Share

Malam Pertama dengan Tetangga
Malam Pertama dengan Tetangga
Author: Bintang Senja

Drama Malam Pertama

"Za pelan-pelan dong nyabutnya, sakit tahu." Rania meringis menahan sakit dan juga perih.

"Iya, ini juga udah pelan. Kamu tahan dong," ujar Reza. Ia, melihat jika wanita yang baru ia nikahi pagi tadi, terus meringis kesakitan.

"Ya ampun, Za. Jangan digoyang tambah sakit," kata Rania. Seketika Rania mencengkeram sprei, akibat rasa sakit yang luar biasa.

"Biar mudah nyabutnya," sahut Reza.

"Tapi sakit banget, Za. Tuh kan darahnya keluar," ujar Rania.

"Sepreinya jadi kena darah, gimana dong," lanjutnya.

"Enggak apa-apa, nanti kan bisa diganti," sahut Reza.

"Tapi kamu yang ganti ya," pinta Rania.

"Iya aku yang ganti, udah diam, aku cabut sekarang," ujar Reza. Sementara Rania hanya mengangguk.

"Aaaaaaaa. Reza sakit!" teriak Rania. Sontak Reza terkejut mendengar teriakan istrinya itu, bukan hanya Reza orang yang ada di luar pun demikian.

"Rania kamu kenapa? Reza kamu pelan-pelan dong, ingat itu anak orang." Hesti ibu mertua Rania menggedor pintu kamar putranya itu.

"Iya, Ma. Mama tidak perlu khawatir!" teriak Reza dari dalam kamar.

"Tuh kan gara-gara kamu, dasar bocah," ujar Reza.

"Salah kamu sendiri nyabutnya nggak pelan-pelan," sahut Rania yang tak mau kalah.

"Gara-gara paku sekecil ini, mama mengira kita sedang melakukan malam pertama." Reza menunjukkan paku kecil yang berhasil ia cabut dari telapak kaki Rania.

"Sekarang diam, mau aku obati dulu," lanjutnya. Reza langsung mengambil kotak p3k yang tersimpan di lemari.

Dengan telaten Reza membersihkan darah yang masih mengalir di telapak kaki Rania. Sakit dan perih yang kini Rania rasakan, agar tidak menimbulkan suara, wanita berambut panjang itu memilih untuk menggigit bibir bawahnya, dan juga memejamkan mata.

"Udah selesai," ujar Reza. Lalu menyimpan kembali kotak p3k tersebut.

Rania tidak menyangka jika Reza sangat perhatian dan juga baik. Reza merupakan teman dan juga tetangga Rania, jarak rumah mereka tidak terlalu jauh. Keduanya menikah karena terpaksa, lantaran calon suami Rania kabur entah ke mana.

***

"Apa?! Evan kabur." Rudy, ayah Rania terkejut saat mendengar calon menantunya itu kabur. Bukan hanya Rudy, begitu juga dengan yang lain.

"Bagaimana ini, Pa. Tidak mungkin kita membatalkan pernikahan ini, semuanya sudah kita persiapkan," ujar Indah, ibunda Rania.

"Papa juga nggak tahu, Ma. Kasihan Rania." Rudy menatap putrinya yang sedari tadi menunduk, setelah dapat kabar jika Evan kabur.

"Reza mana, Ma?" tanya Rudy.

"Tadi ke toilet, memangnya kenapa .... "

"Papa punya rencana." Rudy memotong ucapan istrinya. Melihat Reza datang bergegas Rudy menghampirinya.

"Reza, ada yang ingin om bicarakan," ujar Rudy seraya menarik tangan pria itu menuju ruang tengah.

"Ada apa, Om?" tanya Reza.

"Reza, om minta tolong. Tolong kamu gantikan Evan untuk menikahi Rania," pinta Rudy, sontak Reza terkejut mendengar hal tersebut.

"Apa?! Tapi, Om. Siapa tahu nanti .... "

"Om sudah tidak peduli, Evan sudah membuat malu keluarga, om. Sekarang kamu nikahi Rania, om percaya kamu bisa membahagiakan Rania." Rudy memotong ucapan Reza.

Setelah cukup lama berpikir dan juga berdebat, akhirnya Reza bersedia untuk menikahi Rania. Jujur, Reza memang pernah menyimpan rasa untuk Rania, tetapi ia tahu jika persahabatan berubah menjadi cinta. Biasanya persahabatan akan retak jika salah satu dari mereka menolaknya.

Setelah itu, Reza dan Rudy berjalan menghampiri Rania. Wanita dengan balutan baju pengantin itu cukup terkejut saat melihat Reza duduk di sebelahnya, begitu juga dengan Indah. Awalnya Indah hendak protes, tetapi Rudy langsung menjelaskannya.

"Za, untuk apa kamu menggantikan Evan. Kita kan sudah berjanji untuk tetap menjadi sahabat. Tapi kenapa .... "

"Ini permintaan papamu, papamu tidak ingin kamu menanggung malu. Bukan itu saja, papamu juga tidak ingin para tetangga menggunjing gara-gara kamu gagal nikah." Reza memotong ucapan Rania.

Sedetik kemudian Rania diam, ia menatap wajah pria yang sering bermain dengannya. Reza memang selalu ada saat Rania butuhkan, meski sering jahil, tetapi Reza selalu bisa membuatnya tersenyum. Tidak terasa ijab kabul telah terucap, Rania tersentak saat pak penghulu menyuruhnya untuk tanda tangan.

***

"Mandi woy, jangan ngelamun nanti kesambet aku juga yang repot." Reza melempar celana dalam miliknya tepat mengenai wajah Rania.

"Ih, jorok banget sih." Rania melemparnya ke sofa yang tak jauh dari tempat tidur.

"Aku nggak mandi, kakiku masih sakit," ujar Rania.

"Lebay, makanya jadi perempuan jangan pecicilan." Reza berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Rania hanya diam, telapak kakinya masih terasa nyeri. Rania memang melarang Reza, agar tidak memberitahu hal tersebut pada mertuanya.

Dua puluh menit kemudian, Reza keluar, ia melihat Rania yang berdiri di dekat meja sembari memperhatikan bingkai foto yang terpajang. Rania sampai tidak sadar jika Reza telah selesai mandi.

"Rania sedang apa kamu?" tanya Reza. Reflek Rania menoleh.

Rania membalikkan badannya, tiba-tiba saja Rania tersandung kaki meja saat hendak melangkah. Tubuh Rania oleng dan jatuh, sedangkan tangannya tidak sengaja menarik handuk yang melilit pinggang Reza. Detik itu juga handuk tersebut terlepas dan jatuh, sedetik kemudian Rania menjerit karena melihat senjata tempur Reza.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status