan tak diizinkan untuk memberi kabar ini pada kedua orang tua mereka, kini Nadiya kembali dibawa ke rumah sakit. Kondisinya yang tak sadarkan diri membuat Dira khawatir.Nadiya ditemukan tergeletak di dapur. Entah apa yang ia lakukan di sana dengan badan yang masih lemas sampai pingsan.Rasa bersalah pun kembali menyelinap dalam hati Dira. Ia bersalah kali ini, telah membiarkan Nadiya sendirian di rumah saat kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Suaminya itu malah asik menemui kekasihnya dan berduaan di sana hingga beberapa jam."Kondisinya tidak ada yang membahayakan. Hanya saja saya Bapak harus memastikan kondisinya ke dokter kandungan," ucap dokter jaga di IGD. Ia menahan senyum di wajahnya."Dokter kandungan?" Dira mengerutkan dahinya, tak paham dengan apa yang dokter katakan.Dokter itu mengangguk. "Semuanya normal. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hanya saja saya curiga Ibu ini lemas karena
Bab 49Tangan Dira mengepal erat. Hati yang semula begitu mendamba sang kekasih, kini mulai terusik. Wanita yang dicintainya dengan sepenuh hati, rupanya bisa berubah menjadi beringas dan kejam."Bagaimana bisa kamu melakukan hal keji ini, Rin?! Aku selalu percaya padamu, aku selalu berusaha memberikan yang terbaik untukmu meskipun aku belum bisa menepati janjiku padamu," gumam Dira penuh penyesalan.Dira bangkit dari duduknya. Ia harus melakukan sesuatu hal untuk menuntut penjelasan dari Karina.Tangan Dira membuka pintu kamar. Ia harus memastikan bahwa Nadiya sedang terlelap saat ia pergi sebentar.Dalam perjalanan menuju apartemen Karina, Dira mencoba menghubungi Karina. Ia harus memastikan keberadaannya sebelum mobilnya sampai di tempat tinggal Karina itu."Kamu di mana?" tanya Dira saat panggilannya tersambung."Sayang, kamu kemana aja? Dari tadi aku hubungi kamu tapi ngga diangkat," rengek Karina manja. Ia mengabaikan pertanyaan Dira."Aku sibuk. Kamu di mana? Ada yang perlu kub
Bab 48Sarah terdiam di atas tempat tidur. Ia mulai merasa bosan sebab tak bisa kemanapun. Bu Aisyah hanya datang untuk meletakkan makanan di atas nakas, tanpa mengajaknya bicara sedikitpun. Ia seperti orang asing di rumah suaminya.Malam itu, Kavi pulang cukup larut. Badannya letih sebab pekerjaan yang menumpuk. Pembangunan kafe baru cukup menguras tenaga dan isi dompetnya."Kamu ngga ingin tanya padaku apa yang aku rasakan? Mengapa jam segini aku masih terjaga padahal ini sudah larut malam?" tanya Sarah. Ia menatap Kavi dengan tatapan tajam. Hatinya sudah tak sanggup lagi menahan gejolak yang sejak minggu lalu ditahannya."Badanmu baik-baik saja. Makananmu terjamin. Saat waktunya kontrol aku sudah memanggil dokter untukmu. Apa perlu aku tanya perasaanmu sedangkan kamu selalu memaksakan kehendakmu?" Kavi yang sedang lelah merasa terpancing dengan pertanyaan Sarah. Ia tak membalas tatapan Sarah. Matanua sibuk melihat dinding yang polos tanpa hiasan."Aku bukan patung yang harus menyak
Bab 47Dira terpaksa membawa Nadiya kembali ke apartemen. Untuk sementara ini, sampai kondisinya pulih lebih baik menempati apartemen yang sudah siap tinggal dari pada di rumah baru yang masih ada yang perlu dibersihkan atau ditata ulang.Dira membantu Nadiya untuk tidur di kamarnya. Ia merasa bertanggung jawab atas apa yang menimpa Nadiya. Apalagi kejadian naas itu terjadi di depan matanya."Tidurlah, aku akan memesankan makanan untuk kita," ucap Dira setelah ia meletakkan tubuh lemah Nadiya di atas ranjang.Nadiya mengangguk. Ia tak menjawab. Matanya kembali memejam sebab sensasi remuk di badannya masih kerap menyapa.Dira menatap wajah yang sedang terpejam itu. Ucapan Nadiya kembali terngiang di kepalanya."Apa benar ini semua ulah Karina?" gumam Dira. Ia lantas bangkit dari tempat tidur Nadiya untuk keluar. Kekasih Karina itu harus menghubungi seseorang untuk memastikan semuanya.Selepas memesan makanan, Dira kembali masuk ke dalam kamar Nadiya. Ia membawa segelas air putih besert
Bab 46Melihat sepasang suami istri itu berjalan menuju satu mobil yang sama membuat hati perempuan di dalam mobil itu mengkerut. Ia tak bisa diam saja melihat apa yang sedang terjadi. Bagaimana pun, perempuan di sana itu yang menyebabkan hubungannya dengan sang kekasih tak bisa berjalan sebagaimana mestinya.Ada banyak harapan yang terpaksa pupus sebab tak berjalan sesuai keinginan. Rencana yang sudah matang tersusun dalam kepala pun terpaksa memuai, sebab rasanya tak akan bisa segera terwujud. Harapan yang sirna serta pemandangan di depan mata itu membuat pusaran emosi hati Karina makin meninggi. Ia tak bisa diam saja. Emosi yang ditahan itu bak bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak tanpa bisa ditahan."Aku tak bisa diam saja. Perempuan itu harus diberi pelajaran," gumam Karina sambil menggenggam bundaran setir dengan erat."Kamu harus mendapatkan balasannya karena telah membuat semua yang kurencanakan gagal total!" geram Karina lagi. Dimatanya, Nadiya tak ubahnya parasit yang