Share

Membabukan Bawahan II

Dia pikir dirinya akan disambut dengan teriakan. Karena penasaran dengan ekspresi Giandra saat ini, dia memberanikan diri untuk memandang.

Beberapa saat tatapan mereka bertemu dan sialnya lagi adalah, bahkan saat Dokter itu melangkah mendekatinya, Amora tidak bisa berkutik, tidak bisa menurunkan pandangannya, atau hanya sekadar berkedip.

Amora seperti patung hidup sampai ….

Plakk!

Satu pukulan mendarat di kepalanya.

Tidak sakit, tetapi jujur saja itu cukup berat. Giandra menggunakan buku—sejenis makalah dengan ketebalan sedang.

“Masih berani menatapku?!”

Amora merasakan aliran darahnya berhenti, jantungnya meluncur bebas ke lantai kemudian kembali lagi ke tempat asalnya.

Plakk!

Satu pukulan lagi.

“Bagus, besok-besok terlambat dua jam saja sekalian—ah, tidak. Kamu bisa datang pas pergantian shift malam. Bukan di A&E, tapi di pos satpam saja!”

Di situasi seperti ini, Amora sempat memikirkan bahwa gaya teriakan Giandra cukup unik.

Lelaki itu berkata lembut di awal kalimat, tetapi saat m
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status