Share

Bab 148: Kemarahan di Balik Nako

Penulis: Alexa Ayang
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-01 08:10:11

Di rumah sewa yang sederhana, tepat di sisi Timur Puskesmas Cirebon, Kevin Abimanyu Wisesa tidak bisa menahan amarah yang meledak-ledak. Niatnya pulang cuma mau istirahat setelah seharian sibuk menata rumah sewaannya, tapi pemandangan di rumah dinas Lidya, di seberang sana, berhasil merusak semua ketenangannya. Kevin melihat semuanya melalui sela kaca nako kamarnya yang sedikit berembun, seolah-olah dunia sengaja ingin memanas-manasi.

Dia melihat Dokter Surya Baskara Hardiwan datang, dengan gayanya yang santai, mengenakan kemeja linen bersih dan celana chino—seolah baru saja mau liburan, bukan bertamu ke rumah orang yang sedang punya masalah besar. Dia melihat betapa mudahnya Surya masuk ke dalam, lalu tak lama kemudian, suasana canggung yang direspons Surya dengan mendekatkan diri pada Lidya. Kevin mengepalkan tangan kuat-kuat. Perasaannya mulai nggak enak. Tapi yang paling bikin dadanya panas adalah puncak dari semua pemandangan itu: kecupan singkat, terang-terangan,

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 169: Kesepakatan Hitam dan Umpan Dian

    Kafe 'Kopi Jomblo Berkabut' sungguh hidup sesuai namanya. Sudut-sudut remang yang cocok untuk pertemuan rahasia, diiringi alunan musik mellow yang entah kenapa selalu terasa menyalahkan nasib. Kevin Abimanyu Wisesa duduk tegap, tatapannya seolah ingin mengoreksi desain interior tempat itu. Di hadapannya, Vito sibuk memainkan sendok di cangkir kopinya, mencoba menciptakan suara simfoni paling datar di dunia. Sementara itu, Dian, mantan kekasih gelap Kevin, tampil dengan aura skeptis yang begitu kentara, seolah baru saja disuguhi lelucon paling hambar sepanjang abad. Matanya, dulu bersinar karena cinta yang (menurutnya) tulus, kini hanya memancarkan perhitungan akurat seorang akuntan pajak yang berhati batu. Dia sudah lama terasing dari sirkus bernama Cendekia Medika, dan nampaknya tidak terlalu tertarik untuk kembali menjadi badutnya."Aku tahu ini bukan yang kau harapkan dariku, Dian," Kevin memulai, suaranya dipoles rapi, terdengar seperti presentasi bisnis yang siap meruntuhkan ekon

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 168: Jebakan Aphrodisiac dan Umpan yang Pas.

    Di dalam apartemen Kaiden, suasana frustrasi mencapai puncaknya. Setiap usaha mencari 'dosa' atau kelemahan Dr. Alvin Mahawira, Wakil Direktur Utama Cendekia Medika yang lurus bak tiang listrik, selalu nihil. Alvin bersih seperti seprai baru yang dicuci tujuh kali bilas. Kaiden, dengan logika dinginnya, kini merancang skenario “out of the box” yang sangat gelap, berisi jiwa-jiwa putus asa."Jika dia memang sangat bersih," Kaiden memulai, suaranya tetap tenang, tapi matanya memancarkan perhitungan dingin. Ia berhenti sejenak, melirik satu per satu wajah tegang teman-temannya. "maka kelemahan itu harus diciptakan. Kita harus menjebaknya untuk membuat kesalahan, dan kesalahan itu harus fatal, yang akan membuat Bima kehilangan kepercayaan."Gerald, yang terlihat lesu, mengerjapkan matanya. "Dijebak bagaimana? Kita bukan agen rahasia yang suka menyelundupkan mata-mata berambut pirang ke markas musuh, Kaiden."Kaiden menghela napas. "Kita permalukan dia," jawabnya singkat. "Kita hancurkan r

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 167: Dinding Alvin Mahawira

    Setelah menetapkan Dr. Alvin Mahawira sebagai target utama mereka—yang lebih mirip menunjuk seekor kelinci percobaan di laboratorium ketimbang merencanakan kudeta—ruang rapat rahasia Kevin Abimanyu Wisesa menjadi arena sirkus empat pria bermuka kusut. Gerald, Vito, Kaiden, dan Kevin sendiri. Aroma kopi pahit bersaing sengit dengan aroma kekesalan."Baiklah, jadi Alvin Mahawira. Inti baja, kata Kaiden," Gerald memulai, menyilangkan tangan di dada seolah bersiap mendengarkan khotbah tentang dosa. "Yang seumur hidupnya bahkan mungkin belum pernah buang ingus sembarangan."Vito terkekeh getir. "Sulit dipercaya, tapi dokter seperfeksionis itu memang ada. Kurepormasi kalau tidak salah."Kevin menatap lurus ke arah Kaiden, tatapan mata yang sudah kehilangan kehangatan, digantikan oleh bara yang siap melahap apa saja. "Tugas ini... aku serahkan padamu dan Kaiden. Kau punya jaringan informasi Cendekia Medika. Kaiden, kau bahkan bisa menemukan alamat KTP cacing di kebun rumah Bima, jika dia pun

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 166: Titik Lemah Sang Batang Penyangga

    Apartemen mewah Kaiden membungkus keheningan malam Jakarta dengan atmosfer yang dingin dan penuh perhitungan. Aroma kopi espresso dan sedikit bau tembakau halus melayang tipis di udara, berpadu dengan ketegangan yang menyesakkan. Kevin Abimanyu Wisesa duduk di salah satu sofa kulit hitam, tatapan matanya tajam dan dipenuhi amarah yang membeku. Kekalahan di Cirebon, penipuan terang-terangan yang telah ia saksikan, serta tamparan tegas dari ayahnya, kini telah mengikis sisa-sisa idealismenya. Sosok Kevin yang dikenal kini lebih gelap, diselimuti dendam. Vito dan Gerald duduk di seberangnya, mendukungnya dalam keheningan yang penuh waspada. Sementara itu, Kaiden, yang selama ini memainkan peran pengamat netral yang dingin, kini perlahan menyingkapkan motif aslinya—ia bukan hanya sekutu, tetapi seorang manipulator cerdik yang setia kepada Surya Baskara Hardiwan."Kita tidak punya waktu untuk diliputi emosi sesaat, Kevin," ujar Kaiden, suaranya sedingin es yang mengiris, memecah keheningan

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 165: Dendam Lama dan Prioritas yang Sebenarnya

    PLAK!Pipi Kevin Abimanyu Wisesa berdenyut panas, namun entah dari mana kekuatan itu datang, ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Matanya yang gelap memancarkan kemarahan, lurus menembus tatapan ayahnya, Gabriel Irawan Wisesa. Ia hanya mengatupkan rahang, mengusap pipinya sekilas dengan ibu jari yang gemetar. Mama Riana yang berdiri di ambang pintu sudah terisak-isak, memanggil namanya dengan suara parau, namun Kevin tak menoleh. Dengan punggung lurus dan kepala terangkat tinggi, Kevin berbalik. Langkah kakinya yang berat terdengar memenuhi rumah besar itu, seolah setiap jejak kakinya adalah protes bisu, meninggalkan orang tuanya tenggelam dalam amarah yang mendidih.Kepergian Kevin, bukannya meredakan suasana, justru seperti memicu bom waktu yang sedari tadi tergantung di udara."Kau lihat, Gabriel?!" teriak Riana, air mata membasahi pipinya yang memerah, nadanya meninggi dengan campuran rasa sakit dan amarah. Ia maju selangkah, menunjuk ke arah pintu yang baru saja dilewati putran

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 164: Tamparan di Meja Makan

    Malam itu, kemegahan rumah besar keluarga Wisesa di bilangan elit Jakarta terasa menyesakkan. Langit-langit tinggi, lampu kristal gantung yang mewah, bahkan wangi karbol pembersih yang selalu semerbak, semuanya terasa terlalu formal dan berat untuk Kevin Abimanyu Wisesa yang baru saja tiba. Kondisinya acak-acakan; bajunya kotor dengan noda samar, rambutnya sedikit lepek dan tidak tertata rapi, dan wajahnya menyiratkan lelah yang mendalam, juga luka di hatinya yang baru. Kakinya yang diseret menyisakan langkah-langkah berat di lantai marmer, menandakan betapa rapuhnya ia saat ini.Tapi sepertinya, sambutan hangat adalah kemewahan yang tidak bisa didapatnya. Begitu masuk ke ruang keluarga, Kevin langsung diserbu suasana tegang. Di sana sudah duduk Papa Gabriel, Mama Riana, dan kakaknya, Darren. Wajah mereka membeku, dengan tatapan mengarah padanya seperti laser. Gabriel menatapnya tajam dari balik kacamata bacanya, sementara Riana sesekali menunduk, seperti berusaha menahan luapan emosi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status