Anna membuka matanya, menatap ke sekeliling dirinya masih berada di dalam kamar.
‘Ada apa denganku? Apa aku pingsan tadi?’ batin Anna ingin menyentuh kepalanya yang terasa pening, tapi dia terkejut dan baru menyadari tangannya diikat pada sisi ranjang. Anna lebih terkejut lagi saat melihat apa yang tengah Raka lakukan di dalam kamar di hadapannya. Raka tidak hanya mengikat tangan Anna, pria itu juga menutup mulutnya dengan lakban hingga Anna tak bisa mengeluarkan suara. Dia tidak bisa berbuat apa-apa menyaksikan apa yang dilakukan Raka di hadapannya dengan tatapan jijik. Anna memejamkan matanya, hatinya menahan sakit. Perbuatan Raka sudah sangat kelewatan dan begitu kejam terhadap dirinya. Anna ingin teriak dan lari, tapi dia tak berdaya. Hampir satu jam Anna menahan sedih dan luka yang tak berdarah malam itu di malam pernikahan yang seharusnya menjadi kebahagiaan untuknya. ‘Apa salahku Mas? mengapa kau lakukan ini padaku?’ Rintih Anna dengan air mata berlinang. Raka mendekatkan wajahnya beberapa waktu kemudian, keringat terlihat jelas di wajah pria itu. “Jangan menangis dan jangan salahkan aku jika melakukan semua ini. Kau yang keterlaluan, kau yang seharusnya mengerti dengan keinginanku. Aku seorang pria tak bisa untuk menahannya lebih lama,” bisik pria itu seperti sembilu. Anna hanya menggelengkan kepalanya dan air mata berderai di wajahnya. “Aku merasa puas hari ini, dan ini untukmu sebagai ganti rugi. Jika aku membutuhkanmu aku akan datang menemuimu.” Setelah melempar segepok uang ke tubuh Anna, Raka pergi meninggalkan kamar itu begitu saja meninggalkan Anna yang tengah menangis sejadi-jadinya, namun tanpa suara melihat tubuh Raka pergi meninggalkannya. Dia tidak rela Raka pergi begitu saja. Anna ingin mengejarnya, ingin memukulnya sampai Anna menendang meja nakas di sampingnya dengan marah hingga berjatuhan apa yang ada di atasnya, menimbulkan suara yang cukup keras. Anna berharap ada yang datang dan segera melepaskan dirinya. Beberapa saat kemudian, muncul Eldwin dari balik pintu. Tatapan remaja itu sangat terkejut melihat keadaan Anna. Anna panik, dia tak berharap pemuda itu yang muncul, tapi dia pun tak bisa mencegah saat pemuda itu masuk dan menghampirinya. Anna tentu saja tak bisa menjawab dengan mulut yang masih tertutup lakban. Dia berharap Eldwin pergi meninggalkan dirinya yang dalam keadaan hanya mengenakan gaun malam cukup tipis. Eldwin terlihat gugup dan canggung melihat hal itu, namun dia pun lekas tanggap dan buru-buru menarik selimut untuk menutupi tubuh Anna. Anna baru bisa bernafas lega setelah lakban dilepaskan. Wajah Eldwin begitu dekat saat melepaskan ikatan kedua tangan Anna. Aroma parfum pemuda itu pun tercium jelas di hidung Anna. Situasi itu sempat membuat keduanya gugup saling memalingkan wajah.. “Aku akan meminta bantuan,” ucap Eldwin. Pada saat itu datang Mala dan Wijaya masuk kamar sebelum Eldwin beranjak. “Anna, Eldwin, apa yang terjadi?” Pertanyaan Mala tentu saja disertai rasa kaget. Eldwin dan Anna tak mampu menjawab pertanyaan itu. Eldwin sendiri tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, sementara Anna tidak tahu bagaimana memberikan penjelasan. Anna hanya bisa menangis. Mala menghampirinya untuk menenangkan. Melihat tatapan curiga ayah dan ibunya, Eldwin panik dan kebingungan, kedua orang tuanya pasti menyangka dirinya telah berbuat sesuatu pada Anna. “Aku tidak melakukan apa pun Mah, aku datang saat melihat suara keras dari ruangan ini saat.” Eldwin berusaha memberi penjelasan. “Aku hanya bertanya dan bukan menuduhmu. Sekarang kalian berdua keluar, biar mama yang mengurus Anna!” perintah Mala pada suami dan putranya. Kejadian malam itu hanya kepada Mala, Anna menceritakannya. Dan dia meminta sahabatnya itu untuk merahasiakannya pada siapa pun termasuk pada Wijaya dan Eldwin. “Aku akan mengubur kejadian buruk ini untuk selamanya. Jadi jangan pernah sekalipun Mbak menyinggungnya lagi.” Pinta Anna. “Lalu setelah ini apa yang akan kamu lakukan? Aku cemas karena depresi kamu menjadi nekat dan melakukan hal bodoh.” “Aku tidak selemah itu Mbak, aku tentu saja akan menyibukkan diri dengan bekerja kembali.” “Di sini? Di kota ini? Aku yakin kamu tidak akan bisa melupakan kejadian itu, bahkan bisa saja kau dan Raka kembali bertemu.” “Mbak tidak usah khawatir, bagi seorang perempuan luka tetaplah luka, meskipun memaafkan di bibir namun hati yang terluka tidak akan pernah dihapuskan.” “Baiklah. Oh ya setelah hari ini mungkin kami akan kembali ke Jakarta. Jika kamu butuh sesuatu atau ingin bercerita kamu hubungi saja aku, “pesan Mala. “Terima kasih Mbak.” •• Anna berpikir terlalu sederhana, kenyataannya tinggal di kota yang sama dalam bayang-bayang masa lalu tak membuatnya merasa nyaman dan tenang. Seorang gadis yang ditinggal pergi suaminya di malam pernikahan seharusnya adalah pihak yang menjadi korban. Namun rumor yang beredar di lingkungan tempat tinggalnya jauh dari perkiraan Anna. Entah dari mana sumbernya, musibah yang seharusnya menjadikan orang-orang simpati kepada Anna sebagai korban justru berbalik. Orang-orang menuduh Anna sebagai gadis pembawa sial, sehingga suaminya meninggalkannya. Orang-orang menganggap Anna tak mampu memberikan nafkah batin kepada suaminya. “Seorang suami tidak akan meninggalkan istrinya yang cantik jika istrinya tidak menyimpan aib.” “Atau mungkin dia sebenarnya sudah tidak perawan.” “Bisa jadi, atau dia memiliki rahasia yang baru diketahui suaminya jadi saat malam pertama suaminya kabur.” Gunjingan dan sindiran tetangga dekat sangat menyakitkan. Mereka selama ini jelas-jelas mengenal kehidupan Anna dari kecil hingga dewasa. Tapi kini mereka mencurigai dan menuduh, lebih percaya dengan rumor yang tidak jelas dari mana sumbernya. “Biarkan orang berpikir dan berkata buruk Nak, yang penting kamu tidak melakukan seperti apa yang mereka tuduhkan,” kata Aminah dengan suara yang lembut. “Bagaimana ibu masih bisa percaya, bahkan Anna tidak memberikan penjelasan apa pun kepada ibu tentang kejadian malam itu.” “Karena ibu yang merawat dan mendidikmu dari kecil, ibu tahu betul seperti apa dirimu.” “Benar Mbak, jangan dengarkan apa kata orang, kami lebih percaya dengan Mbak Anna.” Anggar, adiknya juga memberikan dukungannya. Anna merasa mendapatkan kekuatan untuk bisa menghadapi rumor itu. Serangan dan kata-kata pedas tidak hanya datang dari tetangga dan kerabat jauh. Keluarga Raka pun mendatangi rumah Anna. Memberikan tuduhan dan menyalahkan Anna dalam kejadian malam itu. “Kami sudah kehilangan banyak uang untuk biaya pernikahan ini, tapi semuanya hancur dalam semalam. Kau sungguh keterlaluan Anna! Seharusnya kau mengatakan dengan jujur sejak awal bahwa sebenarnya kau sudah tidak perawan.” Deg! Anna terkejut, perkataan tuduhan dari wanita yang hampir menjadi ibu mertuanya itu begitu menyakitkan. “Kau tahu Raka sangat sedih dan depresi karena kejadian ini. Dia bahkan pergi entah ke mana dari malam itu sampai hari ini. Dia merasa terhina, dipermalukan dan dibohongi harga dirinya. Jika terjadi sesuatu dengannya kau yang harus bertanggungjawab.” Anna tersenyum getir mendengar perkataan Sissy yang begitu membela putranya. Bagaimana wanita itu bisa menuduhnya seperti itu. Sayangnya Anna lagi-lagi tak bisa membela diri lantaran Aminah segera maju dan mengusir mereka. Mendengar tuduhan Sissy, Aminah yang super sabar itu pun tak bisa menahan amarah, mengusir keluarga Raka begitu saja. Aminah sampai mengambil gagang sapu untuk mengusir semuanya keluar dari rumahnya. “Mereka berbicara seolah mereka bukan wanita dan tidak memiliki anak gadis, berbicara sesuka hati,” gerutu Aminah kesal. Anna mengerti dibalik kemarahan ibunya, wanita itu menyimpan rasa sakit dan luka. Anna merasa bersalah karena tak bisa mengatakan dengan jujur kejadian yang sebenarnya di malam itu. Karena Anna mencemaskan kesehatan ibunya. Pandangan sinis beberapa orang terhadap dirinya juga membuat Anna sulit mendapatkan pekerjaan. Namanya telah tercoreng oleh fitnahan keluarga Raka. Statusnya yang sudah menjanda pun menjadi masalah. Orang-orang selalu menatapnya curiga dan mencemaskan kehadiran Anna yang selalu dianggap sebagai penggoda laki-laki. Beberapa pria di perusahaan menganggapnya wanita murahan yang mudah menjalin hubungan tanpa status. Menawarkan pekerjaan terhadap Anna dengan bayaran tubuhnya. Anna hampir menyerah dengan keadaan itu. Dalam keadaan putus asa, Anna mendapatkan telepon dari Mala. “Aku sudah mendengar semuanya dari Anggar tentang kesulitanmu mendapatkan pekerjaan. Sekarang bersiaplah dan datang ke Jakarta segera. Mungkin di sini aku bisa membantu mendapatkan pekerjaan. Begitu tiba di Jakarta segera beri kabar, aku akan mengirim orang untuk menjemputmu,” kata Mala. Usai mengatakan itu Mala langsung menutup teleponnya, tak memberi kesempatan Anna untuk menolak dan memberikan jawabannya.Lima menit lagi mobil yang membawa mereka akan tiba di rumah kos. Pikiran Anna maju mundur antara harus mengungkap pertanyaannya saat itu atau tidak. Apakah Eldwin akan marah atau bersedia menjawabnya.Anna berulang kali menoleh sekilas pada pemuda yang duduk begitu tenang di belakang setir. Tatapannya tajam dan fokus ke arah jalan di hadapannya. Anna masih begitu ragu.Mereka kini memasuki kompleks perumahan. Melewati pos jaga. Dan tiga ratus meter setelah melewati beberapa rumah akhirnya mereka tiba juga di depan rumah kos.Anna masih duduk diam meskipun mobil telah berhenti. Eldwin sampai menoleh heran.“Kita sudah sampai, apa kau tidak mau turun?” tegur Eldwin, nada pertanyaan Eldwin masih dingin.“Sebenarnya saya masih tidak enak dengan kejadian tidur di kamar Anda. Saya memang tidak sopan,” ucap Anna tak berani menatap ke arah Eldwin.Eldwin menarik nafas dan menghembuskannya kasar. “Aku hanya tidak mengerti bagaimana kau bisa sampai di kamarku.”“Apa yang Bibi katakan?”
Aku mencari-carimu Arga, di sini rupanya?!” suara Fariz sembari melirik ke arah Eldwin yang buru-buru menarik tangannya lalu beranjak saat mendengar suara Fariz yang keras. Eldwin bahkan meninggalkan ruangan itu, melewati Arga dan Fariz yang sedang pura-pura mengobrol, Eldwin berpesan.“Setelah Aisha bangun, antar dia pulang ke rumahnya!”“Saya?” tanya Arga sembari menunjuk dirinya.“Bukan kamu Arga, tapi kau Fariz, minta sopir mengantar kalian ke rumah Aisha.”“Siap Pak!” jawab Fariz.Fariz merasa senang melihat perhatian Eldwin pada Anna, sayangnya dia tidak tahu apakah perhatian Eldwin dia tujukan untuk Anna atau Aisha. Jelas saja Aisha, Karena Eldwin masih belum mengetahui kalau Aisha itu adalah Anna.Berbeda dengan Arga, entah mengapa setiap yang berhubungan dengan Anna maupun Aisha, Eldwin selalu bersikap dingin. Seperti tak senang setiap kali dirinya dekat dengan perempuan di dekatnya. Tapi Arga tak mempermasalahkann
Kehadiran Anna dalam sosok Aisha di podium mengundang perhatian banyak tamu undangan. Terutama yang belum paham siapa perempuan yang tengah berdiri di podium saat ini. Mereka mempertanyakan perempuan bercadar yang sedang berdiri di hadapan mereka semua. Mereka sepertinya terkejut ada perempuan dengan tampilan syar’i di ruangan tersebut yang cukup aneh. Anna masih memperhatikan suasana. Dia paham apa yang ada dalam pikiran orang-orang itu yang kini duduk menatap dirinya dengan aneh. Beberapa terlihat memandang sinis. Beberapa terlihat biasa saja. Dan sebagian yang telah mengenal dirinya pun memberikan senyuman dukungan padanya. “Perkenalkan, nama saya Aisha. Saya manajer baru di sini. Saya hadir dan berdiri di sini bukan untuk mewakili Pak Eldwin berbicara. Saya hanya ingin menjelaskan beberapa hal mengenai keterlambatan Pak Eldwin hadir dalam acaranya hari ini. Mungkin dikarenakan jalanan yang ramai, mungkin ada hal yang mendesak yang memb
Dalam sekejap bibir itu telah menyentuh bibirnya. Anna tidak ingin melewatkan keindahan itu begitu saja. Anna membalasnya.Bumb!!“Auw!” Anna membuka matanya, tubuhnya sudah berada di lantai, terjatuh dari tempat tidur. Sepertinya apa yang barusan terjadi hanya lah sebuah mimpi. Anna memegangi siku lengannya yang membentur lantai, untung beralaskan karpet bulu yang empuk hingga tak terlalu sakit.Mimpi itu terasa begitu nyata. Anna sampai menjilat bibirnya sendiri sambil mengingatnya. Lalu memukul kepalanya merasa begitu bodoh. ‘Bagaimana aku sampai memimpikan hal tak senonoh seperti itu?’Anna menoleh jam yang tergeletak di atas meja, jarum jam menunjukkan pukul 11 malam. Lalu menatap sekeliling tak ada siapa pun di kamar itu selain dirinya. Sepertinya Eldwin tidak pulang lagi malam itu.‘Ke mana anak itu sebenarnya? Dan di mana dia tinggal selama ini?’Anna mencari ponselnya kemudian mengecek siapa tahu ada kabar tentang Eldwin. Hanya dari orang-orang
Elwind berjuang keras menahan kerinduannya pada Anna yang bayangannya setiap malam selalu mengganggu kesendiriannya. Sebelum mengenal Anna, Eldwin tak pernah sedalam itu menyukai perempuan. Baginya kekasih hanya sebatas pasangan untuk menutupi statusnya yang sendiri. Agar teman-temannya tidak mencemooh dirinya.Sayangnya Eldwin salah memilih dengan memilih Erika yang cantik dan menarik. Menutup mata hatinya untuk menyadari bahwa Erika itu materialistis, yang pada akhirnya membuat hidupnya berantakan dan hancur.Sementara dia mengenal Anna sebagai perempuan mandiri yang terlihat tak pernah menggantungkan hidupnya pada siapa pun, apa lagi pada laki-laki. Dia mengenal Anna lama, namun selalu memandang sebelah mata. Hingga kejadian tiga tahun yang lalu di hotel dirinya mulai terusik saat melihat sosok Anna. Ada rasa prihatin, kasihan, dan desiran aneh di dalam hatinya kala itu. Juga amarah yang tak jelas penyebabnya.Benci dan juga rindu yang bersamaan, menjad
Sebenarnya Anna sudah ingin pulang usai membuatkan jus, tapi Bi Rum sedang pergi ke warung dan memintanya untuk tinggal sebentar, khawatir Eldwin kembali mencari dirinya. Anna bingung apa yang mesti dilakukan di rumah itu. Sebagai Anna, dia bisa melakukan apa pun karena sudah terbiasa. Namun menjadi Aisha harus bisa menjaga sikap di rumah orang asing yang baru dikenalnya apa lagi pemiliknya adalah calon atasannya. Anna berjalan berhenti di dekat tangga, menoleh ke atas, di mana Eldwin mungkin sedang berada di kamarnya. Ah ingin rasanya dia pergi ke kamarnya yang dulu pernah dia tempati. Ada banyak kenangan di sana yang masih terkenang dalam ingatannya. Tapi Aisha tidak boleh melakukan hal itu. Anna kemudian memutar tubuhnya menuju ke luar. “Aisha?” suara dari ujung atas tangga memanggil. Anna menghentikan langkahnya dan menoleh. Eldwin berjalan dengan gontai menuruni tangga. Memasukkan tangan kirinya ke saku celananya. Satu tangan kanannya menyisir rambutnya yang tebal sambil