Share

Bab 70

Author: Ummu Amay
last update Last Updated: 2025-10-28 00:03:29

Pagi itu udara terasa berbeda — lebih berat, lebih sesak. Mungkin karena semalaman Rafael tak bisa memejamkan mata. Bayangan ciuman semalam masih terasa jelas, seperti jejak yang tak mau hilang.

Ia mengenakan kemeja hitam, membetulkan dasi di depan cermin. Pandangan matanya jatuh pada sisi ranjang yang kosong. Hanna sudah bangun lebih dulu, dan entah kenapa, keheningan kamar itu membuat dadanya terasa aneh.

Ia turun ke ruang makan, tapi hanya mendapati meja kosong. Biasanya Hanna sudah menyiapkan kopi atau setidaknya menyapanya. Tapi kali ini tidak, yang terdengar justru suara pelayan memberitahu,

“Nona keluar sejak pagi, Pak. Katanya ada urusan di toko roti.”

Rafael mengangguk singkat. Namun, di balik ketenangannya, ada sesuatu yang mengganggu. Ia tidak tahu kenapa, tapi mendengar nama toko roti membuat dadanya terasa nyeri —seperti ada bagian dari dirinya yang ia tahu sedang merindukan kehadiran seseorang di sana.

Ia berusaha mengabaikan, mengambil ponsel dan tas kerja, lalu melang
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 82

    Sore itu, suasana toko terasa aneh. Pelanggan sudah mulai sepi, dan sinar matahari yang menembus kaca menimbulkan bayangan panjang di lantai. Hanna berdiri di balik meja kasir, menatap layar ponselnya yang kini gelap. Tak ada balasan dari Nadya. Sudah hampir dua jam sejak ia mengirim pesan.“Kenapa dia diam saja?” gumamnya pelan.Rudi yang baru saja kembali dari menutup pintu depan, menatap sekilas ke arahnya. “Ada yang salah, Non?”Hanna buru-buru menyembunyikan ponsel di balik buku resep. “Tidak, hanya pesan dari supplier yang belum dibalas.”“Kalau begitu, saya cek bagian belakang dulu. Mau memberi tahu karyawan di belakang, karena ada suara aneh dari kulkas penyimpan bahan tadi,” ucap Rudi sebelum melangkah ke gudang.Hanna mengangguk. "Ya."Begitu Rudi menghilang dari pandangan, Hanna menarik napas panjang. Ia membuka kembali ponselnya. Layar menampilkan pesan terakhir dari nomor misterius malam itu —pesan yang sama yang membuatnya tidak bisa tidur.“Termasuk orang yang selalu me

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 81

    Pagi itu rumah keluarga Bachtiar diselimuti keheningan aneh. Matahari sudah naik tinggi, tapi hawa tegang dari malam sebelumnya masih menggantung di udara. Hanna duduk di meja makan dengan secangkir teh yang sudah dingin sejak setengah jam lalu, sementara Rafael sibuk berbicara di telepon dengan nada rendah namun tajam.“Pastikan semua jalur akses diblokir. Tidak, jangan pakai kontraktor luar. Gunakan orang dalam saja,” ucapnya, lalu berhenti sejenak. “Dan aku ingin laporan hasil forensik digital itu sore ini juga.”Begitu telepon ditutup, Rafael menatap Hanna. Tatapan itu lembut, tapi di baliknya ada kekhawatiran yang belum padam.“Kamu masih belum tidur, ya?” tanyanya pelan.Hanna hanya menggeleng. “Tidak bisa. Tiap kali memejamkan mata, aku melihat pesan itu lagi.”Ia menunduk, jari-jarinya bermain di tepi cangkir. “Dan wajah orang di taman itu, masih jelas di kepalaku.”Rafael duduk di kursi seberangnya. “Aku janji, aku akan cari tahu siapa yang berani melakukan ini.”Namun dalam

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 80

    Langit malam mulai digantikan cahaya lembut dini hari. Jam menunjukkan pukul dua lewat lima belas, namun ruang kerja di lantai dua kediaman keluarga Bachtiar masih menyala terang.Rafael duduk di kursinya, menatap layar laptop yang menampilkan barisan data dari sistem keamanan rumah. Beberapa log aktivitas mencurigakan tercatat sekitar pukul sebelas malam —waktu yang sama dengan saat Hanna melihat sosok di taman.Ia mengetik cepat, membuka rekaman CCTV. Namun, layar hanya terlihat bayangan hitam putih. Tidak ada gambar, tidak ada suara.Rafael mengetuk meja dengan jari telunjuk, napasnya berat.“Tidak mungkin,” gumamnya pelan. “Sistem ini terkunci ganda. Seharusnya tidak bisa diakses tanpa izin.”Di sisi lain ruangan, Hanna berbaring di sofa kecil, memeluk bantal, mencoba menahan kantuk dan rasa cemas. Tatapannya sesekali beralih ke Rafael, yang wajahnya kini terlihat tegang.“Kenapa? Ada yang aneh?” tanya Hanna pelan. "Kenapa kau tak juga tidur?" Rafael malah balik bertanya. "Entah

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 79

    Hanna menatap layar ponsel itu lama, menunggu balasan lain yang tak kunjung muncul. Suara jam dinding berdetak pelan, tapi entah mengapa, malam terasa menyesakkan.Ia memutuskan untuk keluar kamar. Langkahnya ringan, tapi hati kecilnya berdebar tidak wajar. Ia berjalan menyusuri koridor menuju dapur, sekadar ingin meneguk air putih dan menenangkan diri. Namun, baru beberapa langkah, bayangan seseorang terlihat di luar jendela kaca.Tubuh Hanna menegang seketika.Refleks, ia mematikan lampu meja kecil dan bersembunyi di balik tirai. Dari celah sempit, ia melihat sosok tinggi berjaket hitam berdiri di tepi taman, menatap ke arah rumah.Hanna menutup mulutnya, menahan napas.Ia tidak tahu harus memanggil siapa —Rudi sudah pulang karena tidak ada jadwal berjaga malam ini, dan Rafael tengah sibuk di ruang kerjanya.Setelah beberapa menit yang terasa sangat lama, sosok itu akhirnya pergi. Tapi, jejak ketakutan yang ditinggalkan tidak ikut menghilang.Hanna melangkah mundur, tubuhnya gemetar

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 78

    Sore menjelang malam. Rumah keluarga Bachtiar tampak hening, hanya suara detak jam dinding yang terdengar samar. Rafael baru pulang dari kantor, langkahnya teratur tapi dingin. Wajahnya tampak tegas, tanpa ekspresi, seolah sejak pagi ia menutup rapat semua rasa terlebih emosi.Di meja makan, Hanna sedang menata piring di atas meja. Tanpa banyak bicara, tanpa menoleh ketika Rafael lewat.“Di mana Kakek?” tanya Rafael sembari celingak celinguk, mengedarkan pandangan ke seluruh ruang makan. Hanna hanya menjawab, masih tidak menoleh. “Menjenguk salah satu temannya di rumah sakit.”Rafael mengangguk. Tak ada lagi percakapan. Hanya suara gesekan sendok dan piring yang terasa lebih nyaring dari seharusnya.Beberapa menit kemudian, Rafael menatap punggung Hanna yang membantu pelayan membereskan piring. “Aku dengar Nadya datang ke toko.”Hanna berhenti, tapi tidak berbalik. “Rudi yang memberi tahu, ya?”Rafael tidak menjawab langsung. “Seharusnya kau tidak perlu menanggapinya.”“Aku tidak me

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 77

    Cahaya pagi menembus tirai, memantul lembut di ruangan yang terasa terlalu hening untuk ukuran kamar utama keluarga Bachtiar. Burung-burung di taman berkicau seperti biasa, tapi bagi Rafael, suara itu tidak terdengar menenangkan. Ia membuka mata dengan kepala berat dan pikiran yang penuh sesal.Matanya menatap sisi ranjang yang kosong —selimut masih rapi, tanpa tanda bahwa Hanna sempat kembali.Ia mendesah pelan, lalu duduk. “Bodoh,” gumamnya sendiri.Beberapa detik ia hanya memandangi cermin di seberang tempat tidur, menatap wajahnya sendiri dengan tatapan yang sulit diartikan.Ia tampak rapi seperti biasa, tapi di balik kemeja putih dan jas hitam yang ia kenakan, ada hati yang kacau dan pikiran yang tak tenang.Rafael turun ke lantai bawah. Langkah kakinya pun terhenti di depan pintu kamar tamu, di mana sosok sang istri berada di baliknya. Dari celah bawah pintu, ia bisa melihat cahaya lampu menyala.Rafael mengetuk pelan, tapi tak ada jawaban.“Hanna...” suaranya nyaris tak terdeng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status