Home / Romansa / Malam Pertama dengan Dosenku / Tak Diakui, Tapi Dirasa

Share

Tak Diakui, Tapi Dirasa

Author: Nia Kannia
last update Huling Na-update: 2025-05-29 10:56:31

“Dengan begitu kamu gak perlu berpura-pura lagi di hadapan orang tua kamu," lanjut Rayyan sambil menatap wanita di sampingnya. Tidak begitu dekat, tetapi tidak juga jauh.

Lysandra masih bergeming dengan novel terbuka di tangannya. Tapi sejak sepuluh menit lalu, halaman itu belum juga dibalik. Matanya memang tertuju ke arah teks, tapi jari-jarinya menggenggam pinggir buku terlalu kaku. Rayyan tahu, perempuan itu tidak sedang membaca.

Ia menarik napas, lalu menunduk sebentar sebelum membuka suara.

"Aku tahu, aku banyak salah. Dan, kalau menurut kamu aku gak layak dapat maafmu, gak apa-apa, Ly. Tapi aku cuma mau kamu tahu … aku gak pernah berhenti nyesel.”

ucap Rayyan merendah. Mungkin sudah saatnya untuk dia tahu diri.

Lysandra tidak langsung menanggapi. Namun, Rayyan bisa melihat tubuhnya menegang. Halus, tetapi cukup nyata.

Masih tak ada balasan. Hanya kesunyian yang menggantung seperti kabut malam di antara mereka.

Rayyan bangkit pelan. Ia menutup cangkir yang tadi ia buatkan untuk
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Senja Pembuka

    Suara sendok bersentuhan dengan cangkir berbunyi pelan saat Rayyan menuangkan teh melati. Aroma khasnya menguar, menenangkan. Balkon kamar mereka tidak terlalu besar, tapi cukup untuk dua kursi malas, sebuah meja kecil, dan percakapan yang hanya perlu didengar oleh angin.Rayyan baru saja selesai mandi, rambutnya masih sedikit basah. Ia mengenakan kaus rumahan dan celana cino selutut. Wajahnya belum sepenuhnya pulih dari lelah, tetapi matanya terlihat lebih hidup dibanding beberapa hari terakhir.Masih dengan senyum yang seakan enggan lepas dari bibirnya, ia meletakkan cangkir jumbo berisi teh melati di tengah meja—di dekat kursi malah di balkon. Sengaja hanya satu dengan cangkir yang jumbo, agar mereka bisa minum dari cangkir yang sama.“Teh ini harusnya bisa lebih enak kalau kamu yang racik.” Ia membuka suara.“Masih tetap enak,” balas Lysandra sambil duduk. “Karena kamu yang bikinin.”Rayyan melirik cepat ke arahnya, tapi tidak berkomentar. Hanya senyum kecil yang menggantung di uj

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Rindu Bertepi

    Pintu utama kediaman keluarga Satria terbuka pelan. Seorang perempuan mengenakan gamis semi abaya berwarna dusty dengan hijab pashmina lebar berwarna hitam melangkah masuk. Langkahnya gontai dan juga tegas. Dia mengucapkan salam ketika langkahnya sampai di pintu ruang tengah. Alya yang tengah melintas, segera menoleh. Senyum semringah itu tak dapat ia simpan lagi ketika melihat sosok familiar di hadapannya. Ia memutar arah ke pintu, menghampiri yang baru saja datang."Ly, Kamu pulang, Sayang?" Alya meraih kedua pipi menantu yang sudah hampir genap satu bulan pergi. "Iya, Ma. Aku masih diterima kan di rumah ini?" tanya Lysandra. "Ih, kamu ngomong apa, sih? Selamanya ini rumah kamu, Nak." Alya menimpali. Tanpa sadar matanya mengembun.Dia kemudian memeluk anak menantunya itu, menyampaikan bahasa rindu yang tak terucap.Lysandra kemudian pamit ke atas setelah beberapa saat berbincang dengan mertuanya. Perlahan tangannya membuka handel pintu. Suasana kamarnya masih belum berubah, masi

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Black Hat Hacker

    “Gimana bisa foto itu hilang semua, Pak? Bahkan akun-akun gosip yang udah repost juga lenyap.”Suara Bima terdengar pelan tapi penuh tekanan. Di tangannya, sebuah tablet menunjukkan dashboard pemantauan digital—kosong. Bersih. Seolah badai semalam hanya mimpi buruk kolektif yang tak pernah terjadi.Rayyan berdiri di balik kursi dengan punggung menghadap jendela. Tangannya menyentuh dagu, dan pikirannya masih belum menyambung. Bahkan terasa mengambang.“Kita gak minta take down, kan?” tanyanya pelan.Bima menggeleng. “Saya cek semua kanal legal, komplain resmi, tim PR internal juga gak bergerak ke arah situ. Kita baru siapkan draf pengajuan pagi ini. Tapi semua udah lenyap bahkan sebelum laporan dikirim.”Rayyan diam. Ada yang tidak biasa. Bahkan terlalu rapi untuk jadi aksi legal murni.“Kalau begitu siapa yang melakukan?” gumamnya lirih.***Tak bisa dipungkiri jika riak mulai muncul di lingkungan perkantoran Cellofath Group. Pagi itu, seorang manajer marketing menunduk sambil berbi

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Nyata tapi Bukan Realita

    "Aku perlu tag, gak?"Kalimat itu menari-nari di layar ponsel Rayyan. Wajahnya menegang, tapi jemarinya tetap diam. Ia tidak membalas. Tidak saat ini.Rayyan menurunkan ponsel perlahan ke meja, lalu menyandarkan kepala ke sandaran kursi. Napasnya berat. Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan gelombang pikiran yang bertubrukan di kepalanya.Seketika ia bangkit, menggeser kursinya dan mengambil laptop.“Mas Bima, online?” tanyanya melalui panggilan internal.“Siap, Pak Ray.”“Track postingan itu. Statusnya sekarang gimana?”“Masih naik, Pak. Tapi tim kami sudah report via platform. Kemungkinan butuh beberapa jam sebelum mereka turunkan. Aira pakai akun dummy. Tapi kami identifikasi IP-nya, kemungkinan besar dia di salah satu coworking space, bukan rumah pribadi.”Rayyan mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jarinya. “Kita harus cepat. Kalau perlu hubungi legal team sekarang juga.”“Sudah saya hubungi. Laporan draft sudah masuk ke email Bapak,” jawab Bima cepat.Rayyan menghela napa

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Ancaman Aira

    Pagi itu kamar Lysandra makin sepi. Tak ada aroma maskulin ciri khas Rayyan yang menyambutnya setiap hari. "Tidak ada juga notifikasi pesan masuk dari sang suami." Layar ponsel Lysandra tetap kosong—seperti malam sebelumnya, seperti pagi kemarin. Ia menatap layar itu cukup lama. Bahkan tak sadar kalau jari-jarinya sudah mengetik, lalu menghapus kalimat-kalimat pendek. Lysandra memejamkan mata. “Fokus, Ly?” gumamnya pelan. "Sekarang belum saatnya." Akan tetapi, hatinya berkata lain. Tubuhnya saja yang di rumah, angannya memikirkan Rayyan yang sedang jauh di mata. Ia bangkit dari tempat tidur dan menuju kamar mandi. Setelah bersiap, ia turun ke dapur. Rahma tengah sibuk di meja makan, memotong buah. “Kamu gak sarapan, Ly?” tanya ibunya sambil menatap sepintas. “Sudah, tadi,” jawab Lysandra cepat, meski sebenarnya belum. Rahma mengangguk tipis. Dia menyerahkan kotak plastik kecil berisi dokumen yang sempat dibawa Rayyan beberapa hari lalu, ia berkata, “Kalau mau ke kantor

  • Malam Pertama dengan Dosenku   Tak Diakui, Tapi Dirasa

    “Dengan begitu kamu gak perlu berpura-pura lagi di hadapan orang tua kamu," lanjut Rayyan sambil menatap wanita di sampingnya. Tidak begitu dekat, tetapi tidak juga jauh.Lysandra masih bergeming dengan novel terbuka di tangannya. Tapi sejak sepuluh menit lalu, halaman itu belum juga dibalik. Matanya memang tertuju ke arah teks, tapi jari-jarinya menggenggam pinggir buku terlalu kaku. Rayyan tahu, perempuan itu tidak sedang membaca.Ia menarik napas, lalu menunduk sebentar sebelum membuka suara."Aku tahu, aku banyak salah. Dan, kalau menurut kamu aku gak layak dapat maafmu, gak apa-apa, Ly. Tapi aku cuma mau kamu tahu … aku gak pernah berhenti nyesel.” ucap Rayyan merendah. Mungkin sudah saatnya untuk dia tahu diri.Lysandra tidak langsung menanggapi. Namun, Rayyan bisa melihat tubuhnya menegang. Halus, tetapi cukup nyata.Masih tak ada balasan. Hanya kesunyian yang menggantung seperti kabut malam di antara mereka.Rayyan bangkit pelan. Ia menutup cangkir yang tadi ia buatkan untuk

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status