“Mamah!” teriak Safa.”Papah kenapa?”“Safa cepat panggil ambulance, Papahmu terluka, ia banyak keluar darah!”suruh Rania, dengan nada gemetar.Safa meraih ponsel, dan melaksanakan perintah ibunya. Faiz masih tak berdaya, rupanya pecahan vas yang terbuat dari kaca merobek kulit kepala Faiz.Safa dan Rania gemetar saling berpelukan menatap nanar tubuh yang berlumuran darah itu, tak lama petugas ambulance datang dan segera menangani Faiz.Safa dan Rania mengikuti ambulance, menuju Harafa Hospital, setelah sampai disana, Faiz langsung ditangani team dokter.“Pasien banyak kehiangan darah,”ucap dokter.Rania dan Safa terduduk lemas, hanya bisa menunggu di depan ruang UGD“Mah..apa yang terjadi? Mamah melukai Papah?”tanya Safa bernada sedih.“Papahmu, ingin melecehkan Mamah, Safa. Aku reflek ingin melindungi harga diriku,”jawab Rania. Sambil berdiri dan berjalan mondar –mandir.”Aku sudah bilang padamu ‘kan, jangan pernah bercerita apapun tentang masalah Mamah, jika kamu ingin bertemu Papahm
Dengan langkah lebar, dan raut wajah memendam amarah, Fathan menuju kamar perawatan Faiz. Saat itu Faiz sendiri didalam kamar, karena Larasati pergi ke kantin rumah sakit untuk sarapan.Brak! Pintu dibuka kasar, kemudian ditutup kembali dan dikunci, Faiz terkejut, tapi ia tak heran, jika Fathan datang dalam keadaan marah.“Baguslah, Rania, sudah memberimu pelajaran, aku harap setelah ini kamu sadar, jika Rania sudah muak denganmu!”gertak Fathan.Faiz tersenyum getir, seraya menahan pening di kepalanya. ”Fathan, entah apa yang terjadi denganku, aku semakin mengilai Rania, disaat kami sudah terpisah, rasanya aku tak pernah akan menyerah, walau nyawa di ujung tanduk sekalipun,” balas FaizPernyatatan Faiz membuat geram Fathan.”Aku bisa saja menyuntikmu dengan obat mematikan, jadi jangan coba-coba kamu mengancamku atau bahkan mendekati Rania, aku sudah bilang, jika kamu ingin mendapatkan Rania kembali langkahi dulu mayatku!”“Lenyapkan aku sekarang, ini kesempatanmu mumpung aku tak ber
Pagi hari terjadi keributan di dapur rumah sakit, beberapa staf dapur bagian penyimpanan bahan makanan menjerit.“Ada tikus! Di ruang persedian bahan makanan, tolong!”jeritannya mengundang beberapa staf lainnya untuk melihat apa yang terjadi. Ada beberapa tikus sedang berlarian, di antara persedian bahan makanan, beberapa cleaning service berlomba –lomba menangkapnya.Kejadian itu terdengar oleh Rania, ia bergegas menuju ruang persedian makanan, dan terkejut dengan apa yang dilihatnya sekitar sepuluh tikus tertangkap.“Ada tikus di ruang penyimpanan bahan, aku ingin bicara dengan staf yang bertangung jawab pada kebersihan ruang penyimpanan, untuk datang ke kantorku!”perintah Rania tegas.Rania berdiri dan kini dihadapanya ada 3 karyawan yang bertanggung jawab.“Kanapa bisa terjadi seperti ini? Dari mana datangnya tikus –tikus itu?”tanya Rania dengan nada marah.“Saya juga tidak tahu Bu Rania, baru kali kejadian seperti itu.”“Aku ingin memeriksa cctvnya!” Rania melangah cepat men
Satu hari berlalu, kejadian kemarin masih menjadi tranding topik dimedia sosial, juga di kalangan staf dan para medis. Dewan direksi dan pemegang saham, ingin menindak lanjuti kejadian itu, dan mendesak Fathan mengadakan rapat darurat. Atas desakan para dewan dan pemegang saham, akhirnya Fathan mengadakan rapat. Hadir disana juga Rania dan Haralina, kedua wanita yang sama cantiknya itu saling bertatap sinis, kini Rania, bisa melihat dengan jelas, jika dirinya berusaha disingkirkan dari Harafa Hospital.“Kami ingin Bu Rania, mengundurakn diri dari Harafa Hospital , kejadian di ruang penyimpanan persediaan makanan, tetap tanggung jawab Bu Rania, dan dalam hal ini, ia lalai melaksakan tugasnya!”tegas Fahri dengan lantang, berusaha memojokan Rania.“Aku setuju dengan Pak Fahri, Bu Rania harus keluar dari Harafa Hospital,”timpal Haralina semakin tajam menatap RaniaTerlihat beberapa dewan direksi lainnya menyetujui usul dari Fahri dan Haralina.“Aku sudah menbentuk team penyelidikan,
“Anton...jadi ia datang Ke rumah sakit di jam satu kurang dan keluar tiga puluh menit kemudian dengan terburu-buru,” gerutu Fathan.“Nah itu yang aku curiga Pak Fathan, Pak Anton kepala devisi keamanan, kerja di jam delapan pagi sampai jam lima sore, kenapa ia datang di jam satu dini hari, dengan penampilan yang mencurigakan, dan lihat waktu keluar dari pintu lift, barang yang tadi dibawa masuk sudah tidak ada ditanganya, jika Anda perhatikan kantung palstik yang dibawa itu bergerak-gerak, apa itu tikus?”“Bisa jadi, tapi aku yakin, seandainya ia pelakunya , pasti ada seseorang yang menyuruhnya,”gumam Fathan.“Ya Pak Fathan, untunglah waktu itu saya masuk shif malam, jadi tak sengaja, kamera dashbord mobil, manangkap Pak Anton.”“Terma kasih, Anda bisa merahasiakan hal ini, sampai aku menangkap pelaku sesungguhnya, karena aku yakin, Anton, hanya seoarang kaki tangan,”pinta Fathan“Baik, Pak Fathan, saya bisa merahasiakan hal ini.”Dokter wanita itu pun pergi. Meninggalkan ruangan
Harafa semakin hari semakin jauh dari sifatnya yang dulu, dua tahun hilang ingatan, kebiasaannya berubah, itulah yang dipikirkan Fathan. Pria bertubuh tegap dan berparas tampan itu kembali melangkah menuju tempat tidurnya, berlahan dibaringkannya tubuhnya di atas ranjang, rasa rindu pada Rania semakin membuncah, hampir satu minggu Rania tidak bisa dihubungi.Pagi menyapa kota Jakarta, Fathan sudah terlihat duduk di kursi makan. Abela juga terlihat menuruni tangga dan sudah berpakaian rapi.“Mau kemana Sayang?” tanya Fathan.“Pah, Abel, bosan, liburan sekolah di rumah terus, Abel, janjian sama teman, mau main ke rumah teman bolehkan?” izin Abela.“Boleh, nanti biar Papah yang antar kamu,” balas Fathan.“Tidak usah, Mas, biar aku saja yang antar Abel, sekalian aku mau berbincang pada Abel,“ suara Haralina mengalihkan perhatian Fathan dan Abel. ”Tapi nanti aku agak terlambat masuk kantor ya,” lanjutnya lagi.“Tidak apa-apa, yang penting Abela sampai di rumah temannya dengan selamat,” ba
Rania dan Fatma memanggil taksi, waktu menunjukkan pukul sembilan malam.Setelah duduk di jok belakang, Rania menunjukkan alamat yang ditulisnya tadi pada sopir taksi. Taksi melewati jalanan yang sepi, kanan dan kirinya hanya ada persawahan, tampak memasuki pedesaan, tak lama memasuki kawasan perumahan dengan mayoritas rumah adat Bali, taksipun berjalan pelan. Jalanan sangat sepi, karena sudah malam.“Kita sudah sampai di alamat,” ujar sopir menghentikan taksi di sebuah rumah kecil, tampak tak berpenghuni, karena di dalam gelap, lampu depan juga gelap, Rania dan Fatma turun dari mobil.“Pak, tunggu kami,“ pinta Rania pada sopir.Lalu Rania dan Fatma mendekati rumah tersebut, hingga sapaan seorang pria membuatnya kaget.“Kalian mencari siapa?” tanya seorang pria muda.“Hemmm, kami mencari Haralina,” jawab Rania ragu.“Harali...dia sudah pergi, tidak ada di rumah, dua bulan .”“Apa Anda tahu kemana perginya?” tanya Fatma.“Ahh... malas banget kalau bicara mengenai Harali, apa dia memin
Beberapa jam kemudian, sampailah Rania, Fatma dan Safa di Jakarta, ketiganya langsung menuju rumah sakit tempat Fathan dirawat. Tapi sampai disana Rania kecewa.“Jadi pasien sudah dipindahkan Ke Harafa Hospital, siapa yang minta dipindahkan?”“Bu Harafa dan Pak Bastian, mereka istri dan adik dari pasien.”Jantung Rania hampir copot, ia tak bisa membiarkan Harafa palsu mendekati Fathan.“Bu Fatma, aku rasa kita harus bicara dengan Bastian, tentang Haralina,” Rania terlihat cemas.“Bastian, akhir-akhir ini tidak mendukungmu di Harafa Hospital, apa dia akan percaya,” balas Fatma juga terlihat bingung.“Mamah coba dulu saja, dengan menunjukkan foto-foto wanita itu, setidaknya kak Bastian, akan mengawasi gerak–gerik wanita yang mengaku Bu Harafa,” saran Safa.“Safa benar, aku harus bicara dengan Bastian.” Akhirnya Rania memutuskan berbicara secara langsung dengan Bastian,. sedangkan Safa dan Fatma memilih pulang.Sementara itu di Harafa Hospital, Fathan masih belum sadar, setelah beberap