Tiga hari setelah tinggal bersama Satria, Rara telah didorong kakaknya itu untuk membenahi berbagai macam hal dalam hidupnya. Dimulai dari penampilannya, pola makannya, juga waktu istirahatnya. Bahkan pendidikan Bella pun diwajibkan oleh Satria untuk diurus dengan lebih hati-hati.
Walau kelelahan dan penderitaan selama empat tahun ke belakang masih sedikit terlihat dari kantung matanya, tapi pancaran mata Rara yang sebelumnya kuyu itu sudah berubah menjadi jauh lebih cerah. Sekarang, berbalut kemeja putih dan rok pensil hitam, terlihat wanita itu sedang dalam perjalanan ke suatu tempat.Sambil menatap ke luar jendela mobil, Rara mengingat perkataan Satria tiga hari yang lalu."Kamu harus melatih kemampuan bisnismu lagi," titah Satria. “Temui aku di Jaya Corp besok jam sembilan.”Dengan tekad bulat untuk membenarkan hidupnya dan juga memastikan hidup Bella tercukupi, Rara pun hanya bisa menuruti perintah sang kakak. Walau sejujurnya, dia ragu apakah kemampuannya masih bisa digunakan.Sampai di lobi kantor, sopir yang mengantar Rara bergegas membukakan pintu untuk Rara.“Silakan, Nona.” “Terima kasih,” balas Rara sembari tersenyum dan melangkah masuk ke dalam kantor.Pandangan Rara mengedar, memerhatikan betapa megahnya kantor Jaya Corp. Sungguh luar biasa bagaimana sang kakak bisa mengembangkan bisnis keluarga mereka menjadi sebesar ini.Baru ingin menyapa resepsionis, seseorang terdengar memanggil Rara. “Rara?” Rara berbalik dan menatap sang pemilik suara, hanya untuk berakhir memasang wajah keruh.‘Mas Nizam?’ batin Rara dengan kaget.Nizam yang tadinya mengira dirinya salah lihat, langsung mengerjapkan mata saat menatap penampilan Rara dari atas ke bawah. Bagaimana bisa istri lusuhnya itu berubah menjadi seperti ini dalam waktu tiga hari!? Dari awal kenal dengan Rara, Nizam memang tahu wajah mantan istrinya itu sangat cantik. Akan tetapi, sejak menikah, Rara yang jarang dandan dan hanya memakai daster tidak pernah membuatnya berselera lagi.Lalu, kenapa sekarang Rara malah jadi wangi dan berkelas seperti ini?“Ngapain kamu ke sini?” tanya Nizam dengan alis berkerut, merasa tidak senang dan curiga mengenai hal yang tidak-tidak. ‘Apa jangan-jangan … dia jadi simpanan salah satu bos di sini?’Nizam mengusir Rara tanpa uang sepeser pun, dari mana wanita itu memiliki uang untuk tampil rapi dan menawan seperti sekarang kalau bukan jual diri?Rara bisa melihat berbagai dugaan buruk dari pancaran mata sang suami, dan hal itu membuatnya mendengus."Loh, Zam? Ini Rara? Mantan istri kamu?" Belum Rara sempat menjawab, wanita yang berada di sebelah Nizam telah terlebih dahulu bertanya.Rara mengalihkan pandangan kepada wanita itu. Tampak dandanan wanita itu begitu tebal, menutupi kekurangan penampilan dasarnya untuk membuatnya tampil memesona. Gaya berpakaian wanita itu cukup terbuka, menonjolkan lekuk tubuh yang menggoda.Dari cara bicara dan penampilannya, Rara yakin bahwa wanita ini adalah … Jeny Sanjaya.“Kok wanita kayak dia bisa di sini? Security kantor ini gimana sih?” Terlihat Jeny menghadiahi Rara sorot mata merendahkan.Nizam mendengus. “Mungkin mau ngelamar kerjaan kali,” jawabnya asal, sengaja mengejek Rara untuk merasa lebih tinggi. Mendengar hal itu, Jeny terkekeh. “Oh iya, bisa jadi. Pendapatan cleaning service perusahaan besar kayak gini harusnya lumayan ya,” balas wanita itu.‘Dasar pasangan tidak tahu malu,’ batin Rara. ‘Yang satu bangga jadi pelakor, yang satu lagi senang jadi peselingkuh. Cocok memang.’ Terlalu malas berdebat, Rara mengabaikan Nizam dan Jeny untuk lanjut menghampiri meja resepsionis.Tidak senang diabaikan, Nizam memasang wajah keruh dan menjulurkan tangannya untuk menahan Rara. “Hei! Kami lagi bicara sama kamu!” bentaknya, sedikit menarik perhatian sejumlah orang di sekitar lobi.Rara langsung menepis jijik cengkeraman tangan Nizam. “Maaf, jangan sentuh saya. Saya tidak kenal dengan orang seperti Anda.” Wanita itu tidak lupa menambahkan, “Kalau ingin buat keributan, mungkin Anda bisa coba ke pasar, bukan di kantor tempat orang bekerja!”“Kamu–!”"Apa yang terjadi di sini?” Sebuah suara berat yang berkumandang membuat Rara, Nizam, dan Jeny seketika menoleh.Tampak sosok seorang pria dengan jas biru gelapnya berjalan menghampiri kerumunan dekat meja resepsionis itu. Wajah tampan dan manik segelap malamnya secara sukses memukau sejumlah wanita di area lobi.“Astaga, itu Tuan Arjuna!” pekik sejumlah karyawan perempuan di sana.“Ganteng dan berwibawa sekali!” puji yang lain.Mendengar hal tersebut, mimik wajah kaget pun juga ditampakkan oleh Jeny. Wanita bertubuh seksi ini langsung sedikit mundur.Arjuna adalah orang penting, dan sebagai bagian dari kalangan menengah ke atas, Jeny tahu itu. Oleh karena hal tersebut, wanita bertubuh molek itu pun menarik sudut bibirnya untuk membentuk sebuah senyuman menggoda yang disuguhkan pada pria tersebut, berharap Arjuna tidak akan menyalahkannya akan keributan yang terjadi.Namun, belum sempat Jeny mengatakan apa pun, Nizam malah langsung berceletuk, "Kamu siapa sih? Nggak usah ikut campur deh! Ini bukan urusan kamu!" Semua orang tercengang mendengar sergahan Nizam. Banyak yang menganggap pria itu sangat tidak berpendidikan karena tidak mengenal sosok penting seperti Arjuna!Alis Arjuna sedikit menukik saat mendengar ucapan Nizam. “Aku siapa, kamu tidak perlu tahu.” Kemudian, dia menoleh kepada Rara, pandangannya menjadi sangat lembut. “Yang jelas, urusan Rara adalah urusanku.”Bukan hanya Nizam dan Jeny, tapi Rara pun juga terbelalak mendengar hal itu. Dia langsung menarik lengan pakaian Arjuna dan berbisik, “Kak Juna, Kakak bicara apa sih?!”Tidakkah pria itu sadar ucapannya bisa membuat orang salah paham!?Arjuna membalas dengan suara rendah, “Sebagai adik Satria, kamu juga tanggung jawabku.”Hal itu membuat Rara menghela napas. Dari dulu, Arjuna selalu saja seperti ini, mengatakan hal yang membuat orang salah paham!Melihat Arjuna dan Rara yang tampak dekat, Nizam merasa hatinya panas. "Heh! Kamu nggak usah sok ngajarin etika ya! Kita nggak saling kenal, jadi jangan sok-sokan ikut campur dan ngebelain wanita dekil Ini segala!" tukasnya lagi sambil menunjuk-nunjuk ke arah Rara.Mendengar ucapan Nizam, Arjuna menautkan alis. Dia melirik Rara, lalu kembali pada Nizam, tampak sangat bingung.“Apa kamu buta?”Nizam melotot. “Kamu bilang apa?!”Arjuna mengerutkan kening dan berkata, “Dari sisi mana kamu melihatnya sebagai wanita dekil?” Entah kenapa, terdengar ada sedikit kemarahan dari cara bicaranya. “Itu alasan aku bertanya … apa kamu buta?”“Kamu–”Jeny yang sadar bahwa menyinggung Arjuna adalah kesalahan besar langsung menarik lengan Nizam. “Mas Nizam, jangan berisik,” tegur Jeny dengan tegas, membuat Nizam terkejut, baru pernah dibentak oleh sang calon istri dengan begitu ketus. Setelah menegur Nizam, Jeny menghadap Arjuna. Dalam hatinya, dia memutar otak. Kalau Arjuna melapor kepada presiden direktur Jaya Corp mengenai apa yang terjadi di lobi, bisa-bisa rencana Jeny untuk merekomendasikan Nizam ke perusahaan ini bisa gagal!Demikian, Jeny memasang senyuman palsunya. “Maaf kalau kami menyinggung Anda, Tuan Arjuna. Saya harap Tuan Arjuna bisa lupakan saja,” ujarnya. Arjuna menatap datar sosok Jeny, lalu berkata, “Minta maaf bukan padaku, tapi padanya.” Pria itu menghadap ke arah Rara.Jeny dan Nizam terbelalak. Mereka sama sekali tidak menyangka Arjuna akan membela Rara sampai sejauh ini!“T-Tuan, Anda mungkin tidak tahu, tapi wanita itu–”“Aku tidak peduli,” potong Arjuna dengan pandangan tajam. Pancaran matanya sangat tidak bersahabat. “Minta maaf.”Selamat datang di ceritaku yang baru. semoga suka ya.
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge