Rania menutup matanya dengan kedua telapak tangan miliknya, sesekali ia mengintip dari sela-sela jarinya untuk melihat apakah Reza sudah memakai handuk itu kembali atau tidak. Sementara Reza yang panik langsung mengambil handuknya dan segera memakainya kembali.
"Udah, buka matanya," titah Reza. Sebelum Rania benar-benar membuka matanya, ia mengintip terlebih dahulu melalui sela-sela jemarinya."Atau mau lihat lagi," godanya. Detik itu juga mata Rania melotot."Dasar mesum," cebiknya. Rania berusaha untuk bangkit, tetapi cukup kesulitan."Butuh bantuan nggak." Reza mengulurkan tangan kanannya. Rania masih diam, gara-gara kejadian tadi kini mata sama otaknya telah ternoda."Buruan, mumpung masih berlaku." Suara Reza mampu membuat Rania terkejut dan sadar dari lamunannya."Nggak usah mikirin yang tadi, kalau mau lihat lagi juga boleh. Jangankan lihat, dipegang juga nggak apa-apa," ujar Reza. Detik itu juga mata Rania melotot."Maksud aku fotonya, tuh otak jangan ngeres. Dasar piktor, pikiran kotor," lanjutnya seraya menunjuk bingkai foto yang terpajang di dinding."Ish, nyebelin banget sih jadi orang," cebiknya."Awalnya nyebelin, tapi nanti lama-lama jadi ngangenin," sahut Reza."Ih, nggak bakalan." Rania mengangkat tangannya untuk meraih tangan Reza."Ingat yang dipegang itu tangannya bukan handuknya," ledeknya. Hal tersebut benar-benar membuat Rania merasa kesal dan juga jengkel.Setelah bangkit Rania memilih untuk duduk di tepi ranjang. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya ke depan nanti. Sekarang saja Reza sudah berhasil membuatnya jengkel, gara-gara kelakuannya yang memang suka jahil."Kamu beneran nggak mau mandi?" tanya Reza."Enggak, kakiku masih sakit," jawab Rania."Lebay, kalau begitu kamu nanti tidur di bawah," ujar Reza seraya berjalan menuju lemari pakaian untuk mengambil baju."Enak aja, kamu dong yang di bawah. Kan kamu cowok, harus ngalah sama cewek," sahut Rania.Detik itu juga Reza berjalan mendekati Rania seraya membungkukkan badannya. "Nggak apa-apa aku di bawah, kamu di atas. Itu artinya kamu yang .... "Buk, Rania memukul wajah Reza menggunakan bantal. "Dasar otak mesum, maksudnya kamu yang tidur di bawah, aku yang di atas."Reza tertawa lalu bergegas memakai pakaiannya, sementara itu Rania memilih untuk merebahkan tubuhnya, agar Reza mau tidur di bawah. Usai berpakaian, Reza beranjak menuju ranjang dan tanpa basa-basi ia ikut merebahkan tubuhnya di sana."Kamu ngapain tidur di sini," kata Rania."Memangnya kenapa? Ini kamar aku ranjang juga ranjang aku." Reza menarik selimut untuk menutupi tubuhnya."Nggak bisa gitu dong, pokoknya kamu .... ""Rania udah lah, aku capek sama ngantuk, aku mau tidur. Kamu tidak perlu khawatir, aku nggak bakal ngapa-ngapain kok ... kecuali khilaf." Reza memotong ucapan Rania, seketika wanita berambut panjang itu melotot."Ish, nyebelin banget sih." Rania bangkit dan beranjak dari tempat tidur, ia membawa bantal menuju sofa."Mimpi apa aku semalam, bisa-bisanya nikah sama Reza." Rania terus menggerutu, dengan segera ia merebahkan tubuhnya di sofa. Sesekali ia melirik ke arah ranjang, berharap Reza bangun dan menyuruhnya untuk pindah ke ranjang.Satu menit, dua menit, tiga menit hingga sepuluh menit, bukannya Reza bangun tetapi justru pria beralis tebal itu mendengkur. Ingin rasanya Rania melemparinya dengan bantal. Alhasil Rania memilih untuk ikut memejamkan matanya, ia juga sudah sangat mengantuk.***Pagi telah menyapa, perlahan Rania mengerjapkan matanya. Setelah kelopak matanya terbuka sempurna, ia merasakan ada yang aneh dan juga berat. Sedetik kemudian Rania terkejut saat menyadari jika dirinya sudah berada di tempat tidur dengan posisi Reza memeluknya dari belakang."Jangan teriak, kalau teriak nanti beneran aku jebolin tuh gawang," ujar Reza dengan mata yang masih terpejam."Dasar mesum, cari kesempatan dalam kesempitan aja," gerutu Rania."Harusnya kamu berterima kasih sama aku, karena aku mau merawat kamu." Reza bangkit dan memilih untuk duduk seraya menyenderkan punggungnya di kepala ranjang.Rania mengernyitkan keningnya. "Maksud kamu.""Semalam kamu demam, mungkin efek kaki kamu yang kena paku. Nanti kita ke dokter saja ya, biar diobati." Reza menjelaskan. Rania menatap wajah lelaki yang ada di hadapannya, meski terkesan jutek dan suka jahil, tetapi Reza tipe cowok yang perhatian."Aku tahu wajahku ini memang tampan, jadi kamu tidak perlu sampai sebegitu ngelihatnya," ujar Reza dengan penuh percaya diri."Ih, PD banget jadi orang. Wajah biasa aja bangga," kilahnya. Jujur, Rania sempat terpesona melihat wajah tampan Reza.Setelah itu, mereka bersiap-siap untuk turun, kedua orang tua Reza sudah menunggunya di meja makan. Setelah mandi dan berpakaian, pasangan pengantin itu bergegas keluar dari kamar lalu turun ke bawah."Cie, cie yang habis mandi keramas, wah auranya seger banget ya, Pa. Ibarat tanaman yang layu terus kesiram air, langsung seger," goda Hesty, ibunda Reza."Mama kaya nggak pernah muda aja," timpal Irwan, ayah Reza."Ngomongin apa sih kalian, tiap pagi Reza kan emang mandi keramas, kaya baru pernah lihat aja," sahut Reza. Ia cukup kesal dengan ulah ibunya itu."Tapi yang ini beda, ada ... Rania kamu kenapa, kok jalannya seperti itu. Memangnya masih sakit ya, kalau pertama memang sakit, tapi nanti kalau udah biasa nggak kok, malah enak," ungkap Hesty dengan tersenyum."Kamu sih terlalu bersemangat, menantu mama kan jadi kesakitan." Hesty mencubit lengan putranya."Mama apaan sih, memangnya Reza ngapain, Ma." Reza mengusap lengannya yang sedikit terasa sakit."Lah semalam kamu habis ngapain, malam pertama pengantin baru biasanya kan anu." Hesty mengedipkan-ngedipkan sebelah matanya."Apaan sih, semalam kaki Rania kena paku. Itu sebabnya sekarang jalannya seperti ini, kan beda jalan kakinya yang sakit sama .... " Reza menghentikan ucapannya saat melihat ibunya melotot ke arahnya, sudah dapat dipastikan ibunya marah gara-gara mantu kesayangannya terluka.Rania tersenyum dalam hati, tetapi seketika senyum itu berubah menjadi panik saat ia merasa ada hewan kecil yang melintasi kakinya. Karena penasaran Rania menunduk ke bawah, seketika ia menjerit saat ada kecoa di kakinya."Aaa, kecoa." Reflek Rania loncat ke tubuh Reza, karena tidak siap tubuh Reza terhuyung ke belakang. Keduanya jatuh ke lantai dengan posisi Rania berada di atas. Hesty dan Irwan saling pandang kemudian tersenyum, sementara Rania masih memeluk tubuh Reza karena ketakutan."Meluknya udah apa belum." Suara Reza mampu membuat Rania membuka mata dan menyadari jika dirinya masih memeluk tubuh kekar lelaki yang kini telah sah menjadi suaminya. Buru-buru Rania bangkit lalu merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Setelah itu, Reza pun bangkit, pria berkemeja hitam itu tersenyum mengingat kejadian tadi. Rasanya seperti mendapatkan durian runtuh, tetapi tidak dengan Rania, wanita itu merasa malu. "Maaf, tadi aku kaget gara-gara ada kecoa," ujar Rania. "Nggak apa-apa, sering-sering aja seperti itu, justru aku yang seneng," sahut Reza, seketika mata Rania melotot. "Udah-udah, sekarang kalian sarapan dulu. Setelah ini Reza bawa Rania ke rumah sakit," titah Hesty. Setelah itu mereka bergegas menarik kursi untuk duduk. "Sebagai istri yang baik itu, mau melayani suaminya, entah itu di meja makan atau di kam .... ""Iya bawel, gini-gini aku juga tahu kok cara melayani suami." Rania memotong ucapan Reza, lalu dengan cekatan mengambil piring dan disisi dengan n
Malam harinya, usai makan malam Rania memilih untuk istirahat di kamar. Tiba-tiba ia teringat kado dari para sahabatnya saat menikah. Ia belum sempat membukanya karena menurut Rania itu tidak penting. "Aku buka nggak ya," ucap Rania seraya melihat tumpukan kado yang tertata di lemari. Rania memang membawa semua kado tersebut ke rumah Reza. "Aku penasaran isi kado dari Lina," gumamnya. Setelah itu Rania mengambil kado yang dari Lina. "Awas aja kalau isinya barang aneh." Rania mulai membuka kertas yang membungkus kado tersebut. Setelah terbuka, Rania terkejut saat melihat isinya. "Astagfirullah, Lina benar-benar ya. Untuk apa sih dia ngasih kaya ginian, kurang .... ""Kurang banyak ngasihnya, tenang saja nanti aku belikan lagi." Suara yang tidak asing bagi Rania, membuat wanita itu menoleh. "Reza, apaan sih." Rania melempar kado yang Lina berikan. Sebuah benda yang biasa digunakan oleh pasangan suami istri. "Kok dibuang sih, mubazir tahu." Reza menjatuhkan bobotnya di sebelah istr
Plak, buk. Rania memukul lengan dan juga hidung Reza. Detik itu juga Reza memegangi hidungnya, beruntung tidak mengeluarkan darah. Entah kenapa Rania selalu seperti itu saat dekat dengan Reza, padahal mereka sudah sah menjadi suami istri. "Kasar banget jadi cewek, aku kutuk jadi istri penurut baru tahu rasa," ujar Reza seraya mengusap hidungnya yang masih terasa sakit. "Salah kamu sendiri, kenapa ... aaa." Rania kembali menjerit saat mendengar petir. Bukan itu saja, Rania juga memeluk tubuh Reza seperti sebelumnya. "Tuh kan, yang meluk dulu siapa," sindirnya. Seketika Rania terdiam, lalu membuka matanya. Detik itu juga Rania melepas pelukannya. "Maaf, itu reflek. Bukan kesengajaan," kata Rania pelan. Raut wajahnya sudah memerah, karena malu. "Nggak apa-apa kok, rezeki nomplok nggak bakal ditolak," sahut Reza. Rania melotot mendengar hal itu, seolah-olah Reza menggunakan kesempatan dalam kesempitan. "Nggak usah melotot kaya gitu, nanti itu biji mata jatuh siapa juga yang repot,"
Reza terus merem melek melihat pemandangan tak biasa di depan mata. Susah payah ia mengendalikan diri agar tidak terbawa oleh nafsu. Sementara itu, Rania masih pada posisinya, rasa takut dan geli pada cicak membuat Rania melupakan rasa malunya. "Mau sampai kapan seperti ini terus, Ran? Cicak udah pergi. Aku sih nggak keberatan justru .... " Reza menghentikan ucapannya saat Rania menyentil bibirnya. "Kalau bukan karena cicak aku juga nggak bakal kaya gini." Perlahan Rania turun dari tubuh suaminya."Buruan pakai baju, jangan memancingku, jika tidak ingin aku khilaf," ucap Reza. Tanpa pikir panjang Rania mengambil pakaian dan masuk ke dalam kamar mandi. Dua puluh menit kemudian, keduanya sudah berada di meja makan untuk sarapan pagi bersama. Rania terlihat cantik mengenakan seragam kerjanya, hanya saja Reza sedikit risih dengan rok hitam di atas lutut yang Rania pakai. "Ran, emang nggak ada rok yang lebih panjang gitu. Aku risih lihat kamu pakai rok sependek itu," ungkap Reza sembar
Rania bergegas menuju lemari untuk mengambil pakaian, sementara itu Reza memilih untuk mandi terlebih dahulu. Usai mandi dan berpakaian, kini keduanya segera turun untuk makan malam bersama. "Reza, Rania, kapan kalian pergi honeymoon?" tanya Hesty. Mendengar hal itu membuat Rania tersedak. Uhuk, uhuk, dengan cepat Reza memberinya segelas air putih. Rania langsung menerimanya, lalu meneguknya. Sementara itu Hesty terlihat khawatir melihat menantu kesayangannya itu sampai tersedak. "Rania kamu baik-baik saja kan?" tanya Hesty. "Aku nggak apa-apa kok, Ma." Rania menggelengkan kepalanya. "Mama sih nanyanya aneh-aneh," timpal Irwan. "Ya nggak aneh lah, Pa. Kan biar kita cepat dapat cucu," sahut Hesty seraya memukul lengan suaminya itu. "Apa tidak terlalu cepat, Ma? Umur mereka saja masih muda," kata Irwan. Kemudian Hesty menatap putra dan menantunya secara bergantian. "Rania apa kamu belum siap untuk pergi honeymoon?" tanya Hesty dengan lembut. "Hah, aku ... em, aku .... ""Kami s
"Berhenti, Za. Aku nggak kuat lagi," ucap Rania seraya mengatur napasnya yang ngos-ngosan. Keduanya berhenti di sebuah jalan yang cukup sepi, Reza menyapu pandangannya ke sekeliling, ia khawatir jika mereka masih mengejar. Entah kenapa Reza merasa ada yang aneh dan juga janggal. "Mereka sudah tidak mengejar kita," kata Reza seraya bernapas lega."Iya, Za." Rania mengangguk. Reza menatap wajah Rania yang basah oleh keringat. "Kamu capek?" tanya Reza. Sementara Rania hanya mengangguk. "Ya udah kita pulang sekarang," kata Reza. "Ish, aku pikir sini aku gendong. Nggak tahunnya cuma ngajak pulang." Rania ngedumel, gara-gara kesal dengan jawaban yang Reza berikan. "Emang mau digendong," tawarnya. Sontak Rania terkejut, ia pikir Reza tidak akan mendengarnya. "Enggak, aku bisa jalan sendiri," kata Rania seraya melangkahkan kakinya mendahului Reza. "Huh dasar, wanita memang selalu begitu, gengsinya kegedean," gerutunya. Reza bergegas mengikuti langkah istrinya itu. Setelah cukup lama
Reza yang baru selesai mandi bergegas keluar dari kamar mandi. Rania semakin panik saat melihat Reza yang baru saja selesai mandi. Pikiran Rania benar-benar sudah travelling, ia khawatir jika Reza telah merenggut haknya tanpa izin darinya. "Kenapa." Reza berjalan mendekati Rania. "Semalam kamu ngapain, kenapa kamu melakukannya tanpa seizin dariku," tuduh Rania. Rasanya ia ingin menelan hidup-hidup lelaki yang ada di hadapannya itu. Reza mengerutkan keningnya. "Melakukan apa? Aku nggak ngerti maksud kamu apa.""Jangan pura-pura nggak tahu, bajuku lepas itu semua gara-gara kamu kan. Kamu sudah mengambil .... "Reza tertawa. "Oh jadi itu masalahnya, aku pikir ada apa.""Reza kamu harus tanggung jawab," ujar Rania yang masih emosi. "Tanggung jawab apa, wong kita aja udah nikah. Lagian semalam baju kamu basah, kalau nggak dilepas yang ada kamu masuk angin. Yang penting bungkusnya kan masih ada." Reza menjelaskan. Rania melongo saat mendengar penjelasan dari suaminya itu. Kemudian Rani
Reza membuka kaca mobil, dan ternyata dua orang polisi berdiri di sebelah mobil. Jujur, Rania merasa takut dan juga panik, sementara Reza berusaha untuk tetap bersikap tenang. Toh mereka tidak melakukan pelanggaran atau kesalahan. "Selamat malam, apa yang sedang kalian lakukan malam-malam di sini?" tanya pak polisi. "Mobil saya mogok, Pak. Itu sebabnya kami berhenti di sini," jawab Reza. Polisi itu terdiam sejenak. "Kalian bukan pasangan mesum kan.""Bukan lah, Pak. Kami pasangan suami istri." Reza merangkul pundak istrinya, hal tersebut membuat Rania sedikit terkejut. "Ita, Pak. Kami pasangan suami istri," tambahnya. Rania khawatir jika nanti pak polisi itu menangkapnya. "Bisa tunjukkan buku nikah kalian," ujar pak polisi. Reza dan Rania saling pandang. "Ran kamu bawa nggak?" tanya Reza. "Kayaknya enggak, aku simpan di rumah," jawab Rania. "Sebentar, Pak. Ini buktinya kalau kita pasangan suami istri." Reza menunjukkan foto pernikahan mereka, saat proses ijab kabul. Beruntung