Malam Tanpa Noda
Prily menyiapkan pesta di salah satu gedung milik Mahendra. Seharusnya, pesta ini tak penting. Hanya menyambut kedatangan Johan.Sejak pagi sibuk menyiapkan semua pesta sesuai keinginan lelaki licik itu. Disaat Putra sakit, Johan memaksa Putra menandatanganinya.
Johan memberikan perincian lengkap dan kebutuhan yang harus dibeli.
"Jangan lupa anggur kualitas terbaik. Jangan yang abal-abal atau KW."
"Pastikan semua makanan enak dan keamanan lingkungan terjaga. Jangan sampai terjadi sesuatu. Bisa saja ada seseorang yang menerobos masuk. Mengagalkan pestaku.""Tak akan ada yang seperti itu. Tak ada yang berani."
"Tentu saja tak ada yang berani."
Prily mendelikkan mata. Entah berapa ratus juta yang dikeluarkan Mahendra. Prily tak akan membeli anggur mahal. Ia hanya memesan 2 botol wine asli dengan harga sepuluh juta saja. Sedangkan lainnya diberi wine KW.
"K
Malam Tanpa Noda Senyum menyeringai terlihat lebih menyeramkan dari sebelumnya. Prily hanya bisa diam tanpa melawan. Tatapan matanya mengarah ke arah luar mobil. Mengikuti kerlap-kerlip lampu dan bintang. Tubuh Prily begitu lelah hingga tak bisa bergerak atau menolak. Sesekali melihat lelaki yang memegang kemudi. Prily diam tanpa memberontak.Mereka masuk di sebuah hotel luar kota. Banyak hotel di Jakarta mengapa harus hotel ini. Hotel tak terlalu besar. Mungkin hanya hotel bintang tiga. Tak banyak bicara. Wanita berwajah boneka menelusuri keadaan hotel tersebut. Prily menelan salivanya. Untuk apa mereka datang ke mari. Lengan Prily ditarik lelaki itu. Wajahnya tertutup masker dan mengenakan kacamata. Memesan satu kamar di bagian resepsionis hotel. Melakukan cek in sehari saja. Bagai kerbau yang di cocok hidungnya. Prily menuruti keinginan lelaki itu. Kakinya mengikuti langkahnya
Malam Tanpa Noda"Prily," panggil Putra lemah masih posisi rebahan.Prily tersenyum dan menatap iba lelaki itu. Sehari tak melihat Putra merasa bersalah kepada mertuanya apalagi dengan kejadian tadi. Semoga saja benih itu tak tumbuh di rahimnya."Bodoh, kenapa aku baru menyadarinya," gerutu Prily dalam hati. Hanya menghela napas panjang dan berharap."Prily," panggil Putra kedua kalinya."Iya, Pak.""Aku mau kamu mengeluarkanku dari rumah sakit ini," pintanya.Fian mendengar hal itu terkejut dan melangakah lebih dekat."Tapi, Anda. Belum sembuh dan harus rawat inap.""Prily, aku tak mau di sini.""Lalu mau di mana?""Di rumah," ungkap Putra menatap langit-langit."Rumah kakek Anda?""Bukan. Rumah panti."Prily dan Fian saling berpandangan. Rumah panti yang dulu pernah ditempati Airi dan anak-anak
Malam Tanpa Noda"Kasihan mereka, Bun. Selalu menanyakan kabar ayah." Lily sering mendengar pertanyaan dari bibir mungil mereka.Tak bisa melakukan apa-apa selain menjadi pendengar yang baik untuk mereka.Airi menatap wajah mungil kedua anaknya yang tak berdosa. Ia takut Putra akan menghardik dan mencela. Airi tahu di mana lelaki itu berada. Tapi, untuk mempertemukan mereka sangat beresiko."Baiklah, Bunda akan membawa kalian ke tempat ayah. Tapi, harus berjanji dulu."Sebelum mereka bertemu Putra, Airi menjelaskan mana yang tak boleh dilakukan oleh mereka.Airi juga memberitahu agar berhati-hati dengan orang yang terlihat baik padahal jahat.Azila dan Afisah memahami penjelasan Airi. Wajah mereka ceria kembali ketika, Airi mengabulkan keinginan mereka.Si Kembar mengingat apa yang harus dilakukan dan apa yang tak boleh. Airi tak akan mengizinkan mereka. Jika, melanggarnya.
Malam Tanpa Noda"Prily!" panggil Johan dari ruang kerjanya."Ada apa, Bapak Terhormat? Apa Anda tidak bisa memanggil dari telepon daripada harus berteriak-teriak. Prily menampakkan diri di depan pintu."Telepon saya mati." Mendorong alat penghubung tersebut."Mungkin jaringannya.""Tolong jelaskan uang ini. Uang apa?" tanya Johan menyodorkan laporan keuangan.Prily meraih map tersebut. Map merah memperlihatkan deretan angka."Yang mana? Semuanya ini pengeluaran yang Anda lakukan.""Tapi hanya laporannya saja. Uangnya tak ada yang masuk kecuali ini dan ini." Tunjuk Johan ke arah dua pengeluaran atas nama Putra."Mungkin pengajuan kamu sedang diproses atau uang yang kamu inginkan tidak sesuai jumlah yang dimiliki Mahendra.""Gak mungkin! Mahendra itu kaya masa uang tiga miliyar saja tak ada." Johan memukul meja kasar."Mahendra memilik
Malam Tanpa Noda"Kita mau ke mana?" tanya Prily. Lengannya ditarik Johan. Kasar dan memaksa."Kamu ikut aku," pintanya. Tak peduli semua mata memandang mereka."Ikut ke mana?" Prily menahan tangannya."Belanda," cetus Johan."Untuk apa kita ke sana." Menghentikan langkah ketika mereka berada di area parkir basement satu."Ada yang harus aku kerjakan dan aku butuh kamu." Menarik kembali lengan Prily."Tidak, aku tidak bisa. Banyak pekerjaan yang harus aku lakukan." Menepis kasar tangan Johan"Aku pesan 2 tiket ini untuk kita." Meningikan suaranya."Tapi, aku gak bisa meninggalkan Mahendra. Kamu jangan seenaknya.""Ah, persetan dengan Mahendra. Pekerjaan ini lebih penting.""Kenapa kamu tak memberitahu aku terlebih dahulu?""Karena kamu seketaris aku.""Aku seketaris pak Putra bukan kamu." Nada Prily naik satu oktaf
Malam Tanpa NodaTubuh Putra membeku dalam dekapan Azila. Afisah bergegas menghampiri adiknya."Maafkan adik saya, Pak," ungkapnya. Melepaskan tangan Azila dari tubuh Putra."Afisah, sakit," rintihnya."Tak apa. Ayo kita ke kamar."Putra hanya bisa menatap kedua putrinya tanpa berkata apa-apa. Hingga mereka hilang dari pandangannya."Kamu gak apa, Azila?""Sakit Afisah." Merengek dihadapan sang kakak.Pengurus panti membawakan obat oles untuk Azila. "Olesin ke kepala yang benjol."Afisah mengusap bagian kepala itu. "Benjol, Bu.""Gak apa-apa nanti juga kempes sendiri. Kasih terus obatnya."Azila memeluk tubuh kembarannya. "Kapan ayah sembuh? Dia memang tak ingat kita. Dia tak sayang kita.""Jangan berkata demikian. Kalau ayah tak sayang. Mengapa dia menghampirimu dan menolongmu?"Senyum terukir di bibir Azila. "Tad
Malam Tanpa NodaPutra merasa jenuh, biasanya ia akan ke kantor. Saat ini dirinya ingin menenangkan diri mencari identitas diri sesungguhnya.Hidup dalam ketidak tahuan sangat tidak nyaman.Maka dari itu, Putra menyetujui permintaan Johan untuk mengantikan dirinya sementara. Putra tidak menyerahkan semuanya begitu saja.Putra meminta supir, Roni untuk mengantarnya keliling kota Jakarta agar dirinya tak jenuh dan bosan. Anak-anak panti sedang ada acara di luar. Santunan anak yatim yang diselengarakan oleh salah satu perusahaan terkenal."Ron, kita jalan-jalan.""Jalan-jalan ke mana, Pak?""Ke mana saja. Asalkan keliling kota."Suasana panti sangat sepi, mereka semua ikut menghadiri acara tersebut tentu saja Putra kesepian.Supir Putra menyalakan mesin dan melaju ke setu babakan tempat kesenian betawi.Kebetulan ada acara di sana. Putra
Malam Tanpa Noda"Kamu tunggu di sini," perintah Putra. "Lebih baik saya ikut, saja." "Tidak usah. Kamu tunggu saya di sini." Putra keluar mobil dan membanting pintu. Fian menghubungi ponsel Airi, tapi tak dijawab. "Aduh, bunda ngapain sih. Gak dijawab." Fian menatap punggung Putra yang semakin jauh, khawatir dengan keselamatan Airi. "Semoga tak terjadi apa-apa."Putra bertanya kepada resepsionis, tapi mereka tak tahu di mana Fian dan tak mengenalnya."Maaf Pak, tak ada nama Faisal atau Dinda."Putra berjalan menelusuri hotel mencari keberadaan mereka. "Ke mana mereka. Aku yakin mereka masih ada."Rasa lapar tak dihiraukannya. Pikirannya menerawang jauh ke langit.Suara gelak tawa Airi terdengar samar-samar. Putra mendekati arah mereka. Airi dan Faisal duduk di pinggir kolam renang. Mereka bagaikan sepasang kekasih. Tangan Faisal mengusa