Beranda / Romansa / Malam yang panas / Bab 43 - Luka Lama, Janji Baru

Share

Bab 43 - Luka Lama, Janji Baru

Penulis: Purple
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-26 18:02:40

Malam itu langit Jakarta mendung. Awan gelap menggantung seakan mencerminkan gumpalan emosi yang tak kunjung reda di dada Reza. Ia berdiri di depan jendela apartemennya, menatap lampu kota yang berpendar temaram. Di balik pantulan kaca, wajahnya terlihat lelah—bukan karena kurang tidur, tapi karena hati yang tak pernah benar-benar tenang sejak Nadia kembali.

Telepon genggamnya diam, tak ada notifikasi darinya sejak siang tadi. Sejak Nadia pergi setelah pertengkaran kecil yang tak seharusnya membesar. Reza menghela napas berat. Ia tahu, luka lama mereka masih berdenyut, meski dibungkus dengan kata-kata manis dan pelukan hangat. Tapi cinta mereka juga belum padam. Justru karena cinta itu masih ada, konflik terus meletup.

Di sisi lain kota, Nadia berdiri di depan cermin besar di kamar hotel tempat ia menginap malam itu. Matanya sembab. Ia baru selesai menangis, lagi. Dalam pelukannya, bantal terasa dingin dan asing. Tapi bukan itu yang membuat dadanya sesak. Ia b
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Malam yang panas   Bab 46 - Luka yang Tak Terucap

    Senja menyelimuti Jakarta dalam warna jingga yang temaram. Jalanan yang ramai mulai dipenuhi lampu kendaraan, dan suara klakson bersahutan seperti irama tak beraturan dari sebuah kota yang tak pernah benar-benar tidur. Di salah satu apartemen mewah di kawasan pusat, Nadia berdiri di depan jendela kaca yang membentang dari lantai ke langit-langit. Tangan kirinya menggenggam secangkir teh yang sudah mendingin, sedangkan matanya menerawang jauh, menatap kekosongan yang hanya bisa dirasakan oleh hati yang terluka.Sudah tiga hari sejak pertengkaran hebat itu. Tiga hari sejak Reza menggebrak meja, meninggalkan apartemen dengan wajah penuh amarah—dan mata yang merah karena air mata yang ditahan. Nadia tak menyangka ucapannya waktu itu akan melukai sebesar itu. Ia hanya ingin jujur, hanya ingin menunjukkan bahwa dirinya bukan boneka dalam cerita cinta Reza.Namun cinta tak pernah sesederhana itu.Telepon genggamnya bergetar di atas meja. Nama “Reza” menyala di layar, membuat dadanya berdesir

  • Malam yang panas   Bab 45 - Bayang - Bayang yang Belum Pergi

    Senja belum benar-benar tenggelam saat Reza berdiri di tepi balkon apartemen Nadia. Angin sore mengusik kerah kemejanya, tetapi pikirannya jauh lebih kacau dari udara yang berembus pelan. Di dalam, Nadia sedang menuangkan teh ke dalam dua cangkir, mencoba meredakan ketegangan yang menggantung di antara mereka sejak sore tadi."Aku tahu kamu belum sepenuhnya memaafkan aku," ucap Reza pelan saat Nadia menyusulnya dengan dua cangkir teh hangat.Nadia tak langsung menjawab. Ia menyandarkan punggungnya ke dinding balkon, menatap langit yang perlahan berubah biru kehitaman. "Maaf bukan soal kata-kata, Reza. Ini tentang rasa yang luka, dan waktu yang belum bisa menyembuhkan segalanya."Reza menunduk, tangannya menggenggam cangkir seolah itu jangkar agar ia tetap kuat berdiri. "Tapi aku ada di sini sekarang, berjuang untuk memperbaiki semuanya. Haruskah masa lalu terus membayangi kita?"Nadia menghela napas. "Bukan tentang masa lalu yang mengejar, Reza. Ini tentang ketakutan masa depan. Aku t

  • Malam yang panas   Bab 44 - Luka yang Tak Terucap

    Malam itu, langit di atas Jakarta tampak pekat, seolah turut menampung segala beban yang belum sempat diucapkan. Di dalam apartemen Reza yang berada di lantai atas, suara hujan yang menghantam jendela besar mengiringi keheningan antara dua insan yang saling mencinta namun tak tahu harus bagaimana melangkah.Nadia duduk di tepi ranjang, menatap jendela dengan sorot mata yang jauh. Rambutnya masih basah karena hujan yang sempat membasahi tubuhnya saat ia nekat datang ke tempat ini. Reza berdiri tak jauh darinya, memunggungi wanita yang begitu ia rindukan namun juga telah begitu banyak ia lukai.“Kenapa kamu diam saja?” tanya Nadia lirih, hampir tak terdengar jika bukan karena kesunyian yang menggantung di antara mereka.Reza menarik napas panjang. “Karena aku tak tahu harus mulai dari mana.”Nadia menoleh, sorot matanya tajam, namun juga penuh luka. “Dari awal pun kamu tak pernah tahu harus mulai dari mana, Reza. Tapi kamu selalu tahu bagaimana cara mengakhirinya.”Kata-kata itu seperti

  • Malam yang panas   Bab 43 - Luka Lama, Janji Baru

    Malam itu langit Jakarta mendung. Awan gelap menggantung seakan mencerminkan gumpalan emosi yang tak kunjung reda di dada Reza. Ia berdiri di depan jendela apartemennya, menatap lampu kota yang berpendar temaram. Di balik pantulan kaca, wajahnya terlihat lelah—bukan karena kurang tidur, tapi karena hati yang tak pernah benar-benar tenang sejak Nadia kembali.Telepon genggamnya diam, tak ada notifikasi darinya sejak siang tadi. Sejak Nadia pergi setelah pertengkaran kecil yang tak seharusnya membesar. Reza menghela napas berat. Ia tahu, luka lama mereka masih berdenyut, meski dibungkus dengan kata-kata manis dan pelukan hangat. Tapi cinta mereka juga belum padam. Justru karena cinta itu masih ada, konflik terus meletup.Di sisi lain kota, Nadia berdiri di depan cermin besar di kamar hotel tempat ia menginap malam itu. Matanya sembab. Ia baru selesai menangis, lagi. Dalam pelukannya, bantal terasa dingin dan asing. Tapi bukan itu yang membuat dadanya sesak. Ia b

  • Malam yang panas   Bab 42 - Rasa yang Tak Terucap

    Reza menatap langit malam dari balkon apartemennya. Kilatan lampu kota Jakarta memantul di kaca matanya yang kosong. Nadia sudah tertidur di dalam, kepalanya bersandar di dada Reza beberapa jam sebelumnya, namun kini ia sendiri. Sepi itu kembali datang meski pelukan hangat masih terasa di kulitnya.Pikirannya melayang pada semua yang telah mereka lalui. Amarah, luka, ciuman penuh rindu, dan pelukan yang sempat membuat dunia terasa tenang. Tapi ia tahu, tak ada ketenangan abadi bila hati masih menyimpan ganjalan. Dan malam ini, Reza ingin menyelesaikan semua itu. Ia ingin memastikan bahwa cinta mereka bukan sekadar pelarian, bukan sekadar hasrat yang meledak karena kesepian.Ia kembali masuk ke kamar, menatap wajah Nadia yang tertidur tenang. Cahaya lampu meja menyorot lembut kulit pucat gadis itu. Dengan perlahan, Reza duduk di tepi ranjang dan menyentuh tangan Nadia. Gadis itu menggeliat pelan dan membuka mata."Kamu nggak tidur?" suaranya serak dan lembu

  • Malam yang panas   Bab 41 - Dalam Diam yang Bergema

    Angin malam menyentuh pipi Nadia saat ia berdiri di balkon apartemen Reza. Sudah hampir satu jam ia berdiri di sana, memandangi kerlip lampu kota yang tak henti berdenyut. Di dalam hatinya, denyut itu tak seindah kelap-kelip cahaya. Ada sesuatu yang jauh lebih gelap, lebih dalam, dan lebih menyakitkan.Reza memerhatikannya dari balik pintu kaca, tak sanggup lagi berkata apa pun. Pertengkaran terakhir mereka membuat jarak yang selama ini perlahan terhapus, kembali terbentang.“Aku hanya ingin kau jujur, Reza,” ucap Nadia perlahan, tanpa menoleh. “Bukan tentang dia, bukan tentang masa lalu. Tapi tentang kita. Tentang apa yang sebenarnya kau inginkan dariku.”Reza menghela napas. “Kau tahu apa yang kuinginkan, Nad. Aku ingin kau di sisiku. Selalu.”“Kalau begitu kenapa kau masih menyimpan kebohongan?” Nada suaranya tetap tenang, tapi tajam seperti silet.Reza berjalan pelan ke arahnya. Ia berdiri di belakang Nadia, cukup dekat hingga bisa me

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status