แชร์

Bab 195: Garis Merah yang Menghakimi

ผู้เขียน: Alexa Ayang
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-12-24 08:00:49

Napas Lidya tersengal, dadanya naik-turun seperti habis lari maraton, padahal ia hanya berjalan beberapa langkah dari kamar mandi ke meja di ruang tamu. Tangannya gemetar parah, nyaris tak sanggup lagi menggenggam benda plastik mungil itu. Pelan-pelan, seperti meletakkan bom yang bisa meledak kapan saja, ia menaruh test pack itu di atas meja kayu di hadapan Alvin. Di sana, dengan jelas dan tak terbantahkan, terlihat dua garis merah yang kontras. Jelas sekali. Sangat jelas.

Alvin menutup mata sesaat, hanya sebentar, mungkin tak lebih dari tiga detik, tapi bagi Lidya, itu terasa seperti keabadian. Otaknya, otak seorang dokter yang terbiasa menghadapi berbagai situasi krisis, langsung bekerja. Dia tahu persis, tanpa perlu diucapkan, apa arti dua garis itu. Hasilnya positif. Pertanyaannya sekarang, ini adalah "milik" siapa? Terlambat lima minggu. Lidya bilang sendiri terakhir dia menstruasi. Jika dihitung dari situ, usia kehamilan ini secara matematis memang berada tepat di zona

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 196: Siasat di Balik Pintu Wisesa

    Keheningan yang mencekam menggantung pekat di ruang tamu utama Kediaman Wisesa. Kemewahan ukiran jati yang mendominasi, permadani Persia nan mahal yang melapisi lantai, dan lampu kristal Bohemian yang memancarkan cahaya remang, semuanya gagal melarutkan ketegangan yang mengudara di antara penghuni dan tamu terhormat mereka.Gabriel Dewaraja Wisesa, dengan raut wajah keras yang menggambarkan tekanan berat, duduk bersisian dengan istrinya, Riana Irwanto Wisesa, yang gestur tubuhnya tampak gelisah dan sarat akan kekhawatiran. Di sisi kanan mereka, putra-putra mereka, Darren Ardyawan Wisesa dan Kevin Abimanyu Wisesa, masing-masing dengan ekspresi berbeda—Darren lebih condong pada analisis tajam, Kevin dengan kemarahan yang membara—ikut menyimak diskusi krusial yang akan menentukan nasib keluarga Wisesa dan Cendekia Medika.Di hadapan mereka, duduk tegap seorang figur yang baru saja direkrut sebagai garda hukum terbaru mereka: Rudolf Susanto, S.H., LL.M., seoran

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 195: Garis Merah yang Menghakimi

    Napas Lidya tersengal, dadanya naik-turun seperti habis lari maraton, padahal ia hanya berjalan beberapa langkah dari kamar mandi ke meja di ruang tamu. Tangannya gemetar parah, nyaris tak sanggup lagi menggenggam benda plastik mungil itu. Pelan-pelan, seperti meletakkan bom yang bisa meledak kapan saja, ia menaruh test pack itu di atas meja kayu di hadapan Alvin. Di sana, dengan jelas dan tak terbantahkan, terlihat dua garis merah yang kontras. Jelas sekali. Sangat jelas.Alvin menutup mata sesaat, hanya sebentar, mungkin tak lebih dari tiga detik, tapi bagi Lidya, itu terasa seperti keabadian. Otaknya, otak seorang dokter yang terbiasa menghadapi berbagai situasi krisis, langsung bekerja. Dia tahu persis, tanpa perlu diucapkan, apa arti dua garis itu. Hasilnya positif. Pertanyaannya sekarang, ini adalah "milik" siapa? Terlambat lima minggu. Lidya bilang sendiri terakhir dia menstruasi. Jika dihitung dari situ, usia kehamilan ini secara matematis memang berada tepat di zona

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 194: Firasat dan Garis Merah

    Rapat strategi besar barusan bareng Bima sukses banget. Segala rencananya rapi, jalur hukum udah dibikin sejelas mungkin, intinya nggak ada celah buat lawan berdalih lagi. Dr. Alvin Mahawira mestinya merasa puas. Tapi, kenapa ya, ada ganjalan aneh di hatinya? Seperti ada bug kecil yang nggak sengaja terlewat dari perhitungan serumit apa pun. Entah itu kekhawatiran soal Surya, si Kevin yang ngeselin itu, atau para residen yang jelas-jelas udah pasang muka dendam kesumat. Semua itu ada, iya. Tapi bukan itu. Perasaan itu fokus ke satu orang saja.Lidya. Paramitha. Wardhana."Gila, kenapa harus mikirin dia?" gumam Alvin sendiri di depan kemudi mobilnya. "Urusan Bima kan urusan Lidya juga. Otomatis aman dong kalau rencana gue mulus?"Nggak, hatinya nggak bisa dibujuk semudah itu. Otak logis Alvin Mahawira memang mengatakan aman, tapi firasatnya berteriak kencang: Bahaya. Alvin harus memastikan Lidya baik-baik saja, tidak ada intimidasi, tidak ada tekanan yang lebih dari yang sudah ia tangg

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 193: Strategi Pengorbanan

    Begitu rekaman pengakuan dari balik pintu tersembunyi itu berhenti berputar, suasana ruangan VIP di lantai tiga rumah sakit itu langsung diselimuti keheningan yang tebal. Bukan hening yang nyaman, tapi hening yang menusuk, penuh beban.Monitor televisi yang tadinya memancarkan citra suram, kini hanya menampilkan layar hitam, seperti lambang akhir dari satu drama dan awal dari drama lain yang lebih rumit. Alvin tidak bergerak dari posisinya, pandangannya tertuju lurus pada Bima. Tak ada lagi kekesalan, kemarahan, atau cemburu yang menguap di matanya. Hanya kejernihan, fokus total pada prioritas. Kali ini, semua ego pribadi dibuang jauh-jauh, demi organisasi Cendekia Medika yang mereka bangun susah payah bersama.Dr. Asri di sudut ruangan hanya bisa menghela napas, kepalanya sedikit menggeleng. Ia bisa merasakan gravitasi keputusan yang sebentar lagi akan diambil. Terdengar Bima bergerak, kursi kulitnya sedikit berderit. Ia terlihat sangat kecil di tengah kursi mewah itu, bahunya sediki

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 192: Dilema Sang Direktur Utama

    Hening di antara gemuruh kekalutan Bima. Dr. Leo Bima Adnyana duduk tegak, namun seluruh ototnya terasa seperti kain lap yang baru saja diperas sekuat tenaga. Wajahnya yang biasa tegap dan berwibawa kini terlihat kacau balau, dihiasi kantung mata hitam yang tebal dan gurat keputusasaan yang tidak bisa ia sembunyikan lagi dari tatapan ibunya. Dr. Asri Hartanto, di seberangnya, menatap sang putra dengan sorot mata lembut, penuh kekhawatiran seorang ibu yang melihat anaknya terhuyung-huyung di ambang jurang. Aroma teh melati yang mengepul tipis dari cangkir di antara mereka sama sekali tidak membantu meredakan ketegangan yang menyesakkan."Jadi... bercerai dengan Lidya?" Suara Asri tenang, tapi ada penekanan di setiap suku kata. Seolah ingin memastikan bahwa telinganya tidak salah dengar.Bima mengangguk pelan, matanya jatuh menatap motif keramik lantai yang terasa tiba-tiba jadi begitu menarik. Sebuah tempat kosong yang seakan memproyeksikan kekosongan dalam dirinya. "Ya, Ma." Suaranya

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 191 Target Salah

    Di lantai apartemen yang dingin, aura intimidasi Alvin terasa tebal. Bukan hanya karena tatapan matanya yang membunuh, tapi juga efek dari cairan kimia yang sengaja Kaiden dan Vito pakai untuk Alvin. Ironisnya, kini cairan itu malah berbalik menyiksa mereka. Zat perangsang, plus sedikit ramuan lain buatan Alvin sendiri, membakar tubuh kedua residen itu. Keringat bercucuran deras, napas mereka terengah-engah, dan pertahanan mental mereka benar-benar runtuh, membuat mereka jadi sasaran empuk untuk Alvin 'mengorek' informasi.Alvin berdiri tegak di hadapan mereka, melipat tangan di dada. Raut mukanya datar, tapi suaranya dipenuhi ancaman yang tak terbantahkan. "Jadi... kalian pikir kalian bisa bikin aku main-main kayak gini? Heh, rencana yang lumayan cerdik, jujur aja. Tapi ada yang bilang pepatah, di atas langit masih ada langit. Jadi, siapa yang nyuruh kalian menjebakku dengan Lidya?" Alvin memberi jeda, memastikan tiap katanya meresap. "Surya? Keluarga Wisesa? Atau ini murni cuma upay

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status