Adzkia sampai saat anak Mona telah berada diluar. Senyuman bahagia terukir di bibir kala melihat sang cucu. Wanita paruh baya itu bergegas ke sini, takala melihat postingan Mona yang mengatakam meminta doa karna hendak melahirkan. "Cucu nenek ganteng banget sih," kata Adzkia kala sang cucu telah dibedong. "Adik aku dong, Nek. Harus ganteng, kan Kakaknya cantik," seru Gaia memamerkan senyuman tengilnya membuat Adzkia terkekeh dan mengacak-acak rambut Gaia. "Awas lho Nenek, ingkar janji. Jangan ampe pilih kasih ya sama aku atau dede," ancam Gaia membuat Adzkia tergelak lalu menutup mulut dengan telapak tangan."Nenek jangan berisik," ucap Gaia dibalas anggukan Adzkia. "Iya-iya, Nenek tadi kelepasan. Abisnya kamu lucu banget, tenang aja, Nenek gak bakal pilih kasih, karna kamu yang membuat Nenek pertama kali merasakan bagaimana memiliki cucu," tutur Adzkia membuat Gaia mengulas senyum lalu memeluk Adzkia dan dibalas wanita itu. "Nenek, coba gendong Dede. Gaia mau cium pipinya, gemes
"Gak papa, Mas. Ya sudah, aku pulang lagi aja ya, gak baik kalau berdua di apartemen gini," balas Aurel yang langsung disambut gelengan Kean. "Jangan, karna kamu sudah wow gini. Ayo sebagai gantinya kita dinner aja," kata Kean membuat yang awalnya hati Aurel kecewa berubah menjadi berbunga-bunga. "Tapi, apa kamu gak capek, Mas?" tanya Aurel kala mengetahui jam pulang kerja lelaki itu."Buat kamu mah gak bakal capek, Sayang. Kan cuma dinner, bukan lari maraton ini," seloroh Kean membuat Aurel tergelak dan perempuan itu memukul lengan sang calon suami. "Cantiknya calonku kalau lagi ketawa gini, semoga aku selalu buat kamu bahagia," tutur Kean membuat Aurel terdiam lalu rona merah mulai merambat ke pipi sampai perempuan itu menutup wajahnya. "Apaan sih! Sana mendingan kamu ganti baju. Katanya mau ajak aku dinner," usir Aurel kala mendengar Kean terkekeh dan meniup telinga gadis itu. "Iya-iya, my queen. King-mu ini segera berga
Adzkia begitu fokus menimang sang cucu. Sedangkan Gaia, gadis itu terlelap lagi. Beruntung sang mertua tidak tau jika menantunya tertidur, kalau saja ketahuan bisa gawat. Wanita paruh baya itu akan terus mengomel."Udah sampe," kata Arka setelah memarkirkan mobil, beruntung Mona sudah terbangun dari tidurnya. "Kalian disini aja dulu, aku buka pintu dulu," ujar Arka yang dibalas anggukan semua, sedangkan Gaia masih terlelap. "Gaia masih tidur, apa Mama bangunin aja?" tanya Adzkia membuat Mona menoleh menatap mereka."Gak usah, Mah. Biar nanti Mas Arka gendong aja. Kasian pasti badannya pegel-pegel pas tidur disana," ujar Mona yang dibalas anggukan Adzkia. "Iya, ini aja masih kerasa pegelnya," tutur Adzkia lalu menimang cucunya yang menangis membuat Gaia yang terlelap terbangun. "Ayo sini, Mas bantu," kata Arka membuka pintu lalu memapah Mona. "Aku masih ngantuk, lagi malam gak bisa tidur. Dede nangisnya kenceng banget." Gaia mengucek-ngucek matanya lalu keluar mobil dan masuk ke k
"Assalamualaikum," ucap sang tamu yang dibalas oleh Arka. "Ahh ... maaf, siapa ya," seru Arka yang membuat sang tamu tersenyum. "Wah ... jahat banget, Mas Arka. Sampe lupa sama suami aku," celetuk seseorang lagi yang mendekati pintu, membuat Arka menoleh memandang asal suara. "Hana! Wah iya, maaf. Lupa habisnya kalian malah menetap di luar negeri," balas Arka memamerkan senyuman tak enak. "Udah! Gak usah, enak gak enakan. Sekarang kami mau menetap disini. Baru sampe tadi malam, kami ke sini ternyata kalian pergi karna Mona lahiran, katanya," ujar Hana yang dibalas anggukan Arka. "Ya udah, kalian masuk yuk!" ajak Arka yang dibalas anggukan keduanya, hanya langsung melingkarkan tangan di lengan sang suami. "Sayang, ada Hana dan suaminya datang nih," ucap Arka membuat Mona mendongak dan memandang Hana yang mengulas senyum, wanita itu mendekat lalu duduk di dekat kasur bayi yang ada anak Mona. "Gak bilang-bilang sih kalau mau dateng, Mbak," seru M
"Eh, eh, kok kalian saling kenal gini," ucap Kean terkejut sedangkan Mona terkekeh melihat raut wajah kaget lelaki itu."Kita gituloh!" seru Gaia membuat Kean mendengkus karna itu bukan jawaban yang ia tanyakan. "Apa jangan-jangan kalian cenayang, sampe tau nama calonku," kata Kean sekali lagi membuat Gaia menoleh menatapnya."Calon apaan, Om?" tanya Gaia seraya bersidekap menatap tajam ke arah Kean. "Eh, anu." Kean menggaruk kepalanya yang tak gatal, lelaki itu melihat sang kekasih memandangnya seraya menaikan alis. "Anu apaan, Om ... ayo dong! Ngomong jangan setengah-setengah," cecar Gaia lalu disambut senyuman meringis lelaki itu. "Ayo lho! Jawab dong, jangan bisanya godain Gaia doang," cibir Arka lalu disambut dengkusan Kean. "Anu, Gaia. Ini calon istri, Om. Om sebentar lagi nikah," ujar Kean pelan."Ohh jadi Om mau nikah, gitu," kata Gaia seraya mengangguk-anggukan kepala. "Maafin, Om ya, Gaia. Kalau nunggu kamu besar nanti yang ada Om udah tua." Kean berkata dengan lirih,
"Kamu ...," gumam Kean geram, ia mengepalkan tangannya lalu mengembuskan napas pelan. "Ayoo Ka! Lihat nih, adikku ganteng banget, kan," seru Gaia menarik lengan Aurel dan mengajak duduk di dekat kasur sang adik. "Ishh ... ganteng banget sih, gemes deh. Pengen gendong Tante tuh, tapi takut," celetuk Aurel mencolek pipi anak kedua Mona. "Takut apa, sini Mas ajarin. Mas dulu selalu bantu gendong Gaia waktu kecil," ucap Kean mendekati kekasihnya lalu meminta izin pada Mona dulu dan dibalas anggukan wanita itu."Nah gini, caranya gendong bayi yang masih merah gini," ujar Kean seraya memperaktekan. "Tetep aja, aku masih gak berani," tutur Aurel yang disambut senyum tipis Mona."Nanti juga, kalau kalian dah nikah dan hamil lalu punya anak. Kamu pasti bisa kok," seru Mona membuat pipi Aurel langsung bersemu."Doain ya, biar lancar sampe hari H, dan kami cepet punya momongan." Kean memamerkan deretan giginya kala sang kekasih memukul pundaknya. "Kamu ini, nikah aja belum udah ngomongin mo
Pagi mulai menjelang, suasana kediaman orang tua Kean sangat ramai. Sebentar lagi mereka akan mengebumikan jasad Papanya Kean. Lelaki itu hanya diam tanpa banyak bicara, ia sama sekali tak mengeluarkan suara bahkan mengisi perut yang sejak kemari belum terisi. Arka telah berada disana, menemani sang sahabat. "Hey, kuatkan hati lo, Kean. Ayo! Kita antar Papa lo ke rumah barunya," tutur Arka membuat Kean menoleh memandang sahabatnya itu. "Lo itu harus kuat, kalau lo rapuh. Siapa yang menegarkan hati Ibu lo," lanjut Arka lagi membuat Kean terdiam lalu mengangguk. ***Waktu berputar dengan cepat, Kean menjadi lebih pendiam. Lelaki itu tidak kadang kebanyakan melamun. Kini sudah seminggu semenjak mengantarkan sang Papa ke rumah barunya. "Hey! Kerja yang bener, jangan kebanyakan melamun," tegur Arka kala memergoki sang sahabat di toilet, lelaki itu melirik Arka. "Maaf, saya bakal usahain profesonal di sini," seru Kean membuat Arka mengeryitkan alisnya."Yang bener aja, masa mau usahain
"Sini handphonenya, Gaia. Om mau ngomong sama dia," pinta Kean menyodorkan tangannya."Udah dimatiin, Om. Telat! Bukan dari tadi," balas Gaia memberikan handphone Kean pada pemiliknya. "Kalau gitu Gaia pamit dulu ya," kata Gaia lalu mendekat mencium punggung tangan Kean dan melangkah keluar lalu ia menyimpang ke ruangan sang Papa. "Papa, Ka Aurel ada di sini, katanya bawain makan siang buat Om Kean. Sama ... badan Om Kean panas, Pah. Kayanya sakit deh, mendingan di suruh pulang, kasian, Pah," cerocos Gaia membuat Arka yang tengah melahap makanannya mendongak memandang sang anak. "Ya udah kasih tau si Aurel, ajak Kean pulang. Bilang aja ini perintah Papa," sahut Arka membuat Gaia mengulas senyum lalu segera mendaratkan bokong ke sofa dan memgirim pesan pada Aurel. "Siap, Pah," balas Gaia, gadis kecil itu mengambil handphone di tasnya lalu menelepon Aurel. "Ada apa, Gaia. Kakak bentar lagi sampe ke ruangan," lontar Aurel kala merima telepon dari Gaia."Nanti, ajak Om Kean pulang aj