Share

Part 2

Author: Aufa
last update Huling Na-update: 2021-06-02 22:27:07

Satu.

Dua.

Tiga.

Dalam hati aku menghitung, namun tak kunjung ada tanda-tanda si pemilik mobil tadi menghampiriku. Tepatnya, tidak ada suara jejak kaki orang mau menghampiriku yang saat ini sedang pura-pura pingsan.

Eh, tapi harusnya aku senang dong, karena itu berarti aku tidak akan dimarahi sama si empunya mobil, gara-gara kaca mobilnya aku lempari sepatu.

Sedang sibuk dengan pikiranku sendiri, tiba-tiba kudengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahku. Hmm ... mungkin si pemilik mobil.

Mataku terus terpejam, sedangkan suara langkah kaki itu semakin mendekat.

Sebenarnya aku tidak tahan dengan posisi seperti ini, tapi mau bagaimana lagi, kalau tidak seperti ini, kemungkinan aku akan dimaki-maki, dan dimintai pertanggungjawaban.

"Walah, kok malah pingsan toh. Bukannya ini tadi yang lempar sepatu ke kaca mobil, ya?" Dari suaranya, aku bisa tebak kalau yang ngomong ini laki-laki yang sudah cukup berumur. Dan dari suaranya juga, aku yakin kalau aku tidak akan dimarahi, meskipun aku tidak pura-pura pingsan seperti ini.

"Pak Suyuti ...." Terdengar suara teriakan orang dari jauh. Aku tidak tahu siapa, kan aku sedang pura-pura pingsan.

"Iya, Tuan." Ooh, ternyata orang yang lagi melihatku ini namanya pak Suyuti. Aku tahu, karena orang ini menyahut panggilan itu.

"Ini orangnya pingsan, Tuan," adu pak Suyuti.

"Udah, biarin aja, paling cuma pura-pura. Ayo cepat berangkat," kata orang di sana yang dari tadi dipanggil 'tuan' oleh pak Suyuti. Ternyata si 'tuan' itu bisa tahu kalau aku cuma pura-pura pingsan.

"B-baik, Tuan," jawab pak Suyuti, yang kemudian berjalan menjauh dari posisiku pura-pura pingsan. Aku tahu, karena suara langkah kakinya terdengar menjauh.

"Haah ...." Aku bernapas lega. Akhirnya aktingku berhasil.

Setelah terdengar suara mobil melaju, aku pun membuka mata, dan langsung bangun dari kepura-puraan.

Tunggu ... ada sesuatu yang mengusikku dari tadi. Tepatnya semenjak mendengar suara seseorang yang dipanggil 'tuan' oleh pak Suyuti tadi. Kok sepertinya aku familiar dengan suara itu ya? Tapi siapa?

Bodo amat deh, yang penting aku selamat dari caci maki si pemilik mobil itu. Meskipun seharusnya sih, aku yang memaki-maki orang itu gara-gara sudah membuat bajuku basah.

=========Aufa=========

Pagi ini aku sudah rapi, dan bersiap-siap untuk pergi ke kantor tempat Alena kerja. Di sana aku akan melamar pekerjaan. Seperti yang dikatakan Alena kemarin, kalau di sana lagi buka lowongan.

Semalam aku sudah menyiapkan surat lamaran kerja, beserta berkas-berkas yang dibutuhkan. Aku juga melampirkan surat pengalaman kerja dari mantan kantor kemarin. Untungnya, kemarin pak Bambang bersedia memberi surat pengalaman kerja, sebelum aku meninggalkan kantor.

"Oke, Alula, you look so perfect," kataku di depan cermin dengan penuh percaya diri.

Dengan wajah yang lumayan good looking ini, membuatku tidak perlu bersusah payah untuk memakai berbagai macam make up. Lha wong sudah cantik dari lahir kok. Ditambah lagi warna kulitku yang pada dasarnya putih.

Eh, aku bukannya sombong ya, dengan mengaku kalau aku good looking. Tapi, memang banyak kok yang bilang begitu ke aku, terlebih kaum adam, dan barisan para mantan. Eh!

Aku cuma pakai krim siang sama sunscreen saja, ditambah lipstik berwarna soft. Simpel tapi cukup elegan. Ya, itu sih menurutku, tidak tahu kalau menurut orang lain.

Kemeja putih dengan dilapisi blazer berwarna hitam, serta celana bahan hitam panjang, menjadi outfit-ku hari ini.

Aku tipe orang yang tidak suka tampil terbuka, apalagi pakai rok di atas lutut, itu tidak pernah aku lakukan selama menjadi orang kantoran. Meskipun belum berhijab, setidaknya aku masih berpenampilan sopan.

Ponselku di atas meja bergetar, dan segera kumengambilnya, dan ternyata Alena yang menelpon.

"Iya, Len," ucapku setelah mengangkat panggilan.

"La, lo jadi nggak ngelamar kerja di tempat gue?" tanya Alena.

"Iya jadilah, ini gue udah siap-siap, bentar lagi berangkat," jawabku.

"Ya udah, lo tunggu gue jemput ya."

"Eh, nggak usah, Len, gue bisa berangkat sendiri kok. Lagian kost-an lo kan udah deket ke kantor, masa mau jemput gue dulu, entar lo bisa telat lho," tolakku. Bukan bermaksud untuk menolak rezeki tumpangan, hanya saja aku tidak mau merepotkan Alena.

"Nggak papa kali, kek sama siapa aja. Kost lo tuh jauh dari kantor, La. Lo juga nggak ada kendaraan kan? Jadi lebih baik gue jemput aja."

"Ya udah deh, terserah lo." Kalau Alena sudah memaksa, aku tidak akan bisa untuk menolak.

Oke, aku tidak akan menolak rezeki dari orang yang mau memberi tumpangan. Mungkin ini salah satu berkah di pagi hari.

=========Aufa=========

"Wah, ternyata kantor lo udah berubah ya, Len. Dulu kan belum segede gini waktu gue sering lewat sini," ucapku setelah sampai di parkiran kantor tempat Alena bekerja.

"Bukan kantor gue, La," kata Alena sambil ngaca di spion motor miliknya.

"Ya, maksudnya kantor tempat lo kerja, Alena ...!" geramku.

"Hehehe ... bercanda aja kali, La. Udah yuk masuk, entar gue tunjukin ke resepsionis." Alena menggandeng tanganku, dan kami pun mulai memasuki kantor.

"Permisi Mbak Nela yang cantik," ucap Alena ketika kami sampai di depan meja resepsionis.

"Iya, Alena, ada apa?" Si mbak resepsionis yang bernama Nela itu tersenyum ramah.

"Ini Mbak, ada temenku yang mau ngelamar kerja di sini." Alena menunjukku, dan aku pun tersenyum ke arah mbak Nela.

"Ooh, mau melamar kerja ya?" Aku mengangguk.

"Silakan duduk dulu ya, Mbak, soalnya bagian HRD yang mau interview belum datang." Mbak Nela menunjukkan sebuah sofa panjang di sebelah meja resepsionis.

"Terima kasih, Mbak." Aku pun menuju sofa itu lalu mendudukinya.

"La, gue masuk kerja dulu ya. Selanjutnya lo bisa ngikutin arahan dari mbak Nela," ujar Alena.

"Ya udah sana. Kerja yang rajin ya, jangan mikirin jodoh mulu."

Alena mencebik tanpa menjawab gurauanku, lalu ia mulai pergi meninggalkanku di sini.

==========Aufa==========

"Saudari Alula Maheswari, betul?" tanya orang di depanku, si ketua HRD di kantor ini.

Aku mengangguk. "Iya, Pak, saya Alula."

"Selamat Alula, kamu diterima bekerja di sini. Dan kamu bisa mulai bekerja esok hari."

Aku dibuat melongo seketika.

Beginikah cara masuk di perusahaan Alexander Corp? Tanpa tes atau wawancara terlebih dulu? Bahkan baru sekitar semenit yang lalu aku masuk ke ruangan ini.

"Bagaimana, Alula, kamu bersedia kan, bekerja di perusahaan ini?"

"Eh? Oh, ya jelas bersedia dong, Pak, saya kan lagi butuh kerjaan. Tapi kok, Bapak nggak interview saya dulu sih, cuma lihat CV saya doang," ucapku melontarkan unek-unek.

"Iya, saya nggak perlu interview kamu lebih lanjut. Dengan melihat berkas lamaran kamu yang disertai pengalaman kerja di perusahaan Wijaya Company, saya yakin kamu ini orang yang cukup kompeten. Jadi tanpa pikir panjang, kamu saya terima bekerja di sini."

Senyumku mengembang. Ternyata modal surat pengalaman kerja dari kantor lama tempatku bekerja kemarin, memudahkanku untuk diterima di sini.

"Serius nih, Pak?" tanyaku memastikan.

Si bapak ketua HRD itu mengangguk mantap.

Yeye ... akhirnya dapat kerja lagi, dan nggak jadi jadi pengangguran.

=============Aufa==========

"Hah? Serius lo langsung diterima gitu aja tanpa ditanyain macem-macem?" tanya Alena setelah aku ceritakan tentang kabar diterimanya aku bekerja di perusahaan yang sama dengannya.

"Iya, sebenarnya gue juga heran sih, masa cuma bermodal surat pengalaman kerja dari Wijaya Company aja, udah bikin gue diterima kerja dengan mudahnya."

"Ye ... Wijaya Company kan perusahaan gede, La. Lo aja dulu berjuang mati-matian kan, biar bisa kerja di sana."

Aku mengangguk. "Hu'um, gajinya juga gede, makanya gue betah kerja di sana. Sayangnya, si direkturnya itu yang ganjen. Andai kalau gue tau siapa sebenarnya owner perusahaan itu, udah gue aduin tuh sikap semena-menanya direktur t*a b**gka itu, dan pastinya sekarang gue masih kerja di sana."

"Ya udahlah, La, lupain aja, yang penting kan sekarang lo udah dapet kerjaan lagi, sekantor lagi sama gue. Coba lo inget deh, udah tiga tahun semenjak kita lulus kuliah, kita udah jarang sama-sama lagi, La," ujar Alena.

"Iya juga, ya." Aku membenarkan perkataan Alena.

"Eh, La, mending sekarang lo siap-siap, terus bawa baju buat kerja besok sama perlengkapan-perlengkapan yang lainnya."

Aku mengernyitkan dahi. Bingung dengan ucapan Alena. "Buat apa? Emangnya kita mau ke mana?"

"Ke kost gue. Malam ini mendingan lo nginep di tempat gue. Gue kangen pengin ngobrol panjang lebar sama lo."

"Ck! Ya, tinggal lo yang nginep di sini aja, napa jadi gue yang repot," protesku.

Alena memutar bola matanya. "Tempat kost gue lebih deket ke kantor, dan besok hari pertama lo masuk kerja, jadi mending lo nginep di tempat gue aja, biar besok gue nggak jemput lo dulu ke sini."

"Ya, lo nggak perlu jemput gue besok," kataku yang masih ogah-ogahan menuruti kemauan Alena.

"Lo mau berangkat kerja naik angkot? Di hari pertama masuk? Serius?"

Aku mengangguk mantap. "Iyalah, emang mau naik apa lagi? Motor gue kan udah di kampung."

"Oh, ayolah Alula, temen gue yang banyak mantannya. Gue tau lo itu kurang disiplin, apalagi kantor cukup jauh dari sini. Gue yakin kalau lo besok bisa telat kalau berangkat dari sini."

Si*lan Alena, masih saja ingat kebiasaan burukku.

"Oke, deh, gue ikut lo sekarang." Akhirnya aku menerima, dan ikut kata Alena.

Tanpa membuang waktu lagi, aku pun menyiapkan apa-apa saja yang dibutuhkan bekerja esok hari.

Setelah semua siap, aku dan Alena pun pergi meninggalkan kost-anku menuju tempat Alena.

Sepulang kerja tadi, Alena langsung mampir ke kost-anku, sedangkan aku langsung pulang ketika selesai bertemu dengan ketua HRD tadi, tanpa menunggu Alena. Ya kali menunggu Alena selesai kerja sampai sore, bisa jamuran aku.

=========Aufa=========

"Len, lo bawa motornya santai amat sih," protesku sedikit berteriak. Maklumlah, ini lagi di jalan raya, banyak suara kendaraan, ditambah lagi Alena juga pakai helm, takutnya tidak dengar aku bicara apa.

"Lo kayak nggak tau aja, La. Gue kan masih takut bawa motor semenjak kecelakaan waktu itu," jawabnya.

"Ya udah sini, biar gue aja yang bawa motor. Kita menepi dulu," usulku.

"Nggak, nggak, nggak. Gue paham betul kalau lo bawa motornya kayak setan. Takutnya lo malah bikin kita kecelakaan," tolak Alena.

"Ck! Dasar lo! Kalau kek gini, kapan sampainya coba?"

"Udah, lo nikmati aja, anggep lagi nikmati pemandangan sore hari," jawab Alena santai.

Dasar nih orang! Untung dia sahabatku.

Akhirnya dengan sangat terpaksa, aku ikut saja sama si empunya motor. Kalau aku yang membawa motor, sudah pasti sampai di tempat dari tadi.

Karena ada lampu merah, Alena pun menghentikan motornya.

Aku menoleh ke samping kanan, dan ... ya ampuun ... kok ada mobil mewah yang kemarin sih? Aku masih ingat betul mobil itu

Bagaimana ini?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (3)
goodnovel comment avatar
Edmapa Michael Pan
Mantap senang kerja dan kerja.
goodnovel comment avatar
Aisha Arkana
maksud aku Alula...
goodnovel comment avatar
Aisha Arkana
Aluna ngga sombong,cuma lebay bahasa nya...
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Mantan Jadi Bos   Note

    Saya ucapkan beribu-ribu terima kasih kepada teman-teman semua yang sudah membaca cerita 'Mantan Jadi Bos' 🙏 Tanpa kalian semua, tentunya cerbung ini tidak akan sampai pada tahap ini🥺 Saya juga meminta maaf apabila banyak narasi atau dialog di cerbung ini yang kurang berkenan di hati teman-teman semua. Semua yang tertulis di cerbung 'Mantan Jadi Bos' adalah fiksi, murni dari imajinasi saya. Apabila ada kesamaan nama, tempat dan lain-lain, sungguh tidak unsur kesengajaan. Sekali lagi saya mohon maaf, dan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk teman-teman semua.🙏🥺😘 Boleh mampir ke cerbung saya yang lain, dan nantikan cerbung baru selanjutnya. Sekian Terima kasih ❤️ Aufa

  • Mantan Jadi Bos   Part 85

    Netra ini perlahan membuka. Pemandangan yang pertama kulihat adalah plafon berwarna putih. Menoleh ke samping, ada Gaza yang kini tersenyum lembut ke arahku."Kamu sudah siuman, Sayang?" tanyanya lembut sembari mengelus pipiku dengan jemarinya."Ini kok aku bisa di sini, Mas? Di mana sih, ini?" Aku balik bertanya dengan suara serak. Sepertinya aku tidur terlalu lama hingga bangun-bangun suaraku menjadi serak seperti ini."Ini di kamar khusus yang ada di gedung tempat resepsi kita."Masih dengan posisi terbaring, aku melihat ke sekeliling. Ya, baru kuingat ruangan ini adalah ruangan yang digunakan untuk meriasku. Eh, tapi bisa-bisanya aku bangun-bangun udah di sini, ya? Masih kuingat tadi menyalami para tamu undangan. Lha, kok aku tiba-tiba malah di sini? Apa cuma mimpi?"Mas, sebenarnya apa yang terjadi, sih?""Kamu pingsan, Sayang. Tadi setelah menyalami banyak tamu, kamu tiba-tiba pingsan. Mungkin karena

  • Mantan Jadi Bos   Part 84

    Hari ini ibu datang dari kampung bersama kedua adikku, dan om Ardi serta istrinya. Tadinya aku mau menawari mereka untuk menginap saja di apartemenku, tapi kata mama Maura sebaiknya nginep di rumah mama Maura aja yang punya banyak kamar. Maklum, di apartemenku cuma ada dua kamar. Itu pun satu ditempati olehku, dan Gaza. Nggak mungkin kan kalau tamu dari kampung yang jumlahnya lima orang disuruh tidur satu kamar?Karena keluargaku menginap di rumah mertua, alhasil aku, dan Gaza pun diharuskan untuk menginap di rumah megah milik mertuaku ini."Ayo, nambah lagi sarapannya." Mama Maura menawari dengan ramah pada keluargaku. "Jangan sungkan-sungkan, anggap saja rumah sendiri.""Terima kasih Bu Maura. Jadi merepotkan begini," balas ibu."Lho, ya, nggak merepotkan, Jeng. Saya malah senang sekali kedatangan besan."Seusai sarapan, mama Maura mengajak kami semua ke butik untuk fitting gaun pengantin, serta seragam yang akan digunakan

  • Mantan Jadi Bos   Part 83

    Ketika membuka pintu, aku dibuat terkejut, saat mengetahui siapa orang yang mencariku.Mau ngapain dia ke sini?"Naufal! Ngapain kamu ke sini?" tanyaku yang mungkin terdengar sedikit ketus.Dia yang ditanya dengan nada seperti itu malah tersenyum, dan melangkah lebih dekat ke arahku. "Beberapa waktu lalu aku sempat kirim pesan ke kamu kan, kalau mau nemuin kamu?""Iya, tapi ada urusan apa? Eh, bentar deh, aku panggil temenku dulu, ya. Biar kita nggak cuma berduaan." Tanpa menunggu jawaban Naufal, aku kembali masuk untuk memanggil Alena.Sekarang statusku adalah seorang istri dari Gaza Alexander. Tidak pantas rasanya jika menemui laki-laki lain tanpa didampingi teman. Bisa-bisa nanti timbul fitnah. Ditambah lagi, firasatku sedikit tidak enak karena kedatangan Naufal."Len, ikut gue ke depan, yuk. Temenin gue ngomong sama itu orang," ujarku sambil menarik lengan Alena yang tengah duduk sambil main ponsel."

  • Mantan Jadi Bos   Part 82

    "Ya, makanya bilang cinta dong. Kamu cinta kan sama aku, Mas?""Tidak."Apa?!Ini aku nggak salah dengar kan?"Mas, maksud kamu apa, coba? Kamu nggak cinta sama aku gitu? Dan ternyata selama ini aku cuma mengira kalau kamu cinta sama aku, tapi nyatanya aku cuma dijadiin bahan mainan kamu, dan pemuas nafsu kamu. Gitu maksudnya, Mas?" Sumpah deh, aku udah nyesek banget ngomong seperti ini.Jika benar seperti itu faktanya, aku benar-benar hancur. Orang yang aku cintai, justru cuma memainkan perasaan ini.Air mata mulai membasahi pipiku. Sakit rasanya, meski ini baru dugaanku saja. Harapanku sih, nggak kayak gitu."Sayang, kok jadi nangis, sih?" Gaza merangkulku. Jarinya dia gunakan untuk menghapus air mata di pipi mulus milik istrinya ini. "Bukan begitu maksudnya, Sayang. Aku kan tadi belum selesai bicara.""Ya, udah selesain ngomongnya, cepetan!" perintahku sambil sesenggukan. "Bene

  • Mantan Jadi Bos   Part 81

    "Sayang, teman-teman divisi kamu sedang mengadakan makan siang bersama?" tanya Gaza yang membuat keningku berkerut."Makan siang bersama? Nggak tau, tuh." Aku mengedikkan bahu."Tapi, sepertinya mereka memang sedang makan siang bersama, kok. Coba kamu lihat ke sana."Dengan rasa was-was, aku pun menoleh ke arah yang ditunjukkan Gaza. Dan benar saja, di sana teman-teman satu divisiku sedang makan bareng, dan kompak melihat ke arahku dan Gaza. Pasti sedari tadi mereka memperhatikan adegan suap-suapan tadi.Kembali menoleh ke Gaza, aku segera meminta bantuan melalui kode raut wajah yang sengaja kubuat manja, bermaksud meminta tolong."Apa?" tanya Gaza yang aku yakin dia sambil nahan agar nggak senyum."Bantuin dong," jawabku dengan suara yang kecil. Takut jika mereka mendengar."Bantuin apa? Mau disuapin? Kan dari tadi juga udah disuapin," kata Gaza meledek. Ngerti banget kalau istrinya ini lagi terpoj

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status