Zizan mengecek jam tangan mahalnya, hadiah yang ia dapatkan atas kontribusi yang ia berikan pada Damian selama satu tahun terakhir. Ia kemudian memasang sabuk pengaman dan menghidupkan mesin mobil. Namun, ia seperti tengah menunggu sesuatu.Selang beberapa menit, sebuah mobil keluar dari area parkir bawah tanah gedung Wiratama Group. Zizan kemudian mengikuti mobil tersebut, seperti hari-hari sebelumnya. Setelah Nayra menghilang dan ia pulih, Damian menugaskannya untuk mengawasi Julian. Dan karena sudah terbiasa, Zizan bisa tahu kapan tepatnya Julian meninggalkan kantor dan apa saja yang dilakukan oleh Julian setelahnya.Zizan berhenti di depan swalayan, ia tak perlu turun karena Julian akan keluar beberapa saat kemudian. Bahkan Zizan tahu jika Julian sudah menjadi langganan tetap di sana.Dari swalayan, Julian langsung pulang dan seperti itu seterusnya hingga Zizan merasa bosan. Helaan napas itu kembali keluar dari mulutnya."Bu Bos sebenarnya pergi ke mana sih? Harus sampai kapan gue
Veronica mendobrak pintu rumah Damian. Datang dengan amarah yang membuncah. Mengabaikan Suganda yang ada di sana, pandangan Veronica hanya tertuju pada Damian yang kemudian beranjak berdiri dengan tenang."Keparat kamu!"Veronica berniat menampar wajah Damian, tapi Damian tak memberi izin."Kamu membuat anak saya cacat! Kamu pikir saya akan membiarkan kamu begitu saja! Kamu harus berakhir lebih buruk dari anak saya!"Veronica menepis tangan Damian dan hendak kembali melayangkan tamparan. Tapi Suganda menarik bahunya dan justru menamparnya, membuatnya terperangah untuk sesaat."Mas! Kamu malah mukul aku? Julian anak kita, anak kamu! Sekarang dia di rumah sakit. Dokter mengatakan dia akan cacat seumur hidupnya dan itu karena bajingan ini!""Tutup mulut kamu!" hardik Suganda.Veronica kembali terperangah hingga suaranya melemah."Mas?""Kamu wanita iblis! Saya kehilangan semuanya akibat jatuh hati pada wanita iblis seperti kamu!"Veronica tampak bingung, tapi sesaat kemudian ia memahami
Tengah malam itu Damian dan Haedar tiba di rumah yang sempat didatangi oleh Nayra sebelum menghilang. Akan tetapi rumah itu dalam keadaan gelap gulita."Rumah kosong," gumam 0 listrik di sana masih terhubung.Prang!!!Haedar buru-buru kembali ke depan setelah mendengar suara pecahan kaca. Ia menatap tak percaya saat menemukan Damian merusak rumah orang sesuka hatinya."Orang gila," gumam Haedar.Damian masuk melalui jendela dan Haedar pun menyusul. Damian mengeluarkan ponselnya dan menghidupkan senter, sesaat kemudian lampu menyala dan Haedar mendekati Damian."Ini ilegal," ujar Haedar."Saya tidak meminta kamu untuk masuk," sahut Damian tak acuh.Haedar langsung membuang muka.Damian kemudian mengambil langkah, berniat memeriksa lantai dua. Sementara Haedar menyusuri lantai satu. Seolah yakin bahwa tak ada siapapun yang menghuni rumah itu. Ketika Damian memeriksa setiap ruangan di lantai dua, langkah Haedar terhenti di dapur. Ia memeriksa perabotan yang ada di rumah itu dan menemukan
Mobil Damian memasuki halaman rumah, tapi kala itu ia menyadari jika mobil Nayra tidak ada. Pak Diddy membuka pintu, Damian keluar dari mobil seraya menghubungi ponsel Zizan. Panggilan berdering, tapi hingga peringatan dari operator terdengar, tak ada yang menerima panggilan itu."Zizan di mana?" tegur Damian pada Pak Diddy."Terakhir saya bertemu Zizan itu tadi pagi, Tuan."Damian kemudian berganti menghubungi Nayra, tapi ponsel Nayra mati. Damian lantas kembali menghubungi Zizan, tapi ponselnya sudah dimatikan. Hal itu tentunya memicu kecurigaan Damian. Kembali menghubungi seseorang, kali ini Damian menghubungi Haedar. Kala itu sebuah panggilan masuk ke ponsel Pak Diddy."Cari tahu di mana istri saya!""Tuan," tegur Pak Diddy."Zizan ada di rumah sakit," lanjut Pak Diddy.Tanpa pikir panjang, Damian kembali ke mobil. Begitupun dengan Pak Diddy.•••••Pak Diddy menghampiri Damian yang kala itu berada di ruang tunggu di depan ruang ICU di mana Zizan mendapatkan perawatan."Apa yang me
Haedar memasuki ruangan Damian setelah sebelumnya mendapatkan perintah untuk datang ke kantor. Satu hal yang ada dalam pikiran Haedar saat ini, dia mungkin akan dipukuli lagi dan masuk rumah sakit lagi. Akan tetapi keberadaan Nayra di sana cukup mengejutkan bagi Haedar. "Dia mau lihat gue mati digebukin suaminya?" ujar Haedar dalam hati, ia tersenyum tak percaya. Berpikir jika Nayra mengadu dan Damian akan membantainya hari ini. "Kamu ingin duduk atau berdiri, lakukan sesuka kamu," tegur Damian yang duduk dengan angkuh di samping Nayra. "Ada perlu apa?" sahut Haedar, terlihat tak acuh. Karena Haedar tak ingin duduk, Nayra lantas berdiri dan berbicara. "Saya yang memiliki keperluan dengan kamu." Sebelah alis Haedar terangkat. "Kamu mau apa lagi?" gumamnya dalam hati. "Saya ingin minta maaf," ujar Nayra. Haedar tertegun, terpaku memandang Nayra. Merasa telinganya tak berfungsi dengan baik. "Sikap saya kemarin sangat keterlaluan, saya minta maaf." Haedar menjatuhkan pandanganny
Nayra memasuki ruang kerja Damian saat pria itu tengah berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon."Saya mengerti." Kalimat terakhir yang bisa didengar oleh Nayra sebelum Damian mengakhiri pembicaraan.Nayra mendekat, menarik atensi Damian."Perlu bicara sesuatu?" tegur Damian.Nayra mengangguk, tampak ragu."Kamu bisa bicara sekarang.""Kamu udah tahu soal Haedar Ibrahim." Nayra memberikan jeda yang cukup panjang guna menekan perasaan gugupnya."Tapi kamu justru nggak pernah mengatakan apapun tentang orang itu," lanjut Nayra."Saya mendengar itu dari mama."Nayra mengangguk. "Tadi... saya menemui Haedar."Damian tak kaget, ia bisa menduga setelah mendapatkan kabar dari sang ibu mertua bahwa Nayra sudah tahu masa lalu si Agen 1."Lalu?""Semua kenangan saya, semua ingatan saya tentang orang itu nggak tersisa sedikitpun. Tapi ucapan saya tadi seperti agak kasar. Kalau kamu kasih izin, saya ingin menemui Haedar sekali lagi."Damian mendekat, berdiri tepat di hadapan Nayra. "Se
Nadine kembali ke ruangannya setelah melakukan aktivitas di luar kantor. Tapi saat ia kembali, sudah ada Nayra yang menunggunya."Nayra, kamu di sini?"Nayra bergeming, wajahnya terlihat tak ramah."Kamu ada perlu sama mama?""Mama duduk dulu," sahut Nayra, terdengar dingin.Nadine lantas duduk berhadapan dengan putrinya. Hanya melihat wajah Nayra, Nadine merasa bahwa ada masalah yang cukup serius."Kamu mau bicara apa?""Haedar Ibrahim, jelasin semuanya ke aku, Ma."Nadine langsung memalingkan wajah, terlihat tak nyaman untuk melanjutkan pembicaraan."Aku udah ketemu dengan orang itu, dia mengaku sebagai anak dari orang yang udah bunuh papa. Tapi aku nggak punya ingatan apapun tentang orang itu. Karena sekarang aku udah tahu, nggak ada yang perlu mama tutupi dari aku. Aku minta ke Mama, tolong jujur. Aku berhak tahu."Nadine mengambil napas dalam dan menghembuskannya dengan pelan. "Nayra... sekarang kamu sudah berkeluarga, mama rasa akan lebih baik kamu nggak tahu lebih banyak lagi.
Zizan menyambut Nayra dengan senyuman lebarnya yang secerah langit pagi itu."Halo, Bu Bos. Sehat? Udah tiga hari saya dianggurin.""Memang kerjaan kamu cuma ngintilin saya?" Nayra sedikit mencibir."Ya, kan memang saya dibayar buat ngintilin Bu Bos. Kalau Bu Bos nggak kemana-mana, saya jadi pengangguran."Nayra tersenyum tipis. "Ketahuan banget kalau jomblo."Zizan memberikan tatapan sinis dan berucap, "jomblo gini-gini juga banyak yang ngantri.""Terserah kamu aja."Zizan tersenyum simpul dan langsung membukakan pintu untuk Nayra."Langsung ngantor, kan, Bu Bos?""Iya.""Siappp!"Zizan bergegas membawa ke tempat tujuan. Terlihat suasana hati Nayra yang sangat baik hingga Zizan kerap ikut tersenyum kecil."Kayaknya Bu Bos lagi seneng banget, udah baikan sama Big Bos ya?"Nayra menatap penuh selidik. "Memangnya kapan saya sama suami saya berantem?""Big Bos kalau lagi marah itu jelas banget. Nggak usah banyak omong, dari matanya aja udah kelihatan kayak mau makan orang."Nayra mengang
Tiga hari berlalu, baik Nayra maupun Damian belum ada yang meninggalkan rumah. Dan selama tiga hari pula, tak ada pembicaraan di antara mereka. Damian hanya akan berbicara untuk menyuruh atau melarang Nayra, sedangkan Nayra tetap bertahan dengan hubungan dingin mereka tanpa ada niatan untuk menjelaskan situasi yang terjadi. Nayra berpikir Damian akan menegurnya dengan keras, tapi laki-laki itu justru diam dan bersikap dingin. Malam itu sebuah panggilan datang dari Nadine ketika Nayra tengah berada di kamar. "Halo, Ma." "Nayra, kamu sama suami kamu nggak ke kantor lagi?" Nayra terdiam sejenak, ia bahkan tak bisa memberitahu ibunya tentang situasinya saat ini. "Nggak, Ma. Aku ada di rumah." "Kalian... bertengkar?" Nadine terdengar berhati-hati. "Aku juga nggak tahu," gumam Nayra sembari sekilas menggaruk keningnya. "Maksud kamu apa, Nayra? Bicara yang jelas." Nayra bingung harus menyebut situasinya bagaimana, pada nyatanya tidak ada pertengkaran di antara mereka. "Uda