Share

Bab 6. Perselingkuh dan Pelakor

Tiga hari setelah tinggal bersama Satria, Rara telah didorong kakaknya itu untuk membenahi berbagai macam hal dalam hidupnya. Dimulai dari penampilannya, pola makannya, juga waktu istirahatnya. Bahkan pendidikan Bella pun diwajibkan oleh Satria untuk diurus dengan lebih hati-hati.

Walau kelelahan dan penderitaan selama empat tahun ke belakang masih sedikit terlihat dari kantung matanya, tapi pancaran mata Rara yang sebelumnya kuyu itu sudah berubah menjadi jauh lebih cerah. 

Sekarang, berbalut kemeja putih dan rok pensil hitam, terlihat wanita itu sedang dalam perjalanan ke suatu tempat.

Sambil menatap ke luar jendela mobil, Rara mengingat perkataan Satria tiga hari yang lalu.

"Kamu harus melatih kemampuan bisnismu lagi," titah Satria. “Temui aku di Jaya Corp besok jam sembilan.”

Dengan tekad bulat untuk membenarkan hidupnya dan juga memastikan hidup Bella tercukupi, Rara pun hanya bisa menuruti perintah sang kakak. Walau sejujurnya, dia ragu apakah kemampuannya masih bisa digunakan.

Sampai di lobi kantor, sopir yang mengantar Rara bergegas membukakan pintu untuk Rara.

“Silakan, Nona.” 

“Terima kasih,” balas Rara sembari tersenyum dan melangkah masuk ke dalam kantor.

Pandangan Rara mengedar, memerhatikan betapa megahnya kantor Jaya Corp. Sungguh luar biasa bagaimana sang kakak bisa mengembangkan bisnis keluarga mereka menjadi sebesar ini.

Baru ingin menyapa resepsionis, seseorang terdengar memanggil Rara. 

“Rara?” 

Rara berbalik dan menatap sang pemilik suara, hanya untuk berakhir memasang wajah keruh.

‘Mas Nizam?’ batin Rara dengan kaget.

Nizam yang tadinya mengira dirinya salah lihat, langsung mengerjapkan mata saat menatap penampilan Rara dari atas ke bawah. 

Bagaimana bisa istri lusuhnya itu berubah menjadi seperti ini dalam waktu tiga hari!? 

Dari awal kenal dengan Rara, Nizam memang tahu wajah mantan istrinya itu sangat cantik. Akan tetapi, sejak menikah, Rara yang jarang dandan dan hanya memakai daster tidak pernah membuatnya berselera lagi.

Lalu, kenapa sekarang Rara malah jadi wangi dan berkelas seperti ini?

“Ngapain kamu ke sini?” tanya Nizam dengan alis berkerut, merasa tidak senang dan curiga mengenai hal yang tidak-tidak. ‘Apa jangan-jangan … dia jadi simpanan salah satu bos di sini?’

Nizam mengusir Rara tanpa uang sepeser pun, dari mana wanita itu memiliki uang untuk tampil rapi dan menawan seperti sekarang kalau bukan jual diri?

Rara bisa melihat berbagai dugaan buruk dari pancaran mata sang suami, dan hal itu membuatnya mendengus.

"Loh, Zam? Ini Rara? Mantan istri kamu?" 

Belum Rara sempat menjawab, wanita yang berada di sebelah Nizam telah terlebih dahulu bertanya.

Rara mengalihkan pandangan kepada wanita itu. 

Tampak dandanan wanita itu begitu tebal, menutupi kekurangan penampilan dasarnya untuk membuatnya tampil memesona. Gaya berpakaian wanita itu cukup terbuka, menonjolkan lekuk tubuh yang menggoda.

Dari cara bicara dan penampilannya, Rara yakin bahwa wanita ini adalah … Jeny Sanjaya.

“Kok wanita kayak dia bisa di sini? Security kantor ini gimana sih?” Terlihat Jeny menghadiahi Rara sorot mata merendahkan.

Nizam mendengus. “Mungkin mau ngelamar kerjaan kali,” jawabnya asal, sengaja mengejek Rara untuk merasa lebih tinggi. 

Mendengar hal itu, Jeny terkekeh. “Oh iya, bisa jadi. Pendapatan cleaning service perusahaan besar kayak gini harusnya lumayan ya,” balas wanita itu.

‘Dasar pasangan tidak tahu malu,’ batin Rara. ‘Yang satu bangga jadi pelakor, yang satu lagi senang jadi peselingkuh. Cocok memang.’ 

Terlalu malas berdebat, Rara mengabaikan Nizam dan Jeny untuk lanjut menghampiri meja resepsionis.

Tidak senang diabaikan, Nizam memasang wajah keruh dan menjulurkan tangannya untuk menahan Rara. “Hei! Kami lagi bicara sama kamu!” bentaknya, sedikit menarik perhatian sejumlah orang di sekitar lobi.

Rara langsung menepis jijik cengkeraman tangan Nizam. “Maaf, jangan sentuh saya. Saya tidak kenal dengan orang seperti Anda.” Wanita itu tidak lupa menambahkan, “Kalau ingin buat keributan, mungkin Anda bisa coba ke pasar, bukan di kantor tempat orang bekerja!”

“Kamu–!”

"Apa yang terjadi di sini?” Sebuah suara berat yang berkumandang membuat Rara, Nizam, dan Jeny seketika menoleh.

Tampak sosok seorang pria dengan jas biru gelapnya berjalan menghampiri kerumunan dekat meja resepsionis itu. Wajah tampan dan manik segelap malamnya secara sukses memukau sejumlah wanita di area lobi.

“Astaga, itu Tuan Arjuna!” pekik sejumlah karyawan perempuan di sana.

“Ganteng dan berwibawa sekali!” puji yang lain.

Mendengar hal tersebut, mimik wajah kaget pun juga ditampakkan oleh Jeny. Wanita bertubuh seksi ini langsung sedikit mundur.

Arjuna adalah orang penting, dan sebagai bagian dari kalangan menengah ke atas, Jeny tahu itu. Oleh karena hal tersebut, wanita bertubuh molek itu pun menarik sudut bibirnya untuk membentuk sebuah senyuman menggoda yang disuguhkan pada pria tersebut, berharap Arjuna tidak akan menyalahkannya akan keributan yang terjadi.

Namun, belum sempat Jeny mengatakan apa pun, Nizam malah langsung berceletuk, "Kamu siapa sih? Nggak usah ikut campur deh! Ini bukan urusan kamu!" 

Semua orang tercengang mendengar sergahan Nizam. Banyak yang menganggap pria itu sangat tidak berpendidikan karena tidak mengenal sosok penting seperti Arjuna!

Alis Arjuna sedikit menukik saat mendengar ucapan Nizam. “Aku siapa, kamu tidak perlu tahu.” Kemudian, dia menoleh kepada Rara, pandangannya menjadi sangat lembut. “Yang jelas, urusan Rara adalah urusanku.”

Bukan hanya Nizam dan Jeny, tapi Rara pun juga terbelalak mendengar hal itu. Dia langsung menarik lengan pakaian Arjuna dan berbisik, “Kak Juna, Kakak bicara apa sih?!”

Tidakkah pria itu sadar ucapannya bisa membuat orang salah paham!?

Arjuna membalas dengan suara rendah, “Sebagai adik Satria, kamu juga tanggung jawabku.”

Hal itu membuat Rara menghela napas. Dari dulu, Arjuna selalu saja seperti ini, mengatakan hal yang membuat orang salah paham!

Melihat Arjuna dan Rara yang tampak dekat, Nizam merasa hatinya panas. "Heh! Kamu nggak usah sok ngajarin etika ya! Kita nggak saling kenal, jadi jangan sok-sokan ikut campur dan ngebelain wanita dekil Ini segala!" tukasnya lagi sambil menunjuk-nunjuk ke arah Rara.

Mendengar ucapan Nizam, Arjuna menautkan alis. Dia melirik Rara, lalu kembali pada Nizam, tampak sangat bingung.

“Apa kamu buta?”

Nizam melotot. “Kamu bilang apa?!”

Arjuna mengerutkan kening dan berkata, “Dari sisi mana kamu melihatnya sebagai wanita dekil?” Entah kenapa, terdengar ada sedikit kemarahan dari cara bicaranya. “Itu alasan aku bertanya … apa kamu buta?”

“Kamu–”

Jeny yang sadar bahwa menyinggung Arjuna adalah kesalahan besar langsung menarik lengan Nizam. 

“Mas Nizam, jangan berisik,” tegur Jeny dengan tegas, membuat Nizam terkejut, baru pernah dibentak oleh sang calon istri dengan begitu ketus. 

Setelah menegur Nizam, Jeny menghadap Arjuna. Dalam hatinya, dia memutar otak. Kalau Arjuna melapor kepada presiden direktur Jaya Corp mengenai apa yang terjadi di lobi, bisa-bisa rencana Jeny untuk merekomendasikan Nizam ke perusahaan ini bisa gagal!

Demikian, Jeny memasang senyuman palsunya. “Maaf kalau kami menyinggung Anda, Tuan Arjuna. Saya harap Tuan Arjuna bisa lupakan saja,” ujarnya. 

Arjuna menatap datar sosok Jeny, lalu berkata, “Minta maaf bukan padaku, tapi padanya.” Pria itu menghadap ke arah Rara.

Jeny dan Nizam terbelalak. Mereka sama sekali tidak menyangka Arjuna akan membela Rara sampai sejauh ini!

“T-Tuan, Anda mungkin tidak tahu, tapi wanita itu–”

“Aku tidak peduli,” potong Arjuna dengan pandangan tajam. Pancaran matanya sangat tidak bersahabat. “Minta maaf.”

Anggrek Bulan

Selamat datang di ceritaku yang baru. semoga suka ya.

| Like
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Wahyu Sudaryanti
mantan istri secara agama,tp dlm negara statusnya masih istri sah lom jg seminggu ditalak sebelum balas dendam seharusnya cerai sah dulu
goodnovel comment avatar
Abi Sarah
suka banget ceritany kk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status