“Hah? Aku tidak salah dengar? Kau ingin ikut ke pesta yang hanya diperuntukkan bagi kaum berduit seperti kami? Jangan bermimpi, Cassandra!”Cassandra tersentak mendengar ucapan kakak tertua dari suaminya itu.
Penuh cemoohan, seolah dirinya tak layak.
Padahal, ada sesuatu yang harus dilakukannya di pesta itu.
Gadis itu sontak melihat ke arah sang suami--mencari pembelaan.
Namun, Jovan Attrick malah mengatakan kalimat yang menyakiti hatinya. “Tidak bisa. Kuotanya sudah penuh. Kau harus memiliki undangan baru jika ingin ikut,” jawabnya dingin.“Sudahlah, Cassandra. Kau ikut saja dengan kami ke mall, untuk membeli beberapa gaun yang harus kami kenakan. Setidaknya kau bisa membeli baju baru untuk dirimu sendiri.” Agnes, kakak Jovan, lagi-lagi berkata dengan nada tak bersahabat.
Tubuh Cassandra gemetar.
Rasanya, dia ingin memberontak.
Sebab, sejak menikah dengan Jovan, tak pernah sekalipun ia menolak apapun yang diperintahkan oleh keluarga suaminya.
Namun, semakin lama, mereka semakin memperlakukannya dengan semena-mena. Entah mengapa ini terjadi. Ketika menyadarinya, Cassandra merasa semua terlambat.
Gadis itu kini tak berani melakukannya--takut Jovan yang akhir-akhir menjauh darinya semakin jauh.
"Cassandra?"
"I--iya, kak." Panik, Cassandra pun mengangguk, menuruti ajakan tersebut.
Tak butuh waktu lama, mereka pun tiba di mall.
Seperti biasa, Cassandra dijadikan pembantu. Kedua tangannya penuh dengan tas belanjaan milik Agnes, Jovan, dan juga ibu mertuanya.Ditahannya semua itu, sampai Luna—kerabat dekat Jovan, menyapa lelaki itu dengan penuh keakraban.
“Hi, Jovan. Senang rasanya bisa bertemu denganmu di sini. Apa kabar?”
“Hi, Luna. Kabarku baik. Bagaimana denganmu?” tanya Jovan ramah, seraya tersenyum.
Saat tangan Luna bergelayut manja di lengan Jovan, tidak sedikitpun lelaki itu menepisnya.
Deg!
Cassandra memandang dengan hati yang sangat rapuh, menyaksikan suaminya begitu akrab dengan seorang wanita. Sangat kontras dengan cara Jovan memperlakukannya.
Terlebih, mereka malah asyik mengobrol, membuat darah Cassandra mendidih.
“Aku tunggu kabar baiknya, Jovan. Jika bisa, secepatnya.” Luna mengusap pundak Jovan dengan lembut, senyum manis terulas di wajahnya.
Tak lupa, ia melirik Cassandra dengan penuh intimidasi, jelas memperlihatkan ketidaksukaannya pada wanita itu.
'Sebenarnya, apa yang terjadi?'
Entah apa yang terjadi.
Dua hari setelah pertemuan yang tak terduga di mall antara Jovan dan Luna, suasana di rumah terasa tegang, seakan menyimpan sebuah rahasia yang tak terucap.
Dan tiba-tiba, seperti petir di siang bolong, tanpa aba-aba, Jovan melemparkan sebuah surat cerai ke arah Cassandra yang tengah sibuk membersihkan puing-puing makan malam sebelumnya.
"Dari detik ini, engkau bukan lagi istriku. Kita mengakhiri ikatan ini, dan aku tidak ingin kau menginjakkan kaki di rumah ini lagi!"
"Jovan? Kenapa? Apa salahku padamu?" desis Cassandra dengan nada pilu, matanya memancarkan kebingungan dan kesedihan yang mendalam.
"Masih juga bertanya! Mengapa aku mengakhiri ini? Coba tanyakan pada dirimu sendiri. Mengapa, setelah tiga tahun pernikahan, kau masih belum bisa memberiku keturunan?! Kau telah menipuku, Cassandra! Berbohong padaku tentang harta yang kau katakan miliki di desamu!"
Cassandra menghela napas dalam, tangannya gemetar memegang surat perceraian itu seolah memegang sehelai kertas yang bisa menghancurkan seluruh dunianya.
"Kemas barang-barangmu sekarang juga, dan pergilah dari sini!" perintah Jovan dengan suara yang keras, seolah tak lagi mau membiarkan wajah Cassandra menyentuh tanah di rumah itu.
Agnes, kakak tertua Jovan, menyaksikan dengan angkuh keputusan adiknya yang membuang Cassandra dengan tegas. Dia memancarkan kepuasan yang tak terbendung karena melihat Cassandra, wanita desa itu, diusir dari rumah mewah mereka.
"Bagus, Jovan. Seharusnya kau lakukan itu lebih awal, membuang sampah busuk seperti dia!" ujar Agnes dengan nada penuh kebencian dan kehinaan.
Hembusan angin malam yang dingin merayapi jendela kamar Cassandra ketika dia duduk sendiri di ujung tempat tidur. Pikirannya berkeliaran di antara kenangan manis dan pahit yang telah dia alami selama tiga tahun pernikahannya dengan Jovan.
"Semua ini sia-sia," gumam Cassandra pelan.
Tiga tahun yang lalu, di hari pernikahannya, Cassandra merasakan kebahagiaan yang melimpah. Cinta tulus yang mereka bagi membuatnya yakin bahwa mereka akan menjalani kehidupan yang bahagia bersama.
Namun, kebenaran pahit mulai terkuak ketika Cassandra mulai menyadari kerumitan di dalam keluarga besar suaminya.
Dalam kehidupan Cassandra, sebuah kisah yang mungkin hanya bisa diimpi-impikan oleh seorang gadis desa yang tumbuh dalam keterbatasan, sebuah perjalanan tak terduga membawanya menapaki lorong-lorong istana kekayaan.
Tersungkur di antara kelopak-kelopak mawar yang dihias indah oleh keberadaan seorang pria dari keluarga yang mempesona, Jovan.
Namun, di balik kilau harta dan keanggunan, Cassandra menemukan bahwa kekayaan materi tidak selalu setara dengan kekayaan hati.
Keluarga Jovan, terutama sang ibu mertua yang angkuh, tidak pernah mencerna keberadaan Cassandra dengan hati yang tulus.
Mereka menilainya sebagai sosok yang tak pantas untuk menjalin ikatan dengan Jovan, sosok pria yang terlahir dari latar belakang yang terpandang dan mulia.
Cassandra dijatuhkan dari ketinggian, disingkirkan dalam sudut-sudut terendah, dihempaskan oleh angin kencang yang membawa deras kebencian.
Selama tiga tahun berjalan, Cassandra dipaksa menelan pahit getirnya kenyataan. Ia menjalani segala tugas rumah tangga dengan tangis yang terpendam, tanpa sekali pun mendapat sentuhan terima kasih.
Lebih pedih lagi, ia menyadari bahwa hatinya yang tulus tak mampu membawa cahaya kebahagiaan yang diidamkan suami tercinta.
Namun, di tengah kegelapan yang menyelimuti, nyala cinta Cassandra kepada Jovan tetap membara.
Setiap pagi, ia bangkit dengan harapan menyala, berdoa agar suaminya akhirnya merespons debaran hatinya, berharap suatu hari keluarga Jovan akan merangkulnya dengan pelukan hangat.
Namun, waktu berlalu dan harapan mulai meredup. Hingga suatu malam, ketika gemerlap bulan memberi saksi atas luka-luka yang tersembunyi, Jovan dengan dingin melemparkan sebuah surat perceraian di hadapannya.
Dan dalam kegelapan yang mendalam itu, dia menyadari bahwa hidupnya harus kembali ke titik awal.
Kembali ke keluarganya, kembali menemukan siapa sebenarnya dia, dan mungkin, menemukan kembali arti sejati dari kebahagiaan yang telah lama hilang dalam bayang-bayang penderitaan.
Jadi, setelah malam yang kelam dan menyayat hati itu, Cassandra kembali ke pangkuan keluarganya dengan hati yang hancur dan semangat yang terguncang.
Namun, di balik reruntuhan yang terbentang luas, tersembunyi sebuah kekuatan yang tak terduga, sebuah kekuatan yang telah terpendam dalam batinnya selama ini.
“Tidak, tidak bisa lagi! Cassandra, kau telah membuatku teramat emosional! Keluarga mantan suamimu itu berhasil merobohkan dinding-dinding kesabaran dan ketenanganku!” desis Tamara, sang ibu, dengan rasa sakit yang menusuk-nusuk hatinya saat mendengar kabar perceraian anaknya.
Kembali ke rumah keluarganya, Cassandra menemui pelukan hangat dan kasih sayang yang selama ini begitu ia rindukan. Di dalam kehangatan itu, ia merasakan kekuatan baru yang mulai membangkitkan semangatnya.
Sementara itu, di dalam keheningan istana megah keluarga mantan suaminya, Cassandra merenungkan kata-kata sang ibu yang terukir dalam benaknya seperti mantra penyejuk.
“Lusa, akan diadakan sebuah pesta dansa yang bergengsi. Dan kau, Cassandra, harus hadir di sana dengan keanggunan dan pesonamu yang tiada tara. Tunjukkan pada mereka siapa dirimu sebenarnya, terutama di hadapan keluarga mantan suamimu!” ucap Tamara, dengan suara yang penuh keyakinan dan tekad.
Cassandra duduk di sofa ruang tamu dengan tangan mengusap lembut perutnya yang membesar.Usia kandungannya sudah memasuki sembilan bulan, dan setiap gerakan bayi di dalam rahimnya membuatnya semakin bersemangat dan penuh harapan.Matahari pagi yang masuk melalui jendela memberikan kehangatan yang menyenangkan, namun Cassandra tetap merasa sedikit cemas menghadapi persalinan yang tinggal menghitung hari.Di dapur, Kendrick sedang mempersiapkan sarapan. Aroma roti panggang dan telur mengisi udara, menciptakan suasana rumah yang nyaman dan tenang.Dia terlihat sibuk, namun tetap berusaha agar tidak menimbulkan kebisingan yang bisa mengganggu istrinya.Setelah selesai, Kendrick membawa nampan sarapan ke ruang tamu dan meletakkannya di meja di depan Cassandra. "Sayang, ini sarapan untukmu," katanya dengan senyum hangat. "Kamu harus tetap makan yang cukup untuk menjaga stamina."Cassandra tersenyum, merasakan cinta dan perhatian dari suaminya. "Te
Satu bulan kemudian, suasana di rumah Kendrick dan Cassandra jauh lebih tenang. Namun, berita tentang Jovan dan Luna masih menjadi topik yang hangat dibicarakan di media. Sidang mereka telah selesai, dan keputusan hakim memberikan kelegaan bagi banyak pihak.Jovan dijatuhi hukuman dua puluh tahun penjara, sementara Luna mendapat hukuman lima belas tahun. Keputusan ini berdasarkan bukti yang kuat dan tak terbantahkan yang dikumpulkan selama penyelidikan.Di ruang keluarga yang nyaman, Kendrick dan Cassandra duduk bersama menikmati pagi yang tenang. Di layar televisi, berita tentang kasus Jovan dan Luna kembali muncul. Kendrick memegang remote dan memperbesar volume sedikit, memperhatikan laporan yang tengah disampaikan."Aku dengar, kuasa hukum Jovan mengundurkan diri karena bukti yang pengadilan pegang sangat kuat," kata Kendrick sambil memandang ke layar.Cassandra menoleh pelan ke arah Kendrick, alisnya sedikit terangkat. "Oh, ya? Aku baru tahu. Aku tid
Di sebuah kantor mewah dengan pemandangan kota yang menakjubkan, Rebeca berdiri memandangi layar laptop di hadapannya.Senyumnya tipis, namun matanya berbinar penuh kepuasan. Di sebelahnya, Serly berdiri dengan map berisi dokumen yang baru saja diperoleh dari Kendrick dan timnya."Woah! Ternyata benar. Wanita ini yang telah memanipulasi data kita," ucap Rebeca sembari menggeleng-gelengkan kepalanya saat Serly memperlihatkan data yang berhasil Kendrick dan Arch dapatkan. Wajahnya menunjukkan rasa tidak percaya sekaligus kemarahan yang tertahan.Di depan mereka, Kendrick duduk dengan tenang, senyumnya penuh keyakinan. "Terima kasih, karena telah membantu kami mencari tahu orang yang telah mencuri karya kami, Tuan Kendrick. Aku benar-benar berutang budi pada Anda," ucap Rebeca dengan tulus, matanya tak lepas dari Kendrick.Kendrick mengulas senyumnya. "Senang bekerja sama dengan Anda, Nyonya Rebeca. Aku tahu, ini sangat berarti untukmu. Aku harap kau memberi
Di sebuah gedung perkantoran yang megah, Jovan sedang duduk di meja kerjanya yang luas, dikelilingi oleh tumpukan dokumen dan peralatan teknologi canggih.Pikirannya masih dipenuhi oleh kemarahan dan dendam terhadap Kendrick. Namun, suasana yang semula tenang tiba-tiba berubah ketika pintu kantornya didobrak oleh beberapa petugas kepolisian yang berpakaian seragam lengkap."Saudara Jovan. Anda ditahan karena telah melakukan tindakan korupsi sebesar lima puluh juta dollar sehingga merugikan banyak perusahaan dan juga pemerintah. Anda bisa memanggil kuasa hukum Anda setelah pemeriksaan selama dua puluh empat jam!" salah satu petugas polisi, seorang perwira berwajah tegas, mengumumkan dengan suara keras dan jelas.Jovan terperangah, wajahnya berubah pucat. "Tidak, tidak. Aku tidak melakukan itu. Kalian salah tangkap!" teriak Jovan, suaranya menggema di ruangan yang besar itu. Ia berusaha berdiri, tetapi tangannya segera diborgol oleh salah satu petugas."Seb
Luna dan Jovan bertemu di apartemen Jovan. Raut wajah Luna penuh kepanikan, sementara Jovan terlihat frustrasi dan bingung.Mereka berdiri di ruang tamu yang remang-remang, cahayanya hanya berasal dari lampu meja di sudut ruangan.“Jovan. Ada apa ini? Kenapa percakapan kita jadi tersebar ke mana-mana?” tanya Luna, suaranya penuh kekhawatiran.Jovan menggelengkan kepalanya dengan keras, menatap Luna dengan mata yang penuh kemarahan dan ketidakmengertian.“Aku pun tidak tahu, Luna. Sungguh. Aku tidak tahu kenapa ini bisa terjadi. Atau kau, yang telah melakukan ini?” tuduhnya akhirnya, matanya menyala-nyala dengan kecurigaan.“Apa? Kau menuduhku? Untuk apa aku melakukan hal gila itu, Jovan? Itu sama saja dengan bunuh diri!” ucap Luna dengan suara tinggi, tidak terima dituduh seperti itu. Matanya berkilat dengan kemarahan yang sama.Jovan menjambak rambutnya frustasi, menarik napas panjang dan berat. “Ak
Detik itu juga, rekaman yang menampilkan Luna dan Jovan tersebar ke seluruh media setelah Arch berhasil merekam momen tersebut.Dengan berpura-pura menjadi pramusaji, ia berhasil merekam adegan mereka di ruang VIP restoran yang telah dipesan oleh Jovan.Ketika Jovan telah pergi dan Luna tersisa sendirian, Arch dengan cepat mengambil botol anggur yang telah kosong, memastikan bahwa semua terdokumentasi.Di ruangan kontrol, Arch menyaksikan rekaman tersebut sambil menahan napas. Hatinya berdegup kencang ketika ia menyadari bahwa ini adalah bukti yang sangat penting untuk membongkar tipu daya Jovan dan Luna.‘Oh! Astaga. Ternyata itu semua hanya permainan Jovan agar bisa mengambil Cassandra kembali.’‘Aku tidak menyangka jika kita baru saja dibohongi oleh pria itu. Itu sangat menyebalkan!’‘Sejak awal pun aku sudah curiga pada pria itu. Dan ternyata benar. Ini semua hanya jebakan saja!’