Mag-log inAnna mengalami malam pernikahan yang kelam, diikat dan dipaksa menyaksikan perbuatan suaminya di dalam kamar pernikahannya. Kemudian pergi begitu saja dengan meninggalkan segepok uang. Datang Eldwin, pemuda berusia 18 tahun yang membantu melepaskan ikatan tangannya. Kondisi yang terikat dan mengenakan busana malam dan segepok uang itu membuat Eldwin salah paham. Ditambah Anna menyembunyikan kenyataan apa yang sebenarnya terjadi di malam itu antara Anna dan suaminya yang kabur. Tiga tahun kemudian Anna dipertemukan lagi dengan Eldwin yang sikapnya berbeda, dingin dan arogan. Dan sebuah kondisi memaksa mereka berdua untuk menikah. Apa yang sebenarnya terjadi di malam pernikahan itu? Akankah hubungan pernikahan mereka berjalan dengan harmonis, di tengah kesalahpahaman dan perbedaan usia mereka?
view moreAnna membuka matanya, menatap ke sekeliling dirinya masih berada di dalam kamar.
‘Ada apa denganku? Apa aku pingsan tadi?’ batin Anna ingin menyentuh kepalanya yang terasa pening. Tapi, dia terkejut dan baru menyadari tangannya diikat pada sisi ranjang. Anna lebih terkejut lagi saat melihat apa yang tengah Raka lakukan di dalam kamar di hadapannya. Raka tidak hanya mengikat tangan Anna, pria itu juga menutup mulutnya dengan lakban hingga Anna tak bisa mengeluarkan suara. Dia tidak bisa berbuat apa-apa menyaksikan apa yang dilakukan Raka di hadapannya dengan tatapan jijik. Anna memejamkan matanya, hatinya menahan sakit. Perbuatan Raka sudah sangat kelewatan dan begitu kejam terhadap dirinya. Anna ingin teriak dan lari. Tapi, dia tak berdaya. Hampir satu jam Anna menahan sedih dan luka yang tak berdarah malam itu, di malam pernikahan yang seharusnya menjadi kebahagiaan untuknya. ‘Apa salahku Mas? mengapa kau lakukan ini padaku?’ Rintih Anna dengan air mata berlinang. Raka mendekatkan wajahnya beberapa waktu kemudian, keringat terlihat jelas di wajah pria itu. “Jangan menangis dan jangan salahkan aku jika melakukan semua ini. Kau yang keterlaluan, kau yang seharusnya mengerti dengan keinginanku. Aku seorang pria tak bisa untuk menahannya lebih lama,” bisik pria itu seperti sembilu. Anna hanya menggelengkan kepalanya dan air mata berderai di wajahnya. “Aku merasa puas hari ini, dan ini untukmu sebagai ganti rugi. Jika aku membutuhkanmu aku akan datang menemuimu.” Setelah melempar segepok uang ke tubuh Anna, Raka pergi meninggalkan kamar itu begitu saja meninggalkan Anna yang tengah menangis sejadi-jadinya. Namun, tanpa suara melihat tubuh Raka pergi meninggalkannya. Dia tidak rela Raka pergi begitu saja. Anna ingin mengejarnya, ingin memukulnya sampai Anna menendang meja nakas di sampingnya dengan marah hingga berjatuhan apa yang ada di atasnya, menimbulkan suara yang cukup keras. Anna berharap ada yang datang dan segera melepaskan dirinya. Beberapa saat kemudian, muncul Eldwin dari balik pintu. Tatapan remaja itu sangat terkejut melihat keadaan Anna. Anna panik, dia tak berharap pemuda itu yang muncul. Tapi, dia pun tak bisa mencegah saat pemuda itu masuk dan menghampirinya. Anna tentu saja tak bisa menjawab dengan mulut yang masih tertutup lakban. Dia berharap Eldwin pergi meninggalkan dirinya yang dalam keadaan hanya mengenakan gaun malam cukup tipis. Eldwin terlihat gugup dan canggung melihat hal itu. Namun, dia pun lekas tanggap dan buru-buru menarik selimut untuk menutupi tubuh Anna. Anna baru bisa bernafas lega setelah lakban dilepaskan. Wajah Eldwin begitu dekat saat melepaskan ikatan kedua tangan Anna. Aroma parfum pemuda itu pun tercium jelas di hidung Anna. Situasi itu sempat membuat keduanya gugup saling memalingkan wajah.. “Aku akan meminta bantuan,” ucap Eldwin. Pada saat itu datang Mala dan Wijaya masuk kamar sebelum Eldwin beranjak. “Anna, Eldwin, apa yang terjadi?” Pertanyaan Mala tentu saja disertai rasa kaget. Eldwin dan Anna tak mampu menjawab pertanyaan itu. Eldwin sendiri tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, sementara Anna tidak tahu bagaimana memberikan penjelasan. Anna hanya bisa menangis. Mala menghampirinya untuk menenangkan. Melihat tatapan curiga ayah dan ibunya, Eldwin panik dan kebingungan, kedua orang tuanya pasti menyangka dirinya telah berbuat sesuatu pada Anna. “Aku tidak melakukan apa pun, Mah, aku datang saat melihat suara keras dari ruangan ini saat ... " Eldwin berusaha memberi penjelasan. “Aku hanya bertanya dan bukan menuduhmu. Sekarang kalian berdua keluar, biar mama yang mengurus Anna!” perintah Mala pada suami dan putranya. Kejadian malam itu hanya kepada Mala, Anna menceritakannya. Dan dia meminta sahabatnya itu untuk merahasiakannya pada siapa pun termasuk pada Wijaya dan Eldwin. “Aku akan mengubur kejadian buruk ini untuk selamanya. Jadi jangan pernah sekalipun, Mbak menyinggungnya lag,” Pinta Anna. “Lalu setelah ini apa yang akan kamu lakukan? Aku cemas karena depresi kamu menjadi nekat dan melakukan hal bodoh.” “Aku tidak selemah itu, Mbak, aku tentu saja akan menyibukkan diri dengan bekerja kembali.” “Di sini? Di kota ini? Aku yakin kamu tidak akan bisa melupakan kejadian itu, bahkan bisa saja kau dan Raka kembali bertemu.” “Mbak tidak usah khawatir, bagi seorang perempuan luka tetaplah luka, meskipun memaafkan di bibir. Namun, hati yang terluka tidak akan pernah dihapuskan.” “Baiklah. Oh ya setelah hari ini mungkin kami akan kembali ke Jakarta. Jika kamu butuh sesuatu atau ingin bercerita kamu hubungi saja aku, “pesan Mala. “Terima kasih, Mbak.” •• Anna berpikir terlalu sederhana, kenyataannya tinggal di kota yang sama dalam bayang-bayang masa lalu tak membuatnya merasa nyaman dan tenang. Seorang gadis yang ditinggal pergi suaminya di malam pernikahan seharusnya adalah pihak yang menjadi korban. Namun, rumor yang beredar di lingkungan tempat tinggalnya jauh dari perkiraan Anna. Entah dari mana sumbernya, musibah yang seharusnya menjadikan orang-orang simpati kepada Anna sebagai korban justru berbalik. Orang-orang menuduh Anna sebagai gadis pembawa sial, sehingga suaminya meninggalkannya. Orang-orang menganggap Anna tak mampu memberikan nafkah batin kepada suaminya. “Seorang suami tidak akan meninggalkan istrinya yang cantik jika istrinya tidak menyimpan aib.” “Atau mungkin dia sebenarnya sudah tidak perawan.” “Bisa jadi, atau dia memiliki rahasia yang baru diketahui suaminya jadi saat malam pertama suaminya kabur.” Gunjingan dan sindiran tetangga dekat sangat menyakitkan. Mereka selama ini jelas-jelas mengenal kehidupan Anna dari kecil hingga dewasa. Tapi, kini mereka mencurigai dan menuduh, lebih percaya dengan rumor yang tidak jelas dari mana sumbernya. “Biarkan orang berpikir dan berkata buruk, Nak, yang penting kamu tidak melakukan seperti apa yang mereka tuduhkan,” kata Aminah dengan suara yang lembut. “Bagaimana ibu masih bisa percaya, bahkan Anna tidak memberikan penjelasan apa pun kepada ibu tentang kejadian malam itu.” “Karena ibu yang merawat dan mendidikmu dari kecil, ibu tahu betul seperti apa dirimu.” “Benar, Mbak, jangan dengarkan apa kata orang, kami lebih percaya dengan, Mbak Anna.” Anggar, adiknya juga memberikan dukungannya. Anna merasa mendapatkan kekuatan untuk bisa menghadapi rumor itu. Serangan dan kata-kata pedas tidak hanya datang dari tetangga dan kerabat jauh. Keluarga Raka pun mendatangi rumah Anna. Memberikan tuduhan dan menyalahkan Anna dalam kejadian malam itu. “Kami sudah kehilangan banyak uang untuk biaya pernikahan ini. Tapi, semuanya hancur dalam semalam. Kau sungguh keterlaluan Anna! Seharusnya kau mengatakan dengan jujur sejak awal bahwa sebenarnya kau sudah tidak perawan.” Deg! Anna terkejut, perkataan tuduhan dari wanita yang hampir menjadi ibu mertuanya itu begitu menyakitkan. “Kau tahu Raka sangat sedih dan depresi karena kejadian ini. Dia bahkan pergi entah ke mana dari malam itu sampai hari ini. Dia merasa terhina, dipermalukan dan dibohongi harga dirinya. Jika terjadi sesuatu dengannya kau yang harus bertanggungjawab.” Anna tersenyum getir mendengar perkataan Sissy yang begitu membela putranya. Bagaimana wanita itu bisa menuduhnya seperti itu. Sayangnya Anna lagi-lagi tak bisa membela diri lantaran Aminah segera maju dan mengusir mereka. Mendengar tuduhan Sissy, Aminah yang super sabar itu pun tak bisa menahan amarah, mengusir keluarga Raka begitu saja. Aminah sampai mengambil gagang sapu untuk mengusir semuanya keluar dari rumahnya. “Mereka berbicara seolah mereka bukan wanita dan tidak memiliki anak gadis, berbicara sesuka hati,” gerutu Aminah kesal. Anna mengerti dibalik kemarahan ibunya, wanita itu menyimpan rasa sakit dan luka. Anna merasa bersalah karena tak bisa mengatakan dengan jujur kejadian yang sebenarnya di malam itu. Karena Anna mencemaskan kesehatan ibunya. Pandangan sinis beberapa orang terhadap dirinya juga membuat Anna sulit mendapatkan pekerjaan. Namanya telah tercoreng oleh fitnahan keluarga Raka. Statusnya yang sudah menjanda pun menjadi masalah. Orang-orang selalu menatapnya curiga dan mencemaskan kehadiran Anna yang selalu dianggap sebagai penggoda laki-laki. Beberapa pria di perusahaan menganggapnya wanita murahan yang mudah menjalin hubungan tanpa status. Menawarkan pekerjaan terhadap Anna dengan bayaran tubuhnya. Anna hampir menyerah dengan keadaan itu. Dalam keadaan putus asa, Anna mendapatkan telepon dari Mala. “Aku sudah mendengar semuanya dari Anggar tentang kesulitanmu mendapatkan pekerjaan. Sekarang bersiaplah dan datang ke Jakarta segera. Mungkin di sini aku bisa membantu mendapatkan pekerjaan. Begitu tiba di Jakarta segera beri kabar, aku akan mengirim orang untuk menjemputmu,” kata Mala. Usai mengatakan itu Mala langsung menutup teleponnya, tak memberi kesempatan Anna untuk menolak dan memberikan jawabannya.Anna tak mencegah saat Anggar pergi. Andai saja dirinya bisa memutar waktu, dia tidak akan mengizinkan Eldwin berangkat hari itu."Astagfirullah," ucap Anna. Mendadak dia menyesal telah mengatakan hal yang tak bersyukur seperti itu."Kalian, pergilah! aku ingin sendiri," pinta Anna."Aku tidak bisa meninggalkan, Ibu dalam keadaan seperti ini, biar aku temani di sini?""Tidak perlu!" tukas Anna.Begitu mendengar nada tegas dari wanita itu, Viona dan Fariz tak berani membantah perintah Anna.Begitu Fariz dan Viona Meninggalkan ruangannya, Anna melirik pada ponsel dia atas meja, lalu pada jam di tangannya. Ia ingin sekali menghubungi Eldwin. Namun, keinginan itu saat ini hanya harapan kosong. Pesawat itu menghilang dan ditemukan sudah hancur.'Apa takdirku memang harus menjanda seumur hidup?' batin Anna. Air mata kembali berlinang membasahi wajahnya.Dia teringat kejadian tadi pagi sebelum Eldwin pergi. Saat dirinya begitu berat melepaskan keberangkatan Eldwin hari itu, dan fira
Di sepanjang perjalanan pulang, Anna terus saja senyum-senyum sendiri yang tak dimengerti Anggar. Pemuda itu melihat aneh sikap Anna usai kembali dari puskesmas. Seharusnya jika Anna sakit, dia tak sebahagia itu. Dia juga terus saja mengusap-usap perutnya. Mungkin lapar, itulah yang dipikirkan Anggar.”Cepat jalannya, Pak!” pinta Anggar pada sopir di sampingnya.”Siap, Mas,” jawab sopir.Mobil melaju lebih cepat. Tapi, bagi Anna yang tengah melamun, hanyut dalam pikirannya sendiri dia tidak merasakan itu.Anna sedang memikirkan dan membayangkan saat dirinya dan Eldwin duduk di taman dalam keadaan perut membesar. Eldwin mengusap perutnya dengan lembut dan tersenyum bahagia. Sesekali memberiku kecupan di sana.”Mbak, sudah sampai,” tegur Anggar seketika membuyarkan lamunan Anna.Anna beranjak turun dan keluar dari mobil dengan wajah merona. Meninggalkan Anggar yang masih menatapnya heran.Hari itu raut wajah Anna terlihat semringah. Tapi, juga tetap tegas dan galak saat be
Malam hari akhirnya mereka tiba di rumah. Keadaan di rumah sudah sepi, hanya Bi Rum yang masih terjaga menjaga pintu dan Anggar yang duduk di sofa menonton televisi."Kalian sudah pulang?" tanya Anggar. Menoleh sekilas pada Anna dan Eldwin saat mereka melewati ruang keluarga."Iya, Ngga. Aku langsung ke kamar ya? Dan kau Jangan tidur malam-malam!" Anna mengingatkan.Begitu Anna dan Eldwin sudah tak terlihat di anak tangga, Anggar langsung mematikan televisi dan pergi ke kamarnya.••Esok harinya Eldwin bersiap untuk berangkat. Dia menghampiri Anna yang tengah merapikan tempat tidur, lalu menyodorkan sebuah amplop coklat padanya."Ini tak seberapa, Anna. Tapi, ini gaji pertamaku untukmu. Setelah nanti berhasil mendapatkan lisensi, mungkin penghasilannya akan lebih besar," ucap Eldwin.Anna menghentikan aktivitasnya. Memandang pada amplop di tangan Eldwin, lalu beralih menatap pada pemuda itu yang memberikan isyarat padanya untuk menerimanya.Dengan ragu-ragu Anna m
Eldwin mengejarnya dan membopong tubuh Anna yang berontak masuk ke dalam rumah. Siangnya ketika matahari mulai meninggi mereka berenang. Airnya dingin. Tapi, menyegarkan. Sinar matahari cukup memberikan kehangatannya.Melihat Anna hanya berenang sebentar kemudian terlihat sudah beristirahat dan duduk di tepi air, Eldwin menghampirinya."Kenapa? Sudah lelah?" Tanya Eldwin."Benar, hari ini rasanya mudah lelah sekali, mungkin karena semalam kurang beristirahat." Anna menjawabnya dengan suara lirih, seakan sedang menahan sesuatu."Kalau begitu kita sudahi saja."Melihat wajah Anna yang pucat. Eldwin bergegas melompat naik ke daratan. Kemudian membopong tubuh Anna dan membawanya masuk ke dalam rumah.Anna menolak ketika Eldwin ingin membaringkan tubuhnya di sofa, sementara dia masih merasa tubuhnya lengket akibat air laut. Eldwin akhirnya membawanya ke kamar mandi. Mendudukkannya di bathub lalu menyiapkan air hangat untuknya."Aku akan mandi sendiri," kata Anna begitu Eldwin selesai meny
Eldwin menatap Anna yang tengah makan rujak buah dengan lahapnya. Meskipun sepertinya pedas dan asam. Tapi, seakan rasa itu yang membuatnya makan dengan begitu lahap. Eldwin sampai berulang kali menelan ludah setiap kali melihat Anna makan mangga dengan sambal.Setelah menghabiskan tiga buah mangga setengah matang itu dan satu bengkuang, kini Anna tengah menikmati sup ikan dengan daun kemangi yang masih kebul-kebul.“Pelan-pelan, Anna, tunggu sup itu dingin. Atau mau aku suapi?” Tanya Eldwin.Anna menggeleng pelan, kemudian melanjutkan makannya.Mereka duduk di halaman rumah, beralaskan tikar seperti permintaannya Anna juga. Joe dan Reza masih berada di sana, juga ikut memperhatikan saat Anna makan.Joe memegangi perutnya yang sudah keroncongan semenjak mereka kembali. Tapi, Eldwin masih belum mengizinkan mereka ikut makan. Menunggu Anna selesai dengan makannya. Joe sampai berulang kali menjilat bibirnya setiap kali melihat Anna makan. Melirik pada mangkok sup itu yang hanya ad
"Aku menyukaimu, Kak Arga. Aku sangat menyukaimu.”“Jangan Viona, kau masih terlalu kecil untukku.”“Kecil apanya, Kak?” Viona mendekatkan wajahnya. Memandangi Arga dengan begitu lekat, membuat Arga gugup tak karuan. Bibir gadis itu yang merah, hidungnya yang kecil mancung dan sepasang matanya yang agak sipit itu begitu jelas terlihat. Yang lebih membuat Arga tak kuat saat sesuatu yang lembut yang menekan dadanya, seakan Viona sengaja menggesekkannya menunjukkan sesuatu itu tidak kecil.“Ini maksudmu?” Tanya Viona.“Bukan,” Arga menggeleng pelan.“Kalau begitu pasti ini.” Tiba-tiba Viona memanyunkan bibirnya dan,“Usiamu yang kecil!!” Teriak Arga. Terbangun dari tidurnya.Semua pengunjung yang datang ke restoran terkejut melihat teriakan Arga yang ketiduran di kursi di dekat pintu masuk. Candra yang berdiri dia sebelahnya sampai tersentak kaget dengan teriakannya.Arga mengusap dadanya, mengatur nafasnya yang naik turun seperti mimpi dikejar hantu.“Jadi ini hanya mimpi,” ucapnya de
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments