Share

Bab 433

Penulis: Viona
Lyra tidak berkata apa-apa, merasakan kehangatan telapak tangan pria itu menembus kain tipis, menghangatkan perut kecilnya yang selalu dingin hingga terasa hangat.

Bayi kecil di dalam perutnya, yang belum bisa dirasakannya sama sekali, tapi keberadaannya nyata.

Dia berpikir, andai antara mereka tidak ada banyak masalah yang menghalangi, andai mereka hanyalah pasangan biasa, saat ini pasti akan ada banyak hal yang bisa dibicarakan.

Mereka akan bersama-sama menantikan kehadiran kehidupan kecil itu, bersama-sama membayangkan tentang masa depan anak itu, bahkan saat bayi itu masih sekecil biji kacang kedelai, mereka sudah mulai merencanakan segalanya, bahkan mulai memilih nama...

Dia tidak berani memikirkan lebih jauh, menutup matanya erat-erat. Hatinya terasa seperti dirobek oleh ribuan tangan tak terlihat, hancur berkeping-keping.

Dia berbalik, membelakangi Kaisar, suaranya yang serak karena menangis masih terasa sedikit, “Hal-hal yang nggak pasti seperti ini, untuk apa dibicarakan? Ya
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 436

    “Dia nggak pernah mengerti. Apa lagi yang bisa kuharapkan darinya?” Kaisar tersenyum sinis. “Jangan terlalu pusingkan prosesnya, yang penting hasil akhirnya." Selama dia tetap tenang di sisinya, itu sudah menjadi hasil terbaik.Toni tidak banyak berkata, hanya mengangguk setuju, “Kalau Nyonya benar-benar marah, Yang Mulia cukup mengalihkan kesalahan pada hamba saja. Katakan saja kalau itu ulah hamba, hamba yang sudah menipunya dan menipu Yang Mulia juga."“Dia bukan orang bodoh,” jawab Kaisar dengan acuh tak acuh. “Aku akan menanggung konsekuensi dari perbuatanku sendiri. Dia sudah cukup membenciku, aku nggak ingin menambahnya.”Suasana hening.Ya, sudah!Toni hanya bisa tersenyum pahit.Karena sudah terlalu banyak beban, jadi sampai tidak terasa lagi bebannya. Kaisar tampaknya memang sudah pasrah.Semoga Lyra bisa sedikit mengerti, agar masalah ini tidak berkembang di luar kendali.Namun pada kenyataannya, Lyra adalah yang paling tidak bersalah. Kalau bukan karena kesetiaannya kepada

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 435

    Toni terkejut dengan tatapan dingin Kaisar yang muncul tiba-tiba, lalu membungkuk dengan gemetar sambil meminta maaf. “Hamba bersalah. Nggak seharusnya bicara sembarangan tentang Yang Mulia.” “Cukup,” Kaisar mengangkat tangan menghentikannya, mengerutkan kening berpikir sesaat, kemudian berkata pelan, “Mulai besok, atur dua dayang yang usianya lebih tua untuk mengikuti Lyra, mereka harus selalu berada di sisinya.” Toni terkejut, “Apa maksud Yang Mulia? Apa Selir Lyra benar-benar sudah curiga?”Kaisar menggelengkan kepala, “Aku nggak bisa memastikan, tapi lebih baik berhati-hati.”Toni mengangguk menuruti perintah, melirik ke arah paviliun timur yang lampu-lampunya telah padam. “Yang Mulia, hamba punya pertanyaan, tapi nggak tahu apa pantas untuk mengatakannya?”Kaisar menjawab, “Kalau kau memiliki keraguan, itu berarti lebih baik jangan dikatakan.”Toni hanya bisa diam.Setelah keluar dari istana, sekelompok dayang istana masih menunggu di luar. Merasa kesal, Kaisar menolak naik tand

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 434

    Lyra membelakangi pria itu, merasakan keputusasaan yang amat dalam seakan menenggelamkannya.Bagaimana mungkin dia bisa memiliki pengaruh sebesar itu hingga mengguncang seluruh istana?Setelah semua yang dikatakan Kaisar, tetapi dapat disimpulkan dalam satu kata, pengorbanan.Mengorbankan dirinya sendiri untuk menjamin perdamaian bagi semua orang.Tetapi, mengapa Kaisar tidak mengorbankan dirinya sendiri?Jika dia hanya membiarkannya pergi, semuanya bisa berakhir dengan damai.Mario dan Roni akan selamat, para pejabat juga tidak perlu khawatir tentang Kaisar yang tergoda wanita cantik dan lalai urusan negara, serta istana para selir juga tidak perlu takut Kaisar hanya mengistimewakan Lyra.Itulah kedamaian dan kesejahteraan sejati di dunia.Itulah pengorbanan sejati.Mengapa dia tidak bisa melakukannya?Untuk sesuatu yang bahkan seorang Kaisar tidak mau lakukan, kenapa harus meminta seorang wanita lemah seperti Lyra melakukannya?Lyra tidak ingin berdebat dengannya, dia hanya menutup m

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 433

    Lyra tidak berkata apa-apa, merasakan kehangatan telapak tangan pria itu menembus kain tipis, menghangatkan perut kecilnya yang selalu dingin hingga terasa hangat. Bayi kecil di dalam perutnya, yang belum bisa dirasakannya sama sekali, tapi keberadaannya nyata. Dia berpikir, andai antara mereka tidak ada banyak masalah yang menghalangi, andai mereka hanyalah pasangan biasa, saat ini pasti akan ada banyak hal yang bisa dibicarakan.Mereka akan bersama-sama menantikan kehadiran kehidupan kecil itu, bersama-sama membayangkan tentang masa depan anak itu, bahkan saat bayi itu masih sekecil biji kacang kedelai, mereka sudah mulai merencanakan segalanya, bahkan mulai memilih nama...Dia tidak berani memikirkan lebih jauh, menutup matanya erat-erat. Hatinya terasa seperti dirobek oleh ribuan tangan tak terlihat, hancur berkeping-keping.Dia berbalik, membelakangi Kaisar, suaranya yang serak karena menangis masih terasa sedikit, “Hal-hal yang nggak pasti seperti ini, untuk apa dibicarakan? Ya

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 432

    Hati Kaisar tiba-tiba terasa sesak, seolah-olah setiap tetes air mata jatuh tepat di dadanya.Dia mengulurkan tangan, ingin menariknya bangun.Namun Lyra malah memeluk kakinya, menyembunyikan wajah di lututnya, menangis terisak. Tangisannya begitu sedih, pilu, dan putus asa, seperti hewan kecil yang tersesat di hutan belantara, terluka parah, namun tidak kunjung menemukan jalan pulang. Dia membencinya, menyalahkannya, selalu ingin melarikan diri darinya. Namun kini, dia berpegangan padanya sebagai satu-satunya jerami yang bisa diraih. Dia tahu jerami ini tidak bisa menyelamatkan hidupnya, hanya akan menyeretnya lebih dalam ke jurang, tapi selain jerami itu, tidak ada lagi yang bisa dia genggam. Dia terus menangis tanpa henti, seolah mencurahkan semua derita dan kepahitan selama dua puluh tahun hidupnya. Air matanya membasahi pakaian Kaisar, juga menyentuh hatinya. Dia pernah melihat Lyra menangis di hadapannya berkali-kali, namun belum pernah air matanya mengalir begitu tidak ter

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 431

    Kaisar sudah menebak hal ini sejak lama, namun mendengar langsung dari mulutnya, tetap saja hatinya tak terhindar dari sedikit kekecewaan.Dia hanya akan menggunakan trik-trik kecil ketika membutuhkan sesuatu darinya.Dia menyukai sikapnya yang seperti itu, setidaknya itu berarti dia masih dibutuhkan olehnya.Namun, dia selalu berharap Lyra bisa bergantung pada dirinya dengan tulus, bukan hanya sekadar mengakali dan memanfaatkan. “Katakan saja, aku mau dengar dulu.” Dia mengubah posisinya dan duduk bersandar di ujung tempat tidur. Dengan tatapan yang menyimpan pemikiran rumit di dasar matanya yang dalam seperti lautan.Lyra ragu sejenak, lalu dengan suara hati-hati bertanya, “Kapan Andrian akan dieksekusi?”Kaisar tidak menyangka hal itu yang akan dia tanyakan, lalu mengerutkan kening.Eksekusi Bangsawan Andrian memang sudah pasti, hanya masalah waktunya saja. Dia tidak perlu menggunakan rayuan untuk hal sepele seperti itu.Jadi, Lyra tidak mengatakan yang sebenarnya. “Eksekusinya tu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status