Home / Romansa / Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku / Bab 167: Dinding Alvin Mahawira

Share

Bab 167: Dinding Alvin Mahawira

Author: Alexa Ayang
last update Last Updated: 2025-12-10 19:39:17

Setelah menetapkan Dr. Alvin Mahawira sebagai target utama mereka—yang lebih mirip menunjuk seekor kelinci percobaan di laboratorium ketimbang merencanakan kudeta—ruang rapat rahasia Kevin Abimanyu Wisesa menjadi arena sirkus empat pria bermuka kusut. Gerald, Vito, Kaiden, dan Kevin sendiri. Aroma kopi pahit bersaing sengit dengan aroma kekesalan.

"Baiklah, jadi Alvin Mahawira. Inti baja, kata Kaiden," Gerald memulai, menyilangkan tangan di dada seolah bersiap mendengarkan khotbah tentang dosa. "Yang seumur hidupnya bahkan mungkin belum pernah buang ingus sembarangan."

Vito terkekeh getir. "Sulit dipercaya, tapi dokter seperfeksionis itu memang ada. Kurepormasi kalau tidak salah."

Kevin menatap lurus ke arah Kaiden, tatapan mata yang sudah kehilangan kehangatan, digantikan oleh bara yang siap melahap apa saja. "Tugas ini... aku serahkan padamu dan Kaiden. Kau punya jaringan informasi Cendekia Medika. Kaiden, kau bahkan bisa menemukan alamat KTP cacing di kebun rumah Bima, jika dia pun
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 167: Dinding Alvin Mahawira

    Setelah menetapkan Dr. Alvin Mahawira sebagai target utama mereka—yang lebih mirip menunjuk seekor kelinci percobaan di laboratorium ketimbang merencanakan kudeta—ruang rapat rahasia Kevin Abimanyu Wisesa menjadi arena sirkus empat pria bermuka kusut. Gerald, Vito, Kaiden, dan Kevin sendiri. Aroma kopi pahit bersaing sengit dengan aroma kekesalan."Baiklah, jadi Alvin Mahawira. Inti baja, kata Kaiden," Gerald memulai, menyilangkan tangan di dada seolah bersiap mendengarkan khotbah tentang dosa. "Yang seumur hidupnya bahkan mungkin belum pernah buang ingus sembarangan."Vito terkekeh getir. "Sulit dipercaya, tapi dokter seperfeksionis itu memang ada. Kurepormasi kalau tidak salah."Kevin menatap lurus ke arah Kaiden, tatapan mata yang sudah kehilangan kehangatan, digantikan oleh bara yang siap melahap apa saja. "Tugas ini... aku serahkan padamu dan Kaiden. Kau punya jaringan informasi Cendekia Medika. Kaiden, kau bahkan bisa menemukan alamat KTP cacing di kebun rumah Bima, jika dia pun

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 166: Titik Lemah Sang Batang Penyangga

    Apartemen mewah Kaiden membungkus keheningan malam Jakarta dengan atmosfer yang dingin dan penuh perhitungan. Aroma kopi espresso dan sedikit bau tembakau halus melayang tipis di udara, berpadu dengan ketegangan yang menyesakkan. Kevin Abimanyu Wisesa duduk di salah satu sofa kulit hitam, tatapan matanya tajam dan dipenuhi amarah yang membeku. Kekalahan di Cirebon, penipuan terang-terangan yang telah ia saksikan, serta tamparan tegas dari ayahnya, kini telah mengikis sisa-sisa idealismenya. Sosok Kevin yang dikenal kini lebih gelap, diselimuti dendam. Vito dan Gerald duduk di seberangnya, mendukungnya dalam keheningan yang penuh waspada. Sementara itu, Kaiden, yang selama ini memainkan peran pengamat netral yang dingin, kini perlahan menyingkapkan motif aslinya—ia bukan hanya sekutu, tetapi seorang manipulator cerdik yang setia kepada Surya Baskara Hardiwan."Kita tidak punya waktu untuk diliputi emosi sesaat, Kevin," ujar Kaiden, suaranya sedingin es yang mengiris, memecah keheningan

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 165: Dendam Lama dan Prioritas yang Sebenarnya

    PLAK!Pipi Kevin Abimanyu Wisesa berdenyut panas, namun entah dari mana kekuatan itu datang, ia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Matanya yang gelap memancarkan kemarahan, lurus menembus tatapan ayahnya, Gabriel Irawan Wisesa. Ia hanya mengatupkan rahang, mengusap pipinya sekilas dengan ibu jari yang gemetar. Mama Riana yang berdiri di ambang pintu sudah terisak-isak, memanggil namanya dengan suara parau, namun Kevin tak menoleh. Dengan punggung lurus dan kepala terangkat tinggi, Kevin berbalik. Langkah kakinya yang berat terdengar memenuhi rumah besar itu, seolah setiap jejak kakinya adalah protes bisu, meninggalkan orang tuanya tenggelam dalam amarah yang mendidih.Kepergian Kevin, bukannya meredakan suasana, justru seperti memicu bom waktu yang sedari tadi tergantung di udara."Kau lihat, Gabriel?!" teriak Riana, air mata membasahi pipinya yang memerah, nadanya meninggi dengan campuran rasa sakit dan amarah. Ia maju selangkah, menunjuk ke arah pintu yang baru saja dilewati putran

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 164: Tamparan di Meja Makan

    Malam itu, kemegahan rumah besar keluarga Wisesa di bilangan elit Jakarta terasa menyesakkan. Langit-langit tinggi, lampu kristal gantung yang mewah, bahkan wangi karbol pembersih yang selalu semerbak, semuanya terasa terlalu formal dan berat untuk Kevin Abimanyu Wisesa yang baru saja tiba. Kondisinya acak-acakan; bajunya kotor dengan noda samar, rambutnya sedikit lepek dan tidak tertata rapi, dan wajahnya menyiratkan lelah yang mendalam, juga luka di hatinya yang baru. Kakinya yang diseret menyisakan langkah-langkah berat di lantai marmer, menandakan betapa rapuhnya ia saat ini.Tapi sepertinya, sambutan hangat adalah kemewahan yang tidak bisa didapatnya. Begitu masuk ke ruang keluarga, Kevin langsung diserbu suasana tegang. Di sana sudah duduk Papa Gabriel, Mama Riana, dan kakaknya, Darren. Wajah mereka membeku, dengan tatapan mengarah padanya seperti laser. Gabriel menatapnya tajam dari balik kacamata bacanya, sementara Riana sesekali menunduk, seperti berusaha menahan luapan emosi

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 163: Duo Tornado yang Licik

    Udara di Cirebon seakan ikut-ikutan mendidih. Dr. Surya Baskara Hardiwan meninggalkan pertemuan di rumah dinas Lidya bukan cuma dengan kesal, tapi dengan amarah yang benar-benar membara, membakar habis kesabaran dan harga dirinya. Hatinya hancur, terbagi antara rasa dikhianati dan dihina di depan mata. Jakarta? Bukan sekarang tujuannya. Kaki jenjangnya malah melangkah, atau lebih tepatnya menggerus aspal, menuju rumah sewa mewah milik Alvin yang sekarang kosong melompong. Tempat itu sunyi, sepi, ideal buat menyusun serangan balik, kalau bisa.Dia berjalan mondar-mandir di ruang makan yang super mewah itu, karpet Persia di bawah sepatunya terasa empuk tapi tidak cukup menenangkan gelora di dadanya. Setiap perkataan Dr. Alvin Mahawira, tiap alasan, tiap pembelaan untuk Bima tadi terasa seperti jeruji besi yang kokoh, mengunci semua peluangnya rapat-rapat. Dia merasa terperangkap. Semua jalan buntu."Tidak! Ini tidak boleh!" bentak Surya kesal. Tangan terkepal kuat, kemudian tendangannya

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 162: Justifikasi Gawat Darurat

    Pagi hari di Cirebon, seharusnya sejuk dan menenangkan, malah terasa panas membara, diselimuti kemarahan dan ketegangan yang menyesakkan. Suhu dingin di luar tidak ada apa-apanya dibanding hawa panas di ruang tamu rumah dinas Lidya Paramitha Wardhana yang sekarang kondisinya sudah amburadul. Bekas-bekas pertarungan semalam masih terlihat jelas, pecahan kaca entah dari mana, bantal-bantal berserakan, dan kursi-kursi yang bergeser dari tempatnya.Di tengah kekacauan itu, Dr. Leo Bima Adnyana, Dr. Alvin Mahawira, Dr. Surya Baskara Hardiwan, dan Kevin Abimanyu Wisesa berdiri, suasana di antara mereka bagai medan perang yang siap meledak. Bima, meskipun jelas sekali terlihat lelah, sorot matanya kini dominan, penuh kemenangan sekaligus ancaman yang tertahan. Ia memang kelelahan setelah kejadian semalam, tapi energi amarahnya seperti terisi penuh kembali. Sementara itu, Alvin berdiri di sampingnya, tegak dan kalem, persis seperti perisai yang siap menghalau setiap serangan verbal yang datan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status