Beranda / Romansa / Malam Pertama dengan Dosenku / 8. Jangan Bawa Dia Pergi

Share

8. Jangan Bawa Dia Pergi

Penulis: Nia Kannia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-28 21:17:50
Aku berbalik. "Jangan, Pak. Kasihan Bu Kinan kalau tahu Bapak--"

"Alya, bisa nggak sih kamu jangan panggil saya Bapak? Saya suami kamu loh, bukan bapak kamu." Dia mengalihkan pembicaraan.

Aku bergeming. Sementara dia mulai melangkah mendekat.

"Kalau kamu nggak mau ke dokter nggak apa-apa. Gimana kalau kita jalan-jalan keluar?" Dia memberikan penawaran.

Aku menggeleng, Aku benar-benar tidak mood untuk pergi ke mana pun. Lebih baik berdiam diri di kamar sambil menamatkan novel.

Aku melengos. Melangkah meninggalkan dia yang masih berdiri di sana.

"Alya." Dia meraih pergelangan tanganku. "Tolong maafkan saya." Dia berucap lagi. "Entah kenapa saya merasa kamu sedang marah sama saya."

Aku nyaris tertawa. Dosen muda yang dikenal tegas dan selalu perfeksionis untuk sekian kalinya meminta maaf padaku?

"Entahlah, saya merasa bersalah karena mengabaikan kamu." Dia masih memegang pergelangan tanganku. Mungkin takut aku pergi lagi.

"Pak, tolong jangan gini," ucapku memohon sa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Malam Pertama dengan Dosenku   9. Fakta yang Disembunyikan

    Pov Kaivan"Kapan kamu akan menceraikan Kinan, Kai?" Suara Mama yang menuntut di seberang sana cukup membuatku pusing. Mama selalu begini. Hampir setiap hari dia membahas hal itu, padahal aku tidak pernah berpikir sekali pun untuk mencari Kinan. "Mama apaan sih, pagi-pagi bahas cerai. Sudah kubilang, aku tidak akan menceraikan Kinan, Ma. Apa pun yang terjadi," tugasku. "Mama butuh cucu, Kai," selanya tak mau kalah."Iya, Kai tahu. Tapi ....""Dengar, Kai. Sampai kapan kamu mempertahankan perempuan yang tidak pernah mau memberimu keturunan, Kai?" Mama terdengar kesal. "Ma, Kinan bukan nggak mau, tapi mem–""Kenapa sih kamu nggak pernah mau dengarin Mama. Kamu benar-benar dibutakan cinta oleh Kinan. Sampai-sampai kamu nggak bisa menemukan kejelekannya." Aku tertawa lirih. Mama benar. Aku selalu melihat Kinan yang selalu sempurna. Belum ada cela yang bisa kutemukan. "Ma, beri kami waktu. Kita sedang berusaha?""Waktu? Kalian sudah menikah tujuh tahun, Kai? Mau selama apa lagi? Kamu

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-28
  • Malam Pertama dengan Dosenku   10. Ke Mana Perginya Alya?

    Pov Kaivan Aku mengerutkan dahi mendengar jawaban Kayra yang penuh dengan teka-teki. Mama cukup dekat dengan Kayra yang merupakan anak dari sahabat masa kecilnya.Mama sempat menjodohkanku dengan Kayra. Namun, kami sama-sama menolak. Karena hubungan kami murni adalah persahabatan. "Kamu terlalu percaya pada Kinan, Kay. Itu pil kontr asepsi." Setelah berkata begitu Kayra menutup telepon. Namun, kalimat terakhirnya berhasil membuatku syok. Jadi, Mama benar. Kinan bukan belum bisa hamil, tetapi memang tidak mau hamil. Kenapa Kinan harus melakukan itu? Dia tidak pernah mengatakan ingin menunda kehamilan. Dia bahkan selalu bersikap seolah-olah sama inginnya sepertiku yang rindu akan hadirnya buah hati. Lantas, kenapa dia harus mengkonsumsi pil penunda keha milan? Sejak kapan dia mengkonsumsinya? Apakah selama tujuh tahun pernikahan kami? Untuk apa?Ah, memikirkan ini kepalaku terasa ingin pecah. Kinan jelas-jelas membohongiku. Entah apa tujuannya. Tapi kebohongan ini cukup membuatku be

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29
  • Malam Pertama dengan Dosenku   11. Sisi Lain dari Kinan

    PoV Kaivan "Mas dari mana aja?" Kinan bersedekap menatapku saat aku baru saja membuka pintu. Matanya tak berkedip menatapku, menelusuri tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki. Mungkin heran melihat penampilanku yang kacau. Kemeja berantakan dan kusut, rambut yang sudah mulai gondrong tidak lagi tertata. Belum lagi wajah yang sudah pasti sama kusutnya. "Ini bukan pertama kalinya Mas pulang larut seperti ini!" Aku bergeming. Tanpa menghiraukannya aku bergegas melangkah, melewati dia yang masih dengan posisi semula. Jujur saja aku kesal. Aku lelah, mood berantakan, sampai rumah malah disambut dengan sikap ingin menghakimi darinya. Sejak kepergian Alya aku memang kerap pulang larut. Waktu yang tersisa kugunakan untuk mencarinya ke mana saja. Terkadang aku malah memilih pulang dan berdiam diri di rumah sana. Malam ini jika Bu Rumi tidak mendesakku untuk pulang, mungkin aku tidak pulang lagi. Aku seperti kehabisan akal. Orang-orang yang kukerahkan untuk mencari Alya sam

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29
  • Malam Pertama dengan Dosenku   12. Hilangnya Buku Nikah

    "Mas Kai mau cari siapa? Mereka? Mereka ... siapa yang Mas Kai maksud?" Kinan mengerutkan dahi. Aku gelagapan. Apa yang harus kulakukan? Aku memang cukup kecewa dengan kebohongan yang dia buat bertahun-tahun. Namun, aku belum siap melihatnya terluka. "Hmm, bukan Apa-apa. Cuma ... cuma mahasiswa." Apa aku terlihat gugup? Mata Kinan menatap seperti menyelidik. "Mahasiswa?" Aku mengangguk tanpa suara, tak ingin salah bicara. Kemudian beranjak meninggalkannya untuk mengganti pakaian salat yang masih kukenakan. "Mas." Ternyata dia membuntutiku.Aku melirik dengan ujung mata. Tetap bergeming dalam mode dingin yang masih belum bisa kuperbaiki saat berhadapan dengan Kinan."Apa begitu sulit untuk memaafkanku? Kita udah cukup lama kayak gini, Mas," protes Kinan, "kita udah kayak orang lain di rumah dan kamar yang sama, Mas." Aku menoleh, berhadapan dengan dirinya. Menatap dia dengan tatapan ... mungkin jenuh. Ya, jenuh."Gimana aku bisa maafin kamu sementara kamu nggak benar-benar ikhla

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-29
  • Malam Pertama dengan Dosenku   13. Mendadak Ingin Pulang

    Rutinitas hari ini kujalani jauh dari kata profesional. Fokusku terbagi ke mana-mana. Aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Dari masalah keberadaan Alya dan anakku yang belum kutemukan rimbanya, perdebatan dingin dengan Kinan pagi ini, hingga fakta yang baru saja kutemukan jika Mama mengetahui pernikahan keduaku. Saat menelepon Mama, belum sempat bertanya apa pun aku sudah diserang habis-habisan."Kamu benar-benar, ya, Kai. Keterlaluan banget, segitu bencinyakah kamu ke Mama sampai hal sebesar ini kamu sembunyikan dari Mama." Mama mengomel seperti biasa. Aku hanya meringis seperti biasa. Omelan Mama adalah hal biasa. Namun, ada hal yang lebih mengganggu. "Buat apa kamu tanya KK dan buku nikah? Kamu kan nggak butuh. Jadi, biar Mama yang simpan," ucap Mama saat aku mengkonfirmasi kebenaran ucapan Bu Rumi."Lebih nggak masuk akal lagi kalau Mama yang simpan, 'kan?" protesku tak terima."Udah, deh, kamu urusin aja tuh istri kesayanganmu. Nggak perlu peduli apa yang Mama lakukan."

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-30
  • Malam Pertama dengan Dosenku   14. Sang Penolong

    POV Alya Aku tidak pernah bermimpi menjadi istri kedua. Apalagi sampai dilabrak istri pertama. Dikatain pelakor dimaki habis-habisan dan diseret paksa keluar dari rumah.Aku bahkan tidak sempat pamit pada Bu Rumi. Sekadar mengatakan selamat tinggal untuk tak 'kan pernah kembali. Mereka membungkam mulutku dengan sapu tangan hingga aku tak mampu bersuara dan kehilangan setengah kesadaranku. Aku tahu, hatinya terluka karena suaminya menitipkan benih di rahim perempuan lain? Namun, pantaskah dia memperlakukanku seperti bina-.tang? Tidak bisakah dia memberiku kesempatan padaku untuk menjelaskan kenapa ini bisa terjadi? Apakah dia masih tega melakukan ini jika tahu siapa yang menyebabkan petaka itu terjadi padaku? Seharusnya dia marah pada kakaknya, 'kan? Bukan padaku.Saat terbangun, aku terbaring di atas sehelai tikar pandan. Di sekitarku banyak kotak-kotak kardus yang bertumpuk. Bau debu yang menyengat hidung juga cukup menyesakkan. Ruangan tak diberikan penerangan sama sekali. Tempat

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-30
  • Malam Pertama dengan Dosenku   15. Panggil Saja Mama

    "Terus kumpulkan bukti kejahatannya untuk menjebloskan dia ke penjara."Aku bergidik mendengar kalimat itu. Siapa perempuan yang dia maksud. Aku memilih menjauh, tidak ingin tahu lebih banyak. Setidaknya aku harus tahu diri, 'kan? Beliau sudah menolongku dari sekapan Bu Kinan saat itu, kemudian memberi tumpangan, membiayai pengobatanku hingga pulih, dan memberiku kehidupan baru. Lebih penting lagi, dia memperlakukanku seperti anaknya sendiri.Jik aku ketahuan menguping, dia pasti tersinggung. Jadi, akan lebih baik jika aku tidak tahu apa pun urusan pribadi yang ia sembunyikan. "Maaf, apa Tante punya anak?" tanyaku suatu ketika saat kami sedang di meja makan. Menu makanan yang tersaji selalu kompleks memenuhi kebutuhanku sebagai ibu hamil.Dia mengangguk. "Anak laki-laki, satu-satunya. Tapi jauh, dia juga ga mau tinggal sama Tante. Lebih milih tinggal sama istrinya yang nggak pernah suka sama Tante." Matanya menerawang saat mengatakan itu. Aku membaca ada kesedihan di dalam sana. Dia

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-31
  • Malam Pertama dengan Dosenku   Dia Datang

    "Jujur? Tentang?" tanyanya sambil mengerucutkan dahi, kemudian mengembalikan cermin kecil itu ke dalam tas."Mama ibunya Pak Kaivan, 'kan?" tanyaku lagi. Aku bisa melihat jelas garis wajahnya yang berubah seketika, tampak terkejut. Dia tertegun dalam kebisuan, tetapi kemudian cepat menutupinya. "Kenapa bertanya seperti itu? Apa yang membuatmu yakin sekali, Al?" Dia bertanya, dengan nada bicara khas yang lembut."Nama Mama, Mitha. Ibu kandungnya Pak Kaivan juga Mitha, Bu Rumi pernah bilang. Dan, setelah dilihat-lihat wajah kalian mirip." Aku mengeluarkan uneg-unegku.Wanita itu terdiam sejenak. Kemudian menghela napas panjang. "Sekarang kamu tahu kan apa alasannya saya menolong dan mempertahankan kamu di sini?" ujarnya kemudian. "Saya pikir saya tidak akan diterima di keluarga Pak Kaivan, karena saya hanya–""Ssst! Nggak usah diterusin." Dia meraih tanganku. "Kamu tahu, enggak? Berbulan-bulan Mama nungguin kabar pernikahan kalian, tapi anak itu kayaknya ga ada niat buat berkata juju

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-31

Bab terbaru

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Permintaan Kinan

    Bukan Kaivan dan Alya saja, Haura yang sejak tadi tengah asyik bersama Barbie-nya segera berlari dan bersembunyi di belakang punggung Alya.Ya, wanita itu adalah wanita yang empat tahun lalu menitipkan bayinya pada Alya untuk dibesarkan."Hanya sementara, beberapa tahun saja. Setelah aku bisa keluar dari sini, aku akan menjemputnya." Itu yang dia ucapkan saat Alya menyempatkan diri menjenguk Kinan di lapas setelah satu bulan Haura tinggal bersamanya. Butuh kesiapan mental khusus untuk menjenguk wanita yang selama ini begitu ingin menghancurkannya. Namun, Alya sudah berusaha berdamai dengan masa lalu.Pada akhirnya Kinan pun meminta maaf pada Alya. Tidak ada ada lagi tatapan kebencian atau dendam seperti dulu. "Saya tidak akan mungkin datang ke sini jika belum memaafkan Bu Kinan," ucap Alya kali itu. "Kamu masih memanggil saya ibu?" Alya menunduk. Sementara itu, Kaivan hanya berdiri sambil bersedekap menyaksikan interaksi keduanya. "Apa aku datang di waktu yang tidak tepat?" Suar

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tamu

    PoV 3"Papa! Mana kaus kakiku yang gambar Tyrex?!"Rayyan berteriak dari dalam kamar, diiringi suara gesekan pintu lemari yang dibuka paksa.Kaivan menyambar sepasang kaus kaki dari sofa lalu melangkah ke kamar. "Yang ini maksudnya, Nak?""Tapi itu gambarnya terastop … bukan Tyrex!" seru Rayyan sambil mengerucutkan bibir.Kaivan terkekeh. "Ini Triceratops, bukan terastop. Lagian, kamu bisa pakai ini dulu. Tyrex-nya entah di mana, mungkin semalam jalan-jalan dan belum pulang."Rayyan tertawa. "Huh, Papa. Mana bisa Tyrex-nya Ray jalan-jalan, Papa!"Sementara itu, di dapur, Alya menyusun bekal dalam kotak kecil bertema dinosaurus kesukaan Rayyan. Nasi kepal berbentuk telur dino, nugget berbentuk kaki Tyrannosaurus Rex atau tyrex, dan buah potong berbentuk hati.Haura, gadis kecil berambut keriting coklat muda, duduk di kursi kecil di dekat kaki Alya sambil mengunyah potongan apel."Mama, Haura mau ke sekolah juga. Kayak Abang Ray."Alya membungkuk, mengecup pipi Haura. "Tahun depan ya,

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Pesona yang Tak Terlawan

    "Sayang, aku di sini," ucapnya lirih.Aku mengangguk. Namun, tak dapat bersuara. Ya, Allah Kenapa ini harus terjadi lagi? Aku harap ini hanya mimpi."Alya."Air mataku makin deras. Tak mungkin lagi bisa dibendung. Seperti darah yang mengalir deras dari perutnya. Aku tak bisa berbuat apa pun lagi."Mas, kenapa ini terjadi lagi?"Dia masih bisa tersenyum. Aku tidak tahu apa yang bisa kulakukan.Aku teriak minta tolong. Namun, teriakanku seakan tak sampai di ujung lidah pun."Alya, sssstt!" Aku memeluk tubuhnya. Dia menepuk-nepuk punggungku."Alya, Sayang .... Alya!" Dia menyeka air mataku kemudian menepuk-nepuk pipiku pelan. Aku bergeming. Menghela napas dalam. "Alya, bangun, Sayang." Tepukan di pipi makin keras.Aku mengerjap beberapa kali. Memutar pandanganku ke sekeliling. Sekarang aku di kamar, bukan lagi di dapur. Aku kembali menatap Mas Kaivan yang memangku kepalaku. Bukan aku yang memangku kepalanya seperti tadi.Dia mengusap keningku yang berkeringat. "Mas?" bisikku pelan.

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Dejavu

    Aku menunggu Mas Kaivan dengan gelisah. Dia pergi sejak siang setelah dijemput oleh Pak Arga, tetapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda mereka pulang. Terakhir kali pria itu memberi kabar dan memintaku untuk bersiap-siap karena dia akan membawa bayi Bu Kinan pulang. Namun, kenapa sampai selarut ini belum juga sampai. Padahal aku sudah menyiapkan tempat khusus untuk baby Haura. Box bayi dengan kasur mungil lengkap dengan printilannya bernuansa pink yang kupesan via online tadi siang. Sore baru diantar kurir. Aku sengaja menggunakan fitur pengiriman same day agar bisa tiba di hari yang sama.Nomor Mas Kaivan tidak bisa dihubungi. Sementara itu, aku segan untuk menghubungi Pak Arga. Rayyan sudah berhasil kutidurkan sejak jam setengah malam tadi. Dja sempat menangis memanggil saat melihat foto papanya yang terpajang di nakas. Meski dengan mudah bisa ditenangkan, tetap saja aku masih gelisah hingga kini.Setelah beberapa kali menimbang akhirnya aku menelepon nomor Pak Arga. Satu kal

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Haura

    "Pagi, Sayang." Dia mengecup keningku lama begitu aku membuka mata. "Jam berapa, Mas?" tanyaku dengan nada masih mengantuk.Aku kembali merapatkan wajahku ke dadanya yang masih tak berlapis. "Bentar lagi azan subuh." Dia menjawab sambil mengeratkan pelukan."Astaghfirullah, tahajud lewat, dong." Aku terkejut dan menjauhkan kepala dari dadanya.Akan tetapi, dia menarik lagi. Membuat tubuh kami kembali tanpa sekat."Sekali-kali gak apa, Sayang. Kan udah diganti sunah yang lain semalam."Kalimatnya seketika membuatku pipiku terasa menghangat. "Ih, apaan, sih?"Aku kembali membenamkan wajah agar ia tak melihat pipiku yang mungkin semerah tomat.Dia terkekeh, seraya kembali mengeratkan pelukannya. Tak hanya sampai di situ, tangannya kembali bergerak mencari sesuatu yang tersembunyi dari bagian tubuhku."Mas, plis deh. Udah mau subuh nih. Kita harus gegas mandi.""Masih lama, Yang, subuhnya. Masih cukup kalau nambah satu lagi," ucapnya manja sembari mendaratkan beberapa kecupan di leher.

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Ledakan Rindu

    Malam ini rumah sudah terasa lebih sunyi. Terasa dingin dan tenang karena hujan baru saja mengguyur bumi. Rayyan sudah tidur nyenyak di boxnya. Setelah dokter menyatakan aku tidak perlu bedrest lagi, Mas Kaivan mengizinkan Mbak Rani untuk cuti. Kesempatan ini kugunakan untuk bisa lebih dekat lagi dengan Rayyan. Masa bedrest kemarin intensitas waktuku bersamanya sangat jarang sekali. Aku masih duduk di ujung ranjang, punggung menyandar di sandaran kepala tempat tidur. Mas Kaivan baru saja keluar dari kamar mandi, mengenakan kaus abu-abu ketak mencetak dada dada bidangnyabdan celana pendek santai. Rambutnya masih basah, menetes sedikit, tetapi matanya langsung mencari-cari mataku.Aku mengalihkan pandang.Dia diam sebentar, lalu menghampiri meja rias dan mengambil sisir. Dengan gerakan tenang, ia duduk di belakangku di ranjang. “Boleh aku bantu sisirin rambut kamu?”Aku mengangguk pelan, tetap tak berkata apa-apa.Dengan lembut, sisir bergeser melalui rambutku yang panjang. Ia melaku

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tak Terbujuk

    Mataku terpaku pada layar laptop di hadapanku. Judul dokumen itu menampar kesadaran seperti angin dingin di pagi hari:Hasil Pemeriksaan DNA – Haura Azkia Putri dan Kaivan Satria Aksa.Tanganku gemetar ketika kursor mouse bergerak perlahan membuka file PDF yang dikirimkan via email. Di sebelahku, Mas Kaivan duduk tegak. Wajahnya kaku, nyaris tak menunjukkan emosi apa pun. Namun, aku tahu, dia sama tegangnya denganku.Lembar pertama hanya berisi data teknis. Nama laboratorium, tanggal pengambilan sampel, dan identitas subjek.Lembar kedua—itulah jawabannya.> Hasil: Kecocokan genetik menunjukkan bahwa kemungkinan hubungan biologis antara Haura Azkia Putri dan Kaivan Satria Aksa adalah 99.98%.Aku menutup mulut. Tubuhku limbung, seolah semua udara dalam paru-paru menguap seketika.Mas Kaivan mengusap punggungku pelan. “Sayang … kamu gak apa-apa?”Aku tak bisa langsung menjawab. Rasanya seperti ditampar kenyataan yang ... entah kenapa tetap terasa menyakitkan meski aku sudah mempersiapka

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Hasil Tes DNA

    [Untuk Alya,Dari wanita yang suaminya telah kau ambil.]Tidak. Baris kedua itu tidak ada. Hanya khayalanku saja. Aku duduk di pinggir ranjang, membuka perlahan.> Alya ....Aku tahu mungkin menurutmu aku tidak berhak menulis surat ini. Tapi tolong, baca sampai akhir. Aku… sudah kalah. Sudah jatuh. Tapi setiap malam aku dihantui oleh tatapan sedihmu dan darah di baju Kaivan. Aku minta maaf.Aku gak minta dibebaskan. Aku gak pantas minta itu. Tapi aku mohon, kalau nanti terbukti anakku anak Kaivan … tolong jangan jauhi dia. Jangan benci dia. Dia gak minta dilahirkan dari ibu sepertiku.Kamu boleh tetap membenciku. Tapi tolong… jangan teruskan kebencian itu pada bayi ini. Namanya Haura.Aku gak tahu apa yang akan terjadi padaku nanti. Tapi aku tahu, kamu jauh lebih kuat dari yang aku kira.—Kinan.Aku menatap lembaran itu lama sekali. Hatiku campur aduk. Tanganku bergetar saat meletakkan kertas itu di meja samping tempat tidur."Sayang?" Kaivan duduk di sebelahku, matanya menatap waja

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Surat dari Lapas

    "Mas, apa tuntutan kita ke Bu Kinan tidak bisa ditarik?" tanyaku pelan, membuat semua mata tertuju padaku.Mas Kaivan mengernyit menatap padaku sesaat kemudian ganti menoleh pada sahabatnya yang menghela napas panjang."Itu … udah masuk tahap akhir, Alya. Pelaporan dan penyelidikan awal memang kita yang dorong, tapi sekarang kasusnya udah jadi milik negara. Penuntut umum yang pegang kendali."Aku menggigit bibir bawah, menunduk."Ini kasus percobaan pembunuhan berencana, Al. Gak sesederhana laporan biasa yang bisa dicabut kapan aja. Ini bukan sekadar konflik pribadi, tapi kejahatan serius," lanjut Mas Azzam terdengar datar, tetapi jelas dan tegas.Mataku kini berali pada Mas Kaivan. "Tapi … dia baru aja melahirkan, Mas," ucapku lirih. Sebagai seorang Ibu dan seorang wanita, rasanya pasti berat sekali menjadi Bu Kinan.Wajah Mas Kaivan mengeras. Rahangnya mengatup. Seakan menahan sesuatu."Itu tidak bisa menjadi alasan untuk membatalkan hukum, Sayang. Dia berusaha bunuh kamu, Sayang.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status