Share

Bab 2

Author: Dwi Asti A
last update Last Updated: 2025-05-16 12:26:30

“Jaga dirimu, semoga sukses dan kau menemukan pria terbaik yang akan menjadi pendamping hidupmu nanti.”

Mendengar doa Aminah, Anna sempat merasa ragu, namun dia mengaminkan doa itu karena baginya doa ibu adalah yang terbaik.

Sebelum naik pesawat, Anna mengirimkan pesan kepada Mala tentang keberangkatannya dari Bandara Internasional Yogyakarta. Sehingga saat tiba di Jakarta orang yang akan menjemput dirinya tidak akan menunggunya terlalu lama.

•••

Satu jam lima belas menit, Anna tiba di bandara Sukarno-Hatta. Suasana sudah terasa berbeda begitu Anna turun dari pesawat dan menginjakkan kakinya di pintu keluar. Entah dari mana dia merasakannya namun Jakarta memang terasa berbeda. Mungkin karena ini pertama kalinya Anna menginjakkan kakinya di sana. Sebelumnya dia hanya melihat dan mendengarnya dari berita dan pengalaman beberapa teman serta tetangganya. Dan sayangnya lebih banyak hal negatif yang dia tangkap dari cerita yang beredar.

Anna membawa langkah menuju area penjemputan. Dia tidak tahu siapa yang akan menjemput dirinya saat itu, Mala tak memberitahukan orangnya. Karena khawatir orang itu tidak akan mengenali dirinya, Anna membuat tulisan di selembar kertas dan menuliskan namanya. Memegangi kertas itu sambil berdiri menanti.

Anna berdiri di antara orang-orang yang juga tengah menunggu jemputan, namun hanya dirinya yang menggunakan tulisan itu di tangannya, membuat beberapa orang menatapnya heran, mungkin tengah menertawakan dirinya. Namun Anna tak mempedulikan hal itu.

Satu persatu semua orang telah pergi dengan jemputan mereka, menyisakan Anna sendirian di tempat itu. Di tengah suasana yang mulai lengang, seorang petugas bandara sampai menghampirinya untuk memastikan keadaan Anna.

“Jemputannya masih belum datang juga Mbak? Mau saya bantu untuk menghubunginya? Atau saya carikan kendaraan untuk mengantarmu ke tujuan?” tanya pria petugas bandara dengan ramah menawarkan bantuannya.

“Tidak terima kasih, aku akan menunggunya mungkin sebentar lagi,” tolak Anna halus.

“Baiklah, tapi sebaiknya Mbak duduk saja di sana. Kalau butuh bantuan hubungi saya.”

Anna mengangguk. Pria itu pergi meninggalkannya. Anna bukan menolak bantuan tersebut, tapi jika dia melanjutkan perjalanan sendirian dia tidak tahu alamat rumah Mala. Dan di Jakarta dia masih terlalu asing, belum paham bagaimana situasi dan seluk beluk kota Jakarta.

Anna gelisah dan kesal. Kakinya pun mulai terasa pegal. Dia melirik pada tempat duduk yang ditunjukkan petugas, namun jika dia duduk di sana mungkin orang yang akan menjemputnya tidak akan menemukannya.

Anna ingin menghubungi Mala, tapi ponsel Mala tidak aktif. Anna merasa serba salah dan bertambah kesal. Dalam hati rasanya dia ingin meremas-remas wajah orang itu jika tiba di hadapannya karena sudah membuatnya menunggu hampir satu jam.

“Sepertinya aku sudah membuatmu menunggu terlalu lama.”

Anna terkejut karena hampir tidak menyadari kehadiran seseorang yang sudah berdiri di hadapannya. Dia sedang kesal dan membayangkan dirinya membalas orang itu, namun sosok itu justru sudah ada dan wajahnya begitu dekat di hadapannya membuat Anna terperangah sesaat.

Seorang pemuda yang tingginya membuat Anna harus mendongak saat melihatnya. Berpakaian rapi, kemeja warna biru muda yang digulung bagian lengannya dan berdasi warna hitam. Terlihat keren. Rambutnya hitam tebal dan rapi dengan potongan pendek. Wajahnya bersih, alisnya agak tebal nyaris bertautan. Pandangan matanya tajam namun menenangkan. Hidung mancung tak terlalu besar dan bibirnya sedikit berwarna pink, membuat Anna sekilas membayangkan sesuatu yang mesum di sana.

Anna bersegera mundur menghindar karena posisi mereka terlalu dekat dan pemuda itu menjentikkan jarinya seakan baru menyadarkan Anna dari hipnotis.

Eldwin, pemuda yang tiga tahun lalu dia lihat masih begitu remaja. Namun dalam waktu singkat sudah jauh berbeda dari fisik dan penampilannya. Tentu saja lebih dewasa dan rapi.

“Iya, kau sangat terlambat membuatku menunggu hampir satu jam,” jawab Anna menunjukkan kekesalannya.

“Kalau begitu kita pergi sekarang.”

Dan bukannya meminta maaf karena datang terlambat, Eldwin langsung ngeloyor pergi meninggalkan Anna tanpa membantunya membawakan koper. Anna berjalan dengan tergesa menyusul pemuda itu sembari menarik kopernya yang berat. Entah berapa banyak dia mengisi koper itu dengan segala keperluannya. Dia membayangkan hidup di Jakarta serba mahal harganya jadi dia ingin menghemat dengan membawa barang-barang yang dia beli dari kotanya sendiri.

Sambil terus bergumam di belakang Eldwin dia masih berharap pemuda itu menjadi pria yang gentleman dan perhatian bersedia membantunya membawakan koper. Namun harapannya hanya angan-angan. Hingga tiba di mobil, Eldwin tetap tak menghiraukan kesusahannya, membiarkan dirinya mengangkat dan memasukkan koper seorang diri. Sementara pemuda itu telah duduk di belakang setir dengan acuh. Anna menyusul masuk dan duduk di jok di sampingnya beberapa menit kemudian.

“Seharusnya karyawan mama yang datang untuk menjemputmu, tapi tiba-tiba mama menghubungiku dan memintaku untuk segera pergi ke bandara. Sedangkan kuliahku belum selesai, bagaimana mungkin aku pergi begitu saja meninggalkan kelas,” kata Eldwin menjelaskan tanpa Anna minta.

Anna hanya diam mendengar celoteh Eldwin tanpa benar-benar fokus mendengarkannya.

“Jadi sekarang kau mau mengajakku ke mana? pulang atau kembali ke kampusmu. Kau bilang belum selesai kuliah kan?” balas Anna setelah mendengar penjelasan Eldwin.

“Tentu saja pulang, mama bisa memarahiku jika datang terlambat. Mengenai alasan keterlambatanku tadi aku sudah menjelaskan jadi jangan sampai mama tahu soal ini.”

Anna menyunggingkan bibirnya mengetahui ternyata Eldwin takut juga dengan Mala. Tapi Anna juga merasa itu tidak perlu untuk dibahas. Setidaknya pemuda itu sudah bersedia menyempatkan untuk datang menjemputnya, seharusnya dirinya yang justru berterima kasih kepada pemuda itu.

“Apa kau sudah punya pacar?” tanpa sadar Anna mempertanyakan hal pribadi itu kepada Eldwin. Eldwin tampaknya terkejut mendapatkan pertanyaan pribadi seperti itu dari Anna, padahal mereka baru bertemu dan bukan teman atau saudara akrab. Tapi reaksinya sebagai pemuda dingin tak terlalu memperlihatkannya.

“Kenapa kau tanyakan hal seperti itu padahal kita baru bertemu?” tanya Eldwin sambil membawa kendaraan meninggalkan area bandara.

Anna menutup mulutnya saat sadar apa yang baru diucapkannya. Wajahnya berubah merona karena malu dan salah tingkah.

“Bukan seperti itu, maksudku kalau kau mempunyai pacar dengan sikapmu yang dingin seperti ini apa mungkin ada perempuan yang betah menjadi kekasihmu.”

Mobil awalnya melaju dengan pelan, namun Eldwin membawanya melesat lebih cepat setelah tiba di jalan raya.

“Jadi kau menilai seseorang dari sampulnya saja, pantas pernikahanmu gagal di awal pernikahan,” sindir Eldwin. Dan sindiran itu begitu mengena di hati Anna, yang jelas-jelas belum bisa sepenuhnya menghilangkan kenangan buruk masa lalu pernikahannya hingga saat itu.

“Tidak ada hubungannya dengan pernikahanku. Sekali lagi kau membahas masalah ini, sebaiknya kembalikan aku ke bandara,” ujar Anna.

Anna tampak sangat tersinggung dengan ucapan Eldwin. Sebenarnya niatnya untuk membuat pemuda itu malu, tapi dia sendiri yang terkena sindiran.

“Wanita dewasa sepertinya mudah marah dan tersinggung. Itu artinya kau memang masih belum melupakan malam pernikahan itu. Ah iya..., pria itu cukup gagah dan tampan tentu saja kau tidak bisa melupakannya. Sampai saat ini saja masih belum mendapatkan gantinya bukan?” Eldwin menganggap ucapannya sebagai candaan.

Anna mendadak mencekal lengan Eldwin untuk menghentikan mobil itu. Dia memaksa pemuda itu untuk berhenti.

“Berhenti dan putar balik sekarang!” teriak Anna.

“Apa-apaan kau ini, ini berbahaya. Bagaimana kalau mobil ini menabrak.”

Suasana berubah menjadi tegang karena Anna sama sekali tak memikirkan bahaya dari sikapnya itu. Dia terus memaksa Eldwin untuk menghentikan mobilnya, namun Eldwin menolak.

Anna terus memegangi lengan Eldwin hingga pemuda itu nyaris kehilangan fokus. Karena kesal spontan Eldwin mengibaskan tangannya dan Anna terhempas hingga membentur jendela.

Eldwin lantas menepikan mobil dan memperhatikan Anna yang masih memegangi kepalanya yang teras pening dengan wajah kesal namun dia berusaha mengontrol emosinya.

“Maaf, apa kau baik-baik saja?” basa-basi Eldwin menanyakan keadaan Anna.

“Aku akan baik-baik saja kalau kau kembalikan aku ke bandara.” Anna masih dengan keinginan sebelumnya.

“Itu mana mungkin, kau ingin aku dimarahi mama. Sekarang kita akan melanjutkan perjalanan, dan ingat! jangan banyak ulah atau kita akan mati sama-sama,” ancam Eldwin kembali mengemudikan mobil begitu Anna terlihat tenang. “Tapi aku masih ingin hidup, aku belum merasakan bagaimana menikah. Aku bisa mati penasaran nanti. Kalau kau enak sudah pernah menikah,” gumam Eldwin di tengah perjalanan.

Walaupun ucapannya menggumam, Anna masih mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Eldwin. Entah apa yang dipikirkan Eldwin sehingga dia bisa mengatakan hal itu mengenai pernikahannya.

“Pikirkan saja kuliahmu, kau ini laki-laki masih muda dan nanti lebih bertanggungjawab setelah menikah. Jangan mengigau tidak jelas seperti itu.”

“Siapa juga mau menikah, aku hanya mengatakan tidak ingin mati konyol gara-gara sikapmu yang arogan itu nona.”

Eldwin tampak kesal, dia menambah kecepatan laju mobilnya yang diam-diam membuat Anna ketakutan sampai berpegang pada Handle pintu mobil. Dia enggan berdebat lagi dengan anak sahabatnya itu yang sudah cukup membuatnya kesal dari awal mereka bertemu. Anna tiba-tiba justru merasakan mual gara-gara mabuk kendaraan. Untung mereka segera tiba di rumah sebelum Anna benar-benar mengeluarkan isi perutnya.

Dalam hati Anna masih berharap Eldwin membantu dirinya yang saat ini merasakan tidak karuan akibat mabuk kendaraan. Namun lagi-lagi pemuda itu acuh saja dan meninggalkan Anna yang sedang kepayahan karena perut lapar dan tak nyaman. Ditambah harus menarik koper berat miliknya masuk halaman sebuah rumah.

Anna menyesalkan pikirannya yang terlalu berharap dengan kebaikan Eldwin. Menyadarkan diri bahwa ini adalah kehidupan nyata bukan drama Korea dan India yang penuh dengan kejadian kebetulan dan romantis.

‘Setelah Raka, bagaimana aku masih berharap perhatian dari seorang pria, di mana pun mereka semua sama saja,' batin Anna.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 91

    "Selamat pagi, Bu!" Sapa Arga."Pagi Arga!" Balas Anna sambil terus saja berjalan masuk tanpa ada basa-basi.Arga merasa diacuhkan. Arga merasa Anna sikapnya berubah tak lagi sehangat sebelum menikah dengan Eldwin. Pria berusia dua puluh delapan tahun itu diam-diam berkaca saat berada di toilet. Memandangi dirinya sambil berbicara sendiri dalam hati.'Apa aku ini kurang tampan? Tidak gagah seperti dia? Ah tidak. Semua wanita yang aku dekati selalu memujiku gagah. Tapi, mengapa Anna tidak pernah seperti mereka. Dia tidak pernah sekalipun memujiku gagah dan tampan.'"Jangan lama-lama di toilet, nanti posnya kecolongan," kata Fariz sambil menepuk bahu Arga."Biar, ada Candra," jawab Arga singkat, masih memandangi diri di kaca."Memang kau jerawatan ya, dari tadi terus memandangi wajah?" Fariz bertanya sambil berjalan ke arah kloset buang air kecil."Bukan, masih memikirkan kenapa Anna sekarang berubah semenjak menikah dengan Eldwin.""Kenapa? Tambah cantik dia? Ya jelas saja. Pengantin b

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 90

    Esok paginya Bi Rum sudah sibuk di dapur. Anggar yang terbiasa menjaga kedainya pagi itu dia ingin masak sesuatu. Ikut nimbrung. Tapi, bukan untuk mengganggunya, dia justru membantu Bi Rum dengan membuat menu makanan yang berbeda hari itu "Memang Mas Anggar sudah selesai merawat ibu?" Tanya Bi Rum sembari memperhatikan Eldwin yang tengah mengaduk masakannya."Ibu masih ingin tiduran di kamar, menunggu sarapan yang aku buat. Dia bilang ingin ayam asam pedas manis. Jadi, aku buatkan hari ini.""Wah, ternyata, Nak Anggar jago masak juga ya.""Belajar dari Mbak Anna Bi.""Bagus itu. Nanti kalau sudah menikah pasti istrinya senang punya suami yang pintar masak.""Iya. Tapi, aku maunya makan masakan istri, bukan aku yang masak untuknya.""Iya, sekali-kali menyenangkan istri itu juga baik loh.""Ehem ehem." Suara berdehem Eldwin mengejutkan mereka. Pemuda itu sudah berdiri di belakang mereka dengan pakaian yang rapi, setelan kemeja berwarna biru gelap dan Chinos Pants hitam."Sepertinya pa

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 89

    Eldwin hanya bisa mengusap punggung Anna pelan. Tanpa tahu apakah bisa membuat Anna kembali ceria seperti sebelum masalah tentang Raka kembali datang. Anna tampak sangat terpukul. "Lalu apakah kehadiranku juga tidak bisa membuatmu melupakannya?" Anna menarik tubuhnya. Memandang laki-laki di hadapannya dengan tatapan nanar. "Tidak, El. Tapi, masa lalu itu begitu menyakitkan." Anna tertunduk lesu. "Aku bersyukur semua itu terjadi, kalau tidak karena kejadian itu, kau mungkin tidak akan pernah menikah denganku." "Bersyukur dikhianati?” "Aku tahu itu tidak mudah. Kau hanya kehilangan Raka. Tapi, kau tidak kehilangan satu-satunya milikmu yang berharga. Aku merasa Raka itu pria yang bodoh. Sudah menunggu waktu yang begitu lama untuk bersamamu. Tapi, ketika saat itu tiba dia justru mengacuhkanmu dan lebih memilih bersama wanita lain. Bukankah itu sungguh aneh." "Pria memang seperti itu, jika hasratnya sudah di ubun-ubun maka kewarasannya pun hilang." "Apa kau juga menganggapku

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 88

    Melihat Raka berada di rumahnya, Eldwin tidak bisa tinggal diam dan membiarkannya. Apa lagi ketika ingat pria itu beberapa hari yang lalu pernah berusaha memberikan obat perangsang pada Anna. Melihatnya, darahnya seakan naik ke ubun-ubun. Eldwin kemudian menghampiri Raka yang masih duduk tenang seperti tuan rumah. Memandangnya dengan tatapan tajam. "Masih berani datang kemari, setelah apa yang kau lakukan pada Anna. Apa kau ini pria bermuka badak," kata Eldwin yang masih berusaha menahan emosinya. "Memang apa yang kulakukan ha?" Balas Raka beranjak berdiri. "Masih berpura-pura. Kau ingin aku membawa polisi untuk menyeretmu dan membuatmu mengaku?" "Tanpa bukti yang jelas jangan harap bisa menangkapku. Lagi pula bukan aku yang menikmati tubuhnya." Buck!! Satu pukulan tak segan melayang di wajah Raka. Pria itu terhuyung ambruk di sofa sambil memegangi hidungnya. Dia menggeram saat melihat cairan merah keluar dari hidungnya. "Breng***! Beraninya kau memukulku!" Raka tidak

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 87

    Eldwin menghampiri Anna yang masih tertidur di sofa. Menatapnya tanpa mengatakan apa pun. Melihat Anna bekerja keras selama ini mengurus restoran tanpa pernah mengeluh, Eldwin membuat janji dalam hatinya. Dia akan selalu membuatnya tersenyum dan bahagia.Andai saja dia bisa mengurus dua-duanya, antara restoran dan pekerjaannya tentu dia tidak akan mengizinkan Anna bekerja kembali bekerja. Namun, dia tahu bagaimana sifat Anna. Dia tidak mungkin bersedia untuk berhenti mengurus restoran.Eldwin menggenggam tangan Anna yang hangat, membuat wanita itu membuka matanya, dia terbangun."Aku pikir kau sudah pulang,” ucapnya."Hari ini aku ingin menemanimu seharian di sini.""Kau pasti akan bosan, El.”"Tidak jika selalu bersamamu."Ketukan pintu kembali terdengar, lebih keras dan terdengar tidak sabaran. Anna dan Eldwin beranjak bangun lalu berjalan menuju pintu. Eldwin membuka pintu itu.Viona berdiri di depan pintu dengan wajah cemas."Bu, di luar ada seorang wanita yang sedang marah-mara

  • Manajer Cantik Milik Bos Dingin   Bab 86

    Elwind bangun pagi-pagi sekali langsung pergi ke kamar mandi. Dia keluar dari sana sekitar sepuluh menit. Mengambil pakaian di lemari dan mengenakannya.Setelah rapi dia menoleh ke tempat tidur, melihat Anna masih tertidur dengan lelapnya. Ditutupi selimut tebal dan hangat yang membungkus tubuhnya, hanya memperlihatkan sebagian kepalanya.Eldwin mendekatinya lalu berbaring sebentar di sampingnya, memandanginya beberapa menit. Dia tidak ingin membangunkannya. Mungkin Anna masih lelah setelah semalam menemaninya melewati malam yang panas.Melihat wajah polos yang tidur seperti anak kecil itu, dan membayangkan kejadian semalam Eldwin tak bisa untuk mengabaikannya. Dia mendekatkan wajahnya dan mengecup lembut pipinya. Membuat sepasang mata dengan bulu yang lentik dan tebal itu terbuka.Melihat Eldwin sudah rapi, sementara dirinya masih di tempat tidur Anna semakin malas untuk bangun. terlebih dia tahu tubuhnya tak mengenakan apa pun di balik selimut itu, dan dia terlalu malu, maka dia men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status