Rania terus berteriak napasnya mulai sesak karena asap telah memenuhi kamarnya, ia berlari ke jendela, dan membuka jendela, sambil terus berteriak minta tolong.Orang–orang mulai terlihat di bawah. Sementara api terus menjilat–jilat, pemilik ruko sebelah Rania, mulai panik dan mengamankan barang dagangan mereka.Fathan yang melihat kejadian itu dari jendela apatermennya terlihat cemas, ia tahu yang terbakar adalah ruko milik Rania.“Apa Ranai ada di dalam sana, aku harus memastikanya.” Bergegas Fathan berlari kecil keluar apatermen, ia terus berlari menuju ruko.“Apa ada yang tinggal di dalamnya, Pak?” tanya Fatah pada seseorang.“Tadi ada seorang wanita yang berteriak minta tolong, aku rasa wanita itu sudah pingsan, jika tidak diselamatkan pasti tidak tertolong,” balas seseorang di depan rukoTidak lama kemudian dua unit mobil pemadam kebakaran tiba di lokasi, pertugas bersiap-siap akan
“Okay Bu Rania, fokuslah pada kesembuhanmu dulu,” jawab Fathan, lalu pria itu berpamitan.Rania tampak sakit, kepalanya masih terasa pening, lalu ia berpikir kenapa rukonya kebakaran, bahkan dia belum memiliki kompor, ia hanya bisa menunggu penyelidikan pihak berwajb. Dalam hatinya Rania masih bersyukur bisa selamat dari kobaran api, walau ia harus kehilangan beberapa benda penting seperti ponsel,dan dompetnya.Sementara itu di temapt lain, Larasati dan Dinda sudah mendengar musibah yang dialami Rania. Ibu dan anak itu tersenyum puas, melihat ruko milik Rania habis di lalap api.“Hah..puas aku lihat Rania hancur, sekarang dia tidak punya apa-apa lagi ruko tempat tinggal satu-satunya telah di lalap api,” ujar Dinda.“Dinda, apa kebakaran itu kebetulan atau...” tatapan Larasati menunjukkan seakan menuduh Dinda otak dari kebakaran itu.“Atau apa Bu, aku dan Rafa yang merencanakan?” timpal Dinda.&
Rania menatap pria tampan dan gagah di depannya, ia tak percaya dengan apa yang ditawarkan Fathan. Sejak dulu ia memimpikan bisa belajar memasak, untuk meningkatkan kemampuanya dan saat ini ada seseorang yang mau mendukungnya.“Dokter Fathan, dengan cara apa saya harus membayar kebaikan Dokter Fathan?”“Kenapa Bu Rania menganggap, seakan apa yang saya lakukan adalah sesuatu yang mengharapkan imbalan, Apa salah jika aku menolong seorang wanita yang hidupnya baru saja dihancurkan,” balas Fathan.“Tapi aku tidak mau berhutang apapun pada seseorang.”“Baiklah, aku kelak akan memotong gajimu, jika Bu Rania sudah menjadi karyawanku. Bagaimana, sekarang setuju dengan kesepakatan kita?”“Baiklah Pak Fathan saya setuju.”Setelah berpamitan dengan Dokter Fathan, Rania melangkah pergi. Sementara Fathan menatap punggung Ranai sampai menghilang dari pandangannya lalu senyum kecil terbit di bibirnya.Dalam hati Fathan, ia sangat bersyukur bertemu dengan Rania.Di tempat lain Kinan dan Faiz sedang
“Kinan... apakah wanita itu sejahat itu, Pak Fathan?”Fathan sekilas menoleh ke arah Rania.”Apa kamu pikir wanita yang merayu suami orang itu adalah orang baik?”Rania tersenyum getir, ia memang tidak menganggap Kinan adalah orang baik, tapi berusaha melenyapkan nyawa itu adalah orang yang sangat jahat dan Rania tidak habis pikir, kenapa Faiz harus jatuh cinta pada wanita seperti itu.“Ah, aku rasa bukan Kinan,“ sahut Rania ragu.“Ya, itu ‘kan baru dugaan, dan aku curiga pada Kinan, tapi kalau kamu masih ragu, waktu yang akan membuktikannya,” Fathan terlihat menghela napas pelan dan kembali fokus menyetir.“Kamu sudah makan?”Rania terbengong, ketika pria di sampingnya kini tidak lagi menyebut Bu Rania.“Bolehkan aku hanya menyebut namamu sekarang?” pinta Fathan sekali lagi dan itu membuat Rania gugup.“Boleh Pak Fathan.”Rania tersipu malu, tapi ia menyadari dirinya bukanlah seorang gadis, yang berbunga-bunga ketika seorang pemuda memberi perhatian. Baginya Fathan adalah orang ba
Larasati hanya menghela napas kesal, melihat sikap Safa, ia menatap punggung kecil cucu satu-satunya itu. Lalu Larasati menghubungi Faiz, lama ponsel Faiz tidak diangkat dan itu membuat Larasati kesal, jam dinding rumahnya menunjukkan pukul sembilan malam.Akhirnya panggilan ponsel, terjawab.“Hallo Bu, ada apa?” tanya Faiz di seberang ponsel.“Faiz, kamu dimana?”“Aku bersama Kinan di apartemen.”“Faiz, kamu jangan memikirkan dirimu saja dong, pikirkan Safa, dia sekarang ada di rumah ibu.” Larasati menghela napas sebentar kemudian melanjutkan pembicaraannya.”Kapan kamu pulang, Safa mengeluh kamu mulai mengabaikannya,” lanjut Larasati.“Itu perasaan Safa saja Bu, biasalah anak ABG, cari perhatian, dia sudah besar bisa melakukan keperluannya sendiri, kalau mau makan tinggal pesan di aplikasi makan ‘kan, kalau mau kemana-mana tinggal pakai ojek on
Rania meraih tangan Safa. ”Sekarang kamu sudah pandai menilai orang, waktu itu kamu sangat membanggakan Tante Kinan, tapi sekarang kenapa jadi sedih.”“Maafkan Safa, Mah, saat itu Safa terpikat dan kagum pada sosok wanita yang selalu berpenampilan cantik dan seorang pengusaha, rasanya sebagai wanita, Tante Kinan adalah wanita yang sempurna, tapi ternyata Mamah adalah wanita yang paling sempurna di dunia ini.” Safa tersenyum kecil.Rania membalas senyuman dan pujian Safa. ”Terima Kasih sayang, makanlah nanti baksonya keburu dingin. Maaf Mamah hanya bisa mentraktirmu di warung bakso bukan di kafe atau restoran,” timpal Rania terlihat sedih“Enak kok Mah, baksonya.” Safa tertawa, diikuti Rania, keduanya tampak akrab kembali tidak ada ketegangan seperti beberapa bulan yang lalu.****Sementara Faiz merayakan status dudanya bersama Kinan di sebuah restoran bintang lima yang mewah, iringan musik mengiringi gerak langkah mereka di lantai dansa.“Sebentar lagi kita menjadi pasangan suami ist
Rania sudah duduk di kursi sebuah ruangan, hari ini ia mendapat panggilan dari Pak Fahri kepala HRD RS Medika Internasional.Pak Fahri telihat memasuki ruangannya, dengan wajah angkuhnya, pria yang merasa berkuasa itu duduk di kursi kebesarannya. Menatap Rania lekat seakan matanya sedang menelanjangi tubuh wanita yang sedang duduk dengan menunduk itu.“Rania..” panggil Fahri.Rania baru mengangkat wajahnya, “Iya Pak.” jawab Rania singkat.“Aku sebenarnya ingin membicarakan masalah pribadi denganmu,” Fahri ragu dengan ucapannya, ia menjedanya dan itu membuat Rania penasaran.“Masalah pribadi?”“Kamu sekarang sudah berstatus janda ‘kan, mau kan nanti setelah sepulang dari kerja ikut aku, makan malam berdua,” ajak Fahri.“Maaf Pak, saya tidak ada waktu untuk makan malam, saya mengikuti kelas memasak selepas kerja setelah itu pulang beristirahat.”
Satu minggu sudah Rania bekerja di restoran, sebagai pramusaji. Saat ini ia sedang sibuk melayani pengunjung dari meja ke meja, sesekali tangannya mengusap peluh di keningnya. Dan ia tak menyangka siang itu Dinda, Larasati dan juga Kinan ada di salah satu meja restoran. Sebenarnya Rania mau menghindari tapi apa boleh buat, tidak ada karyawan lain yang menggantikannya, dengan perasaan kacau dan kesal ia menghampiri meja dimana tiga orang yang dibencinya duduk.“Rania...jadi kamu menjadi pelayan restoran,” ucap Larasati.“Woow sebuah kejutan mantan kakak ipar yang melayaniku,” timpal Dinda tak kalah ketus.“Sudah kuduga, kamu kembali ke kastamu, bercerai dengan Faiz,” sela Larasati.“Rania, besok datang ke pernikahan Mas Faiz dan aku, Safa sudah mengantarkan undangannya ‘kan?”“Aku pasti datang, kalian akan makan apa, cepatlah pesan,” Rania menyodornkan daftar menu ke atas meja.Kinan meraih daftar menu. ”Restoran ini langgananku, biasanya pramusaji sudah tahu apa yang akan aku pesan,”