"Aku sudah coba untuk ngobrol dengan mama tapi dia terus menolak apa yang udah aku pertahankan Claire..."
"Terus? Kamu nyerah?" Jujur aja aku sudah gak punya tenaga bahkan untuk bicara kepada Randi sedikitpun."Gak, aku gak nyerah. Aku lagi berusaha untuk ambil hati mama buat kamu. Kamu bisa bantu aku juga?""Bantu yang kaya gimana lagi? Aku harus apalagi supaya dapat hati mama kamu Ran....""Saranku sih kamu coba berhenti kerja dan full time di rumah supaya sering bagi waktu untuk mama dan papa..." Ucapnya tanpa peduli dengan pertimbangan apapun."Kamu gak salah?" Aku masih coba bertahan untuk tidak mengumbar amarahku di depannya. Aku masih melihat seberapa pantas aku diperjuangkan olehnya."Ya enggak dong sayang. Kita coba satu per satu caranya supaya kamu tuh bisa akrab sama mama. Bisa kan?""Tapi aku gak tau harus apa kalo di rumah tuh Ran..." Aku mendengus kesal."Ya kamu pasti bisa lah, browsing dulu aja caranya gimana entar di rumah kan tinggal kamu terapin aja. Pasti deh mama tuh luluh jugaaa....." Pria ini terus meyakinkanku."Kalo ternyata gak berhasil?""Sayang, jangan mikir kesana dulu. Pokoknya sekarang kamu harus yakin kalo kamu bisa, titik.""Udah ah, aku mau keluar bentar ketemu Arsy.." Ia mengambil kunci mobil di atas laci ujung sana sementara aku masih berada di atas kasur yang terus berpikir apakah harus nyerah atau bertahan dengan kondisi yang makin kejepit ini...."Kamu mau ngapain?" Tanyaku."Ya bahas perusahaan.""Oh yaudah hati hati...""Sama bahas kamu juga sih...." Ia berbicara pelan dan langsung meninggalkanku.*****"Gue harus apa ya. Kalo gue cuma diam di kamar doang ya sama aja gue nyerah..." Aku masih bolak balik memikirkan bagaimana bisa dapat kebaikan Airin.Setelah mempertimbangkan banyak hal, aku memutuskan untuk turun dari kasur dan beranjak keluar karna aku yakin dia pasti ada di ruang tengah dengan Roger.Sialnya pada saat turun dari anak tangga, terdapat beberapa orang yang menegurku dan melihatku dengan sinis."Mending Natalie yaaa, kok bisa sih jeng lo nerima yang begini.....""Buset itu baju gak ada merknya, gimana sih kamu jadi mertua kok menantunya gak dibeliin barang branded....""Serius itu menantu lo? Kok kaya pembantu......"Begitu banyak pandangan sinis dan omongan tajam yang menyerangku padahal sama sekali aku belum berbicara sepatah kata apapun. Sementara Airin melihatku tajam, arah tangannya seolah mengusirku, wajah bengisnya dan rona pipinya yang merah padam jelas saja menandakan ia begitu benci kepadaku."Hei ngapain cuma berdiri doang. Sini dong gabung sama kita, kan kamu juga udah jadi bagian keluarga jeng Airin...." Ucap salah satu komplotannya.Rumah yang tadi sepi seketika rame ini pun membuatku teringat dengan ucapan Mba Asha tentang ritual mereka."Apa jangan-jangan kali ini giliran aku...." Batinku, nyaliku ciut seketika.Aku masih berdiri di tempat yang sama namun kali ini ku coba melebarkan sedikit bibirku dan tersenyum kepada mereka. Aku melangkah pelan-pelan menuju lingkaran mereka."Gue udah gila ini, menyerahkan diri...." Batinku. Namun terus ku melangkah sisa anak tangga dan sampailah pada anak tangga terakhir sebelum ke lantai bawah."kring.... kring... kring...."Ponsel yang berada ditanganku berdering.Aku menghentikan kembali langkahku untuk melihat siapa yang menghubungi."Halo....""Sorry sayang, aku lupa ngasih tau jangan turun ke ruang tengah ya. Mama lagi ada acara tuh...""Sayangnya aku sudah ada di depan mereka Ran....""Eh kamu ngapain disanaaaaaa????!!!!" Randi membentakku. Baru pertama kalinya ia membentakku seperti ini....Aku langsung mematikan ponselnya."Kok bajunya lusuh banget. Nama kamu siapa?" Ucap salah satu teman Airin. Aku langsung melihat baju yang sedang ku pakai. Sebenarnya ya baju pada umumnya saja, entah lusuh dari tampilan mananya yang buat mereka bisa judget gak mendasar"Lusuh gimana te?" Sekali lagi aku masih perhatikan baju yang sedang ku gunakan."Ya masa pake baju tidur sih.... Kamu menantunya atau pembantu?" Ucap yang lainnya. Airin melihat dan ia enggan peduli."Wah Rin ini ya mantu lo. Kalah jauh banget dari Natalie. Kok lo bisa sih ngerestuin? hahahaa..." Mereka sambil makan snack dan minum dengan berdiri."Aku Claire tante.. Aku gak tau juga siapa yang kalian sebutkan dengan istilah Natalie itu. Tapi yang penting saat ini saya adalah istri sahnya Randi..." Aku tersenyum dihadapan mereka meskipun tangan begitu tremor melihat tatapan mereka."Wah punya modal berani juga ni anak..." Mereka pelan-pelan kumpul dan membicarakanku. Aku masih terus menatap mereka."Kamu mau apa kesini?" Airin menghampiri dan menarik tanganku."Ma sakit....." Aku berusaha melepaskan cengkraman tangannya.Ia membawaku ke tepi kolam renang."Lo tau kan lo tu siapa? Lo juga tau kan apa perjanjiannya???" Airin membentakku."Kurang ajar banget! Udah syukur disini lo bisa tinggal dan sekarang berani-beraninya ngerusak acara gue!" Tambahnya lagi."Ma, aku ini menantu mama. Aku perlu juga kenal dengan dunia mama...." Aku coba berbicara dengan pelan."Persetan dengan kenalan!!! Lo bukan menantu gue, dan sampe kapanpun gue gak akan mau anggap lo menantu gue." Balasnya.Jujur, hatiku sakit banget melihatnya membentakku dengan kalimat yang tidak seharusnya ia ucapkan sebagai mertua.Air mataku gak terbendung dan akhirnya membasahi pipiku."Ran, aku mau keluar aja dari rumah ini....."Aku memasuki mobil Randi dengan penuh pertanyaan, mengapa tante Sophia menyebutkan tentang kematian orang tuaku, bukankah sudah jelas mereka kecelakaan? "Claire, pakai seatbeltnya. Kamu kenapa bengong gini?" Randi seolah memperhatikanku dari tadi."Eh maaf..." Tanganku langsung mencari sabuk pengaman itu dan langsung ku tancapkan di penutupnya."Kamu mikirin apa? Harusnya kamu senang dong karna kita mau keluar dari rumah sekarang...""Tante Sophia tadi menyebut tentang orang tuaku...." "Astaga Claire, udah ah jangan dipikirin. Lagian kematian orang tua kamu kan juga sudah lama, apalagi yang mau dibahas?" Randi di sisi yang berbeda dariku.Aku diam, mengabaikan komentarnya."Udah pokoknya kamu jangan mikirin apapun. Aku berjuang sejauh ini untuk kamu...." Tambahnya lagi.Ia mulai menancapkan mobil dari balik basement ini menuju gerbang tinggi yang menutupi rumah megahnya. "Den, maaf gak boleh keluar...." Cegah dua orang satpam yang berada di depan gerbang menghentikan laju mobil kam
"Cle, kamu mau nurut sama aku gak kali ini?" Randi perlahan mendekatiku yang sedang kalut atas paksaan dan rampasan hidup yang dibuat oleh Airin."Mau apa lagi, Mas? Rasanya semua hal yang aku lakuin juga sia-sia. Mama kamu tetap ingin kita cerai. Dengan kamu narik aku kesini, cuma untuk ngulur waktu aja kan? Karena faktanya yang diinginkan mama kamu tuh tetap saja bukan aku...." Aku coba mewaraskan semua hal yang ada di hadapanku. Rasanya air mata pun sudah gak sanggup lagi menetes."Kali ini aja, sayang. Kamu mohon mohon sama mama buat batalin semua keinginannya. Aku juga bakal ngelakuin hal yang sama....""Mas......" Aku mendongakkan kepalaku, sorotan mata kami saling bertemu."Tolong kali ini aja.. Aku mau mempertahankan kita, Claire, dan aku harap kamu juga punya hasrat yang sama....""Gak ada jaminan hati mama terketuk, Mas. Semuanya bakal sia-sia aja...." Aku sudah sampai di titik nyerahku. Rasanya sekarang jika boleh langsung Randi menalakku, aku langsung menerimanya. Luka bat
"Aku udah gak sanggup Ran setiap hari berhadapan dengan berbagai ucapan dari mama kamu..." Aku terisak nangis, seolah semua hal yang ku lakukan selalu salah di matanya."Ya jangan nyerah dong. Katanya kamu cinta sama aku, umur pernikahan kita juga baru banget Cle. Tolong bertahanlah demi kita..." Randi menurunkan egonya."Gimana bisa" aku bertahan, aku tuh udah gak diterima sama keluarga kamu, dan gak akan mungkin diterima...." "Sejak awal juga kan kamu tau gimana kerasnya mereka. Tapi apa, komitmen kamu di awal kan bakal bisa hadapin mereka apapun yang terjadi, kan?" Randi coba menguatkan hatiku yang sudah terlanjur kecewa dan patah dengan perbuatan kedua orang tuanya. Mereka betul-betul menginjak harga diriku di depan koleganya."Kesehatan mental aku yang terganggu kalo terus ada di rumah ini Ran. Mereka selalu bandingin aku dengan Natalie. Siapa sih memangnya Natalie? Kamu sama sekali gak pernah bahas tentang perempuan itu...""Ya karna gak penting, untuk apa aku bahas, sayang?" R
"Aku sudah coba untuk ngobrol dengan mama tapi dia terus menolak apa yang udah aku pertahankan Claire..." "Terus? Kamu nyerah?" Jujur aja aku sudah gak punya tenaga bahkan untuk bicara kepada Randi sedikitpun."Gak, aku gak nyerah. Aku lagi berusaha untuk ambil hati mama buat kamu. Kamu bisa bantu aku juga?" "Bantu yang kaya gimana lagi? Aku harus apalagi supaya dapat hati mama kamu Ran...." "Saranku sih kamu coba berhenti kerja dan full time di rumah supaya sering bagi waktu untuk mama dan papa..." Ucapnya tanpa peduli dengan pertimbangan apapun."Kamu gak salah?" Aku masih coba bertahan untuk tidak mengumbar amarahku di depannya. Aku masih melihat seberapa pantas aku diperjuangkan olehnya."Ya enggak dong sayang. Kita coba satu per satu caranya supaya kamu tuh bisa akrab sama mama. Bisa kan?" "Tapi aku gak tau harus apa kalo di rumah tuh Ran..." Aku mendengus kesal."Ya kamu pasti bisa lah, browsing dulu aja caranya gimana entar di rumah kan tinggal kamu terapin aja. Pasti deh m
"Pa, coba bilangin deh sama si Randi anak kesayangan kamu itu..." Airin ngedumel tak henti-hentinya."Papa juga sudah susah bilanginnya, bahkan kamu juga tau dia masih berani nikahin wanita itu padahal aku lagi serangan..." Roger pun ikut dalam obrolan bersama Airin."Lagian, dia mau apalagi sih dari wanita itu? Cantik? Ya masih banyak wanita lain yang jauh lebih cantik. Pinter? Ya kalo dia pinter mah gak mungkin jadi bawahan gitu. Keturunan? Ya mana bisa hasilnya aja udah jelas-jelas dia mandul, gimana bisa punya keturunan. Yang ada nih ya Pa, kalo sampe orang lain tau udah kita bakal kena malu banget seumur hidup..." Airin terus memanas-manasin Roger. Sebab ia tau suaminya akan lebih cepat bertindak jika dikasih sumbu api dulu untuk meledakkan emosinya.Roger wajahnya sudah merah padam, gempalan di tangannya sudah jelas bahwa ia tidak ingin kejadian yang telah disebutin Airin menjadi kenyataan. Terlebih ia paling benci jika direndahkan oleh orang lain. Dia sangat membencinya."Tapi,
Tatapanku kosong, pikiranku entah campur aduk semuanya. Fokusku tidak lagi tentang orang-orang disekitarku."Claire, kenapa? Randi ada apa?" Tante Alexa yang kian melihat tubuhku terlunglai lemas di kursi roda tak kuasa menahan pertanyaannya pada suamiku.Randi masih mendorong kursi rodaku menggantikan suster. Aku sudah sampai di tepi tempat tidur."Sayang, ayo pindah ke tempat tidur..." Randi pindah posisi disebelahku persis. Aku sama sekali tidak berani menatap wajahnya, jelas saja ekspektasiku mengatakan ia kecewa sebesar-besarnya."Aku bisa sendiri!" Sedikit bentakan dengan penolakan untaian tangan Randi sudah menjadi jawaban atas kegundahanku saat ini.Aku kehilangan semuanya bahkan harapan tetap hidup.****"Randi bisa ngobrol keluar sebentar?" Aku mendengar jelas tante Alexa mengajak Randi untuk membicarakan kondisiku. Aku tidak bergeming, karna saat ini, aku hanya bisa nangis meratapi nasib yang gak tau akan muara kemana.Randi berjalan pelan meninggalkanku, begitu juga tante