Home / Romansa / Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik / BAB 4 Mereka Keluarga Top Dari Kota Tanra

Share

BAB 4 Mereka Keluarga Top Dari Kota Tanra

last update Last Updated: 2025-02-28 03:50:05

Detik berikutnya, terdengar ketukan di pintu ruang kerja.

"Masuk," ujar Tuan Sinclair tanpa mengalihkan pandangannya dari Isabella.

Pintu terbuka, memperlihatkan sosok Theodore yang berdiri dengan ekspresi tenang.

"Ada apa?" tanya Tuan Sinclair.

"Pa, Shela ada di depan. Dia ingin mengajak Isabella jalan-jalan," jawab Theodore.

Mendengar itu, Isabella tersenyum kecil. Ia segera membalikkan tubuhnya menghadap Tuan Sinclair, menatap pria itu dengan ekspresi tenang.

"Om Dion, bolehkah aku keluar?" tanyanya dengan lembut.

Tuan Sinclair menyipitkan matanya sejenak, lalu tersenyum tipis. "Keluarga Wijaya termasuk keluarga terpandang di kota Lithen. Sangat bagus jika kita tetap menjaga hubungan baik dengan mereka."

Isabella menahan kelegaan yang muncul di hatinya. Dengan senyum manis, ia berkata, "Terima kasih, Om Dion."

Namun, sebelum ia bisa berbalik, suara dingin Tuan Sinclair kembali terdengar.

"Tapi ingat, hanya dua jam. Jika lewat dari itu, pengawalku akan menjemputmu."

Isabella menggenggam ujung bajunya erat, tapi tetap tersenyum. "Tentu, Om."

Tanpa menunggu lebih lama, ia segera berjalan keluar bersama Theodore. Begitu melewati pintu, napasnya terasa lebih lega.

Di luar, Shela Wijaya sudah menunggu di depan rumah dengan mobil hitam mengilapnya. Begitu melihat Isabella keluar, Shela tersenyum lebar dan melambaikan tangan.

"Ayo cepat! Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu!" serunya penuh semangat.

Isabella tersenyum samar dan mempercepat langkahnya menuju mobil. Sebelum masuk Theodore berkata "Shela apa perlu aku yang mengantar kalian berdua?"

Shela langsung mengerutkan keningnya "Apa? tidak perlu, Tuan Muda Sinclair sebaiknya memperhatikan kondisi Hilda saja. Khawatirnya stok tisu di kota Lithen besok menipis, karena dia menangis sepanjang hari. Untuk Bella jangan khawatir, aku akan menjaganya"

Theodore menatap Isabella dengan serius memperingatkan "Bella, ingat waktumu hanya dua jam".

Setelah menutup pintu mobil, kendaraan perlahan melaju menjauhi rumah keluarga Sinclair.

Shela menyandarkan punggungnya, lalu melirik Isabella dengan ekspresi kesal "Ingat, waktumu cuma dua jam." Ia mendesah dramatis. "Dasar Theo, selalu menyebalkan! Seolah-olah kamu ini anak kecil yang perlu diawasi setiap saat. Mereka bahkan tidak seperti itu terhadap Hilda. Bella, bersyukurlah kamu memiliki aku sebagai sahabat, jika tidak tidak tahu alasan apa yang akan kamu katakan kepada mereka jika ingin keluar"

Tiba-tiba, ekspresinya berubah penuh antusias. "Oh iya, Bella! Bagaimana kondisi Hilda sekarang?" tanyanya dengan mata berbinar, jelas sekali ia penasaran.

Isabella tersenyum tipis, mengingat kejadian tadi. Dengan nada ringan, ia menjawab, "Dia diceraikan."

Shela terperanjat. "Apa? Serius?" Kemudian, ia menutup mulutnya, menahan tawa yang hampir meledak. "Kalau ini sampai tersebar, dia pasti tidak akan punya muka untuk muncul di hadapan orang banyak!" Isabella hanya tersenyum tanpa menanggapi lebih jauh.

"Oh iya, Bella, apa yang ingin kamu lakukan hari ini?" tanya Shela sambil menoleh ke arah Isabella.

"Pergi ke bandara," jawab Isabella singkat.

Shela mengerutkan kening, lalu menatap Isabella dengan terkejut. "Kamu ingin kabur?" tanyanya cepat.

Isabella menghela napas, lalu menatap Shela sebelum menjawab dengan tenang, "Aku akan pergi ke London. Aku ingin melanjutkan studiku untuk gelar S2."

Shela membelalakkan mata. "Bella, kamu serius?" tanyanya lagi, masih sulit mempercayai keputusan itu. Kemudian, seolah baru menyadari sesuatu, ia menambahkan, "Tapi bagaimana dengan nenekmu? Kamu belum bertemu dengannya, kan?"

Mendengar itu, senyum Isabella memudar. Ingatannya melayang ke kejadian dua hari lalu.

Flashback on

Di halaman belakang rumah keluarga Sinclair—tempat di mana Nenek Sinclair tinggal. Namun, menyebutnya tempat tinggal mungkin terlalu berlebihan. Itu lebih menyerupai penjara daripada rumah.

Sejak dulu, neneknya selalu dikurung di sana, dijauhkan dari dunia luar, dan Isabella dilarang keras untuk menemuinya.

Dua hari yang lalu, Isabella memberanikan diri untuk pergi ke halaman belakang. Namun, belum sempat ia mencapai tempat itu, seorang penjaga yang bertugas segera menghadangnya.

"Aku ingin menemui nenek," ucap Isabella dengan tegas.

Penjaga itu tidak menunjukkan reaksi selain menatapnya tanpa ekspresi. "Nona dilarang menemui Nenek tanpa persetujuan dari Tuan Sinclair," jawabnya dengan nada datar.

Isabella mengepalkan tangannya, menolak menerima jawaban itu. "Aku cucunya! Aku berhak menemui nenekku!" katanya, lalu melangkah maju.

Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, lima orang pengawal lain muncul dari berbagai arah, membentuk barikade di hadapannya.

Isabella menatap mereka satu per satu, mencoba mencari celah untuk lolos. Tapi ia tahu—ia benar-benar tidak punya kesempatan melawan mereka.

Flashback off

Isabella menghela napas panjang, kembali ke kenyataan. Ia menatap Shela dan tersenyum kecil, meskipun ada kesedihan yang terselip di matanya.

"Aku akan mencari cara lain," katanya lirih. "Tapi aku tidak bisa terus terkurung di sini, Shela. Jika aku tetap tinggal, aku tidak akan pernah bisa bebas. Aku tidak bisa membuang-buang waktuku lagi"

Shela terdiam sejenak, lalu meraih tangan Isabella dan menggenggamnya erat. "Kalau begitu, aku akan membantumu," katanya mantap. "Apa pun rencanamu, kamu tidak akan sendirian."

"Bella, di kampus mana kamu akan kuliah?" tanya Shela penasaran.

"Akademi Royal," jawab Isabella singkat.

Shela membelalakkan mata, jelas terkejut. "Wow! Itu akademi seni terbaik di dunia!" serunya kagum. "Aku dengar hanya orang-orang berbakat luar biasa yang bisa masuk ke sana. Bella, kamu memang keren!"

Isabella tersenyum kecil, tapi sebelum ia bisa menanggapi, Shela tiba-tiba melirik keluar jendela.

"Wow, Bella cepat lihat konvoi mobil itu. Bukankah itu mobil anti peluru? keren banget" Matanya menatap 5 mobil yang berjalan berlawanan arah.

"Apa mereka dari kota Lithen?" Tanya Isabella.

"Bukan, kamu tidak tahu karena jarang keluar. Mereka dari kota Tanra. Pemimpinnya adalah tuan muda dari keluarga top di Kota Tanra."

"Keluarga top di Tanra?" Tanya Isabella.

Shela mengangguk "Iya, Keluarga itu dibagi menjadi dua kubu. Yang satu kubu hitam dan yang satu kubu putih. Mereka saling bermusuhan satu sama lain. Dan yang punya konvoi ini dari kubu hitam. Aku dengar pemimpin mereka adalah orang yang berdarah dingin. Bisnisnya dimana-mana. Julukannya adalah The Black Tycoon. Kalau tidak salah nama keluarganya Foster"

***

Di sisi lain, Regan menatap Leo dengan kesal. Mereka sedang dalam perjalanan kembali ke kota Tanra, suasana di dalam mobil terasa sedikit tegang.

"Bagaimana bisa kamu belum menemukan gadis itu? Aku sudah bilang, dia hadir di pernikahan itu!" Regan menggerutu sambil melipat tangannya.

Leo menghela napas, lalu melirik Regan dari kursi kemudi. "Kak Regan, kamu yakin dia benar-benar datang ke pernikahan itu? Kamu nggak mabuk, kan?" tanyanya setengah bercanda.

Regan mendengus sebal. "Aku tidak mabuk! Aku jelas-jelas melihatnya. Dia mengenakan pakaian tradisional berwarna lavender, riasannya tipis, tapi wajahnya..." ia berhenti sejenak, lalu mendesah. "Cantik. Jauh lebih cantik dari artis mana pun. Bahkan, kamu sendiri sempat memujinya!"

Leo mengernyit, berusaha mengingat. "Pakaian lavender? Riasan tipis? Cantik?" gumamnya pelan.

"Ahh aku tidak bisa mengingatnya. Kak Regan, ada 500 tamu disana. Bagaimana mungkin aku bisa mengingatnya".

"Pokoknya aku mau kamu temukan dia secepatnya"

Leo mendesah "Ahhh aku hanya kenal Kakek Oriza di pernikahan itu, aku datang juga karena merasa berterimakasih kepadanya, karena telah menyelamatkan aku 2 tahun lalu. Aku tidak yakin dia masih bisa melihat dengan jelas, bahkan jika aku punya foto wanita itu"

"Apakah kamu bodoh? Mencari satu orang di kota sekecil Lithen ini saja tidak bisa? Aku baru tahu hanya segitu kemampuanmu" Tanya Regan dengan tatapan tajam.

Leo menelan ludahnya, tidak berani mengeluh lagi. "Baik aku akan cari lagi kak Regan" Jawab Leo.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 17

    Hilda menggertakkan giginya, matanya penuh dengan kemarahan. Darahnya terasa mendidih saat membayangkan bagaimana Isabella dengan sengaja berlari dekat vas kesayangan Tuan Sinclair tadi. Dulu, Isabella selalu patuh, dan keluarga mereka Hilda menggertakkan giginya, matanya penuh dengan kemarahan. Darahnya terasa mendidih saat membayangkan bagaimana Isabella dengan sengaja berlari dekat vas kesayangan Tuan Sinclair tadi. Dulu, Isabella selalu patuh, dan keluarga mereka tampak baik-baik saja. Namun, seiring beranjaknya usia mereka, perhatian ayahnya selalu tercurah lebih banyak pada Isabella daripada padanya. Sebagai satu-satunya anak perempuan, siapa yang tidak merasa marah dan cemburu? Di luar juga reputasinya tidak terlalu baik. Semenjak Isabella hadir di pesta sosialita kelas atas kota Lithen. Banyak grup-grup yang membicarakannya. Jelas dia hampir terlupakan. Perhatian. yang dulu ia dapatkan, sekarang harusnia bagi dua dengan Isabella. Ia benar-benar harus mengusir Isabella sec

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 16 Vas Pecah

    Keesokan harinya, Isabella kembali menghabiskan waktunya di kamar, larut dalam lukisan yang belum rampung. Jemarinya yang memegang kuas bergerak pelan, membaurkan warna dengan penuh perasaan. Tiba-tiba, pintu kamarnya terbuka dengan keras. Hilda masuk dengan wajah murka, menggenggam cambuk di tangannya. Tanpa berkata sepatah kata pun, ia langsung mencambuk Isabella. "Aku ingin kau jujur, Isabella," seru Hilda. Isabella menahan rasa sakit sambil menatap Hilda dengan tajam. "Apa yang sebenarnya terjadi dengan rekaman CCTV itu? Karena sepanjang pesta, aku berada di ruangan itu dan tak sekalipun melihat kehadiranmu." Jelas Hilda. “Kemarin kau dipukuli, dan sekarang begitu bersemangat membawa cambuk dan menyerangku. Sudah pulih rupanya?” tanya Isabella dengan nada sinis, senyum mengejek terukir di wajahnya. “Kau masih berani tanya?, itu bukan urusanmu!” bentak Hilda tajam. “Kau pasti yang merekayasa rekaman CCTV itu! Sebelum Papa pulang, aku akan menghabisimu!” Begitu tubuhnya mulai

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 15

    Di ruang kerja keluarga Sinclair... Hilda masih meringkuk di sudut ruangan. Tangisannya tak kunjung reda, tubuhnya bergetar, dan matanya merah membengkak. Nyonya Sinclair berdiri tak jauh dari putrinya. Di belakangnya, Theo berdiri kaku, rahangnya mengeras, mencoba menyembunyikan amarah yang membara. "Dion, Hilda sudah tau salah. Berhenti mencambuknya" Teriak Nyonya Sinclair. Suara cambuk berhenti seketika. Seorang pria paruh baya dengan wajah keras dan mata tajam berdiri beberapa langkah dari Hilda. Di tangannya masih tergenggam cambuk kulit yang kini menggantung lemas di sisi tubuhnya. Nafas Tuan Sinclair masih berat, dadanya naik-turun, menahan amarah yang belum sepenuhnya padam. “Anak ini perlu pelajaran” serunya pada Nyonya Sinclair. “Kau selalu membelanya, dan lihat apa akibatnya? Dia tidak pernah benar-benar belajar bertanggung jawab!” "Tidak ada hal buruk yang menimpa Isabella, dan dirimu sudah memberi pelajaran kepada Hilda. Sekarang sudah cukup Dion" Hilda men

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 14

    "Theo, ayo ke ruang kerja. Lihat keadaan adikmu," kata Nyonya Sinclair sambil melangkah pergi. Isabella tetap berdiri di tempat, memperhatikan dua sosok itu menghilang di balik lorong. Jeritan Hilda dari ruang kerja terdengar jelas ke seluruh penjuru rumah. Tapi kali ini, Isabella tak lagi menunjukkan ketakutan. Bibirnya justru membentuk senyum tipis, penuh kepuasan. “Merdu sekali... teruslah berteriak, Hilda. Ini baru permulaannya saja,” gumamnya. “Selama ini, setiap kau berbuat salah, Theodore selalu jadi tamengmu dan aku yang dikorbankan.” Tiba-tiba, ia merasakan getaran halus dari ponsel di saku bajunya. Tanpa banyak bicara, Isabella masuk ke kamarnya dan mengambil ponsel pemberian Regan dan mendapat pesan darinya Regan: “Kamu masih bangun?” Isabella menatap pesan singkat itu sejenak sebelum mulai mengetik balasan. Isabella: “Masih. Ada apa?” Beberapa detik kemudian, ponselnya kembali bergetar. Regan: “CCTV-nya sudah kuubah sesuai dengan yang kamu minta.” Isabella

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 13 Hukuman Hilda

    Tanpa berkata apa-apa, Isabella masuk ke dalam mobil. Regan pun segera menyusul ke kursi pengemudi, menekan pedal gas perlahan dan mobil itu meluncur keluar dari parkiran bawah tanah menuju jalanan malam kota. Setengah jam kemudian, keduanya sampai di depan rumah keluarga Sinclair. Isabella segera meraij handle pintu untuk keluar, namun gerakannya dengan cepat dihentikan oleh Regan dengan cepat. Regan menahan tangan Isabella yang hendak membuka pintu "Tunggu sebentar" ujarnya. Isabella menoleh, sedikit bingung " Apa lagi?" "Kamu tidak mau bilang terima kasih dulu?" Tanya Regan sambil menatapnya. "Baiklah terimakasih. Aku harus masuk sekarang. Tadi Hilda tidak menemukanku, mungkin dia akan menelpon orang rumah" Ijawab Isabella dengan nada terburu-buru, berusaha membuka pintu lagi, namun sekali lagi, Regan menahan tangannya. "Tentang ponsel, kamu kan sudah dewasa. Kenapa mereka masih menyita ponselmu?" Tanya Regan penasaran. Isabella memilih diam dan tak menjawab pertany

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 12 Hampir Ketahuan

    Di dalam penthouse, Isabella berdiri memandangi jendela besar, menatap kerlip lampu kota yang menyerupai bintang-bintang yang jatuh ke bumi. Dari belakang, Regan mendekat dan menyelimuti bahunya dengan satin hangat. “Mau lanjut lagi?” bisiknya lembut. Isabella menggeleng pelan. “Tidak. Aku harus kembali. Sudah terlalu lama meninggalkan pesta.” Regan menatapnya dengan ekspresi kecewa. “Kenapa terburu-buru?” “Aku punya batasan. Aturan keluarga kami sangat ketat. Aku harus tiba di rumah dalam waktu satu jam,” jawab Isabella datar. Regan menyipitkan mata. “Aturan ketat? Tapi nyatanya, Nona Kedua Sinclair bisa tidur dengan pria?” Isabella berbalik cepat, menatapnya tajam. “Apa salahnya? Diriku adalah milikku sendiri,” katanya sambil mendorong Regan menjauh. Saat ia berbalik hendak pergi, Regan dengan cepat menggenggam pergelangan tangannya. “Tunggu dulu. Kenapa kamu tidak pernah bertanya siapa aku? Sedikit pun tidak penasaran? Kita sudah dua kali tidur bersama.” Sebenarnya Isabella

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 11 Mau Sekali Lagi?

    Isabella tertegun sesaat, mengenali sosok yang duduk santai di kursi beludru itu. Pria ini lagi?. Namun, keterkejutan itu tidak lantas membuatnya gentar. Alih-alih mundur, sebuah seringai tipis bermain di bibirnya. "Memang," jawab Isabella dengan nada tenang. "Sudah lama sekali" Ia melangkah maju, anggun namun penuh perhitungan, mendekati kursi tempat Regan duduk. Cahaya lampu yang terang kini menerangi ekspresi wajahnya yang dingin dan penuh intrik, jauh berbeda dari kepolosan yang ia tunjukkan di pesta tadi. "Jadi, katakan padaku," ucap Isabella, sambil mengambil gelas di meja kecil di samping Regan. "Apa tujuanmu melakukan semua ini? Membawaku kesini di tengah pesta sosialita kelas atas" "Sepertinya kamu tidak menikmati pesta itu" Ujar Regan. Isabella tersenyum balik, lalu meletakkan gelas winenya ke meja dengan anggun. Ia berdiri perlahan, melangkah mendekati Regan, lalu menunduk sedikit dan menyentuh dagunya dengan jemari halus. "Memang tidak," bisiknya, menatap dalam

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 10 Bertemu Lagi

    "Semuanya, aku ingin memperkenalkan seseorang. Dia adalah adikku, Isabella Sinclair. Dia tidak pernah bertemu dengan orang luar, dia sangat patuh. Ini kali pertamanya datang ke pesta seperti ini, tolong jangan ada yang mengganggunya ya" ucap Hiilda kepada semua orang. "Nona kedua Sinclair? Aku baru tahu" "Benar, kalian benar-benar menyembunyikannya dengan sangat baik" "Gadis yang sangat cantik" ucap orang-orang setelah melihat Isabella. Banyak para tuan Muda kota Lithen yang berusaha mengajak Isabella berbicara. "Semuanya minggir" terdengar suara pria yang mendominasi. Melihat siapa pria itu, pria-pria yang ada di sekeliling Isabella menyingkir dengan cepat. “Nona kedua Sinclair,” sapa Sean dengan suara yang berat, namun dibuat seolah-olah ramah. “Akhirnya kita bertemu.” Isabella menoleh pelan, menatap pria itu dari atas hingga ke bawah. Isabella kemudian hanya mengangguk pelan. 'Apa gadis ini selalu kalem seperti ini?' ucap Sean dalam hatinya sambil mengangkat gelas w

  • Manipulasi Manis : Wajah Patuh Hati Licik   BAB 9 Pesta Solialita Kelas Atas Kota Lithen

    Dua Hari Kemudian – Sore Hari di Villa Regan Regan duduk di Daybed samping kolam renang,, menatap layar ponselnya yang gelap. Tangannya sudah puluhan kali mengecheck ponselnya untuk memeriksa pesan yang tak kunjung datang. Ya, pesan dari gadis itu. Ia menggigit bibir bawahnya pelan, lalu membuka ponsrlnya dan tidak ada apa-apa, dengan kesal Regan menutupnya lagi. Flashback – Tiga Hari Lalu, di hotel. "Apa kamu puas denganku?" tanya Regan dengan suara yang bisa membuat wanita mana pun meremang. Isabella tidak langsung menjawab. Ia masih terbaring di tempat tidur, selimut putih membungkus tubuhnya sampai bahu. Matanya menatap langit-langit sejenak, lalu beralih pada Regan yang duduk di tepi ranjang, menggulung lengan bajunya perlahan. Isabella mengangguk pelan. “Kau tahu jawabannya,” gumamnya. Regan tersenyum simpul, lalu meraih ponselnya dari atas meja dan menyerahkannya pada Isabella. “Simpan nomorku. Kalau kamu butuh seseorang, aku ada. Jadi jangan cari orang lain”

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status